BULAN suci ramadan menjadi bulan penuh berkah. Banyak masyarakat mengambil momen ini untuk mengais rezeki sebagai pedagang musiman dengan jualan aneka ragam busana muslim. Lokasi paling banyak ditemui pedagang musiman berada di pelataran parkiran masjid.
Reporter: ARIF AL QADRY
Di pelataran parkiran Masjid Raya Makassar misalnya, di sana, pedagang musiman sudah mulai semarak berjualan aneka ragam busana muslim. Ada yang jualan baju koko, peci atau songkok, kerudung dan keperluan lebaran lain. Pedagang musiman itu sudah hadir berjualan seminggu sebelum masuk bulan ramadan.
Namanya juga pedagang musiman. Jika ramadan sudah usai, maka mereka pun ikut pergi. Sehingga lapak jualan dibuat semi permanen berbahan balok dan bambu. Balok sebagai tiang dan bambu untuk dudukan terpal sebagai atapnya. Barang dagangan mereka ditaruh depan lapak dan sebagian digantung di tiang.
Siti Rahmatia, pedagang busana muslim yang ditemui di pelataran Masjid Raya Makassar kepada penulis dirinya mengaku sudah lima tahun jualan baju koko setiap tahun di bulan ramadhan. Barang dagangan mulai dibuka pada pukul 10:00 WITA sampai pukul 22:00 WITA.
Di lapak jualannya, ibu yang melahirkan lima orang anak itu menjajakan beberapa jenis busana muslim mulai dari model baju koko biasa, model pakistan dan gamis. Busana muslim yang dijual khusus buat laki-laki saja dari anak-anak sampai orang dewasa.
Untuk harganya beragam. Kalau baju koko biasa seharga Rp 50.000-Rp 150.000, baju model pakistan Rp 125.000-Rp 150.000, dan baju model gamis atau terusan Rp 100.000-Rp 250.000. Semuanya tergantung model, kualitas dan ukurannya.
“Saya jualan dari pagi sampai malam selesai tarwih. Saya jualan dibantu anak saya. Kalau sekarang ini masih sepi beda kalau tiga hari sampai malam takbiran, pembeli di sini membludak sampai tengah malam,” katanya.
Omzet penjualan yang dapat dikumpulkan Rahmatia tak menentu dalam satu hari. Namun sudah dipastikan pada malam takbiran omzet bisa lumayan banyak. Hari biasa, baju yang terjual paling sedikit dua potong dan paling banyak sepuluh potong. Berbeda malam takbiran yang bisa laku terjual sampai 20 potong.
Hanya saja lanjut Rahmatia, omzet hasil penjualan tidak semua miliknya. Omzet yang masuk disetorkan ke pemilik barang. Dia hanya mendapatkan persenan. Semua busana muslim yang dijual milik bosnya, ia hanya menjual dengan pembagian hasil.
“Mending seperti ini daripada punya barang sendiri. Jadi kalau tidak laku terjual bisa dikembalikan. Kalau semua laku, saya bersyukur bisa tambah-tambah uang untuk anak-anak saya sekolah,” katanya.
Bahkan setelah ramadan, ia keliling daerah untuk lebih memasarkan produk pakaiannya.
“Kalau selesai bulan ramadan, saya lanjut jualan busana muslim di daerah. Biasanya saya itu jualan di masjid kalau lagi musim naik haji. Kalau manasik kan sering di masjid, jadi saya jualannya di masjid saja,” aku Siti Rahmatia kepada penulis di lapak jualannya, kemarin.
Pada 2014 silam menjadi tahun pertama Rahmatia mulai jualan busana muslim di pelataran Masjid Raya Makassar. Dia jualan bersama dengan saudara perempuannya yang sekaligus pemilik modal. Awalnya, baju yang dijual tidak banyak, hanya delapan potong dibawa. Setiap hari ia dan kakaknya masuk dalam masjid menawarkan pakaian. Dan hasilnya pun baik. Dalam sehari, pakaian muslim laki-laki terjual sampai tiga potong. Inilah yang membuat kakaknya berani mencari pinjaman modal untuk membeli lusinan baju koko.
Hanya lima bulan jualan dengan modal kecil dan model baju terbatas, dia kemudian berhasil memiliki banyak koleksi model baju koko. Itu dari hasil pinjaman modal saudara kandungnya untuk membeli banyak pakaian untuk kemudian di jual.
Masuk Bulan Suci Ramadan di 2014, Rahmatia meminta izin kepada pengurus masjid untuk jualan di pelataran parkiran. Mendirikan lapak dan menjajakan dagangan selama bulan ramadan dari pukul 10:00 WITA sampai pukul 22:00 WITA. Hasilnya pun baik, pengurus masjid memberikan izin.
“Barang yang saya jual ini milik kakak saya, saya cuma jualkan dan bagi hasil. Kalau ada yang mau kasih pinjam modal saya bisa jualan sendiri. Saya tertarik mau usaha sendiri biar lebih menantang,” ucapnya.
Ketika momentum bulan puasa sudah selesai, Rahmatia melanjutkan jualan pakaian di daerah-daerah berjualan pakaian. Sering Rahmatia bersama saudara kandungnya mendatangi masjid-masjid, dan kantor dinas kesehatan. Karena di sana banyak didatangi calon jemaah haji untuk tes kesehatan dan mengikuti manasik. Tentu Rahmatia menyasar adalah calon jemaah haji untuk membelinya.
“Saya datangi daerah sesuai informasi yang saya dapat. Kalau saya dapat informasi dilakukan manasik haji, saya dan kakak saya langsung datang. Biasa nginap di masjid sampai tiga hari dan lanjutkan jualan di daerah lainnya. Paling jauh saya jualan di Mamuju,” tambahnya. (*)