MAKASSAR, BKM — Silih berganti pejabat Pemprov menjalani pemeriksaan di Ombudsman Perwakilan Sulsel. Terbaru, Ombudsman menyebut ada opsi untuk melakukan pemanggilan terhadap ES. Mantan pejabat yang pernah mengisi posisi strategis di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel itu dibidik karena diduga terlibat dalam kebijakan ASN non job, demosi, mutasi (NJDM).
Hal itu disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Ombudsman Perwakilan Sulsel Hasrul Eka Putra. Dikatakan, pihaknya dapat melakukan pemanggilan untuk meminta keterangan terhadap pejabat di lingkup Pemprov Sulsel itu.
Meski begitu, pemanggilan tersebut harus didasari adanya laporan dari ASN NJDM.
“Selalu ada opsi untuk itu (periksa eks pejabat BKD Sulsel). Tapi nanti kami lihat dulu aduan dari pelapor,” kata Hasrul, Senin (8/1).
Hasrul menjelaskan, beberapa pejabat di lingkup Pemprov Sulsel telah dimintai keterangan. Hanya saja, ES belum dipanggil karena dalam aduannya pelapor belum melampirkan namanya.
“Tergantung pelapor, nanti disampaikan dulu hasil laporan pemeriksaan sementara,” ujarnya.
Terpisah, Jubir ASN NJDM Aruddini mengatakan bahwa ES wajib dipanggil Ombudsman Perwakilan Sulsel untuk mendapatkan keterangan lengkap, karena diduga ikut terlibat dalam kebijakan ASN NJDM.
“Terkait Ombudsman membuka opsi memanggil ES sudah sepantasnya, karena kasus ASN NJDM di tahun terakhir juga tidak lepas dari ES. Data yang kami himpun bahwa jumlah promosi sejumlah 257 kasus dan terbesar adalah kasus promosi eselon empat sebanyak 143 formasi,” bebernya, Selasa (9/1).
Tentu, lanjut Aruddini, mekanismenya adalah ada formatur usulan dari atasan langsung yang dinilai layak untuk dipromosikan begitu pun seterusnya pada jabatan eselon 3 administrator.
Menurutnya, saat itu ES memiliki posisi cukup strategis di BKD Sulsel dalam menelaah nama-nama untuk diteruskan ke pimpinan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
“Pejabat yang paling bertanggung jawab adalah administrator. Artinya, posisi administratorlah yang bertindak melakukan telaahan staf ke pimpinan, sehingga pimpinan mengambil keputusan untuk proses tindak lanjut,” jelasnya.
Karena itu, Aruddini mempertanyakan mekanisme yang dilakukan ES dalam manajamen ASN kala itu, sehingga menerbitkan kebijakan NJDM untuk ratusan ASN.
“Terkait persoalan manajemen ASN Provinsi Sulsel, tentu kembali pertanyaannya, apa ada pemetaan jabatan oleh ES saat menjabat di BKD?” ujarnya dengan nada tanya.
Lebih jauh, Aruddini mengakui bahwa pihaknya sudah mendatangi kantor BKD Sulsel untuk meminta keterangan terkait dasar lahirnya kebijkan NJDM. Akan tetapi, menurut dia, kebijakan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Dengan kejadian kemarin kami mendatangi BKD minta pembuktian perbuatan hukum yang kami jalani, tidak dapat diperlihatkan. Sementara dalam proses hukuman pasal pelanggaran mestinya kami tanda tangan dalam sebuah berita acara format hukum,” tambahnya.
Terpisah, mantan Kepala Bidang Mutasi dan Promosi BKD Sulsel Erwin Sodding yang diinisialkan sebagai ES, menegaskan bahwa sebesar apa otoritasnya pada posisi eselon III untuk menonjobkan pejabat. ”Data yang mana dimaksud keterlibatan saya selaku Kepala Bidang Mutasi menelaah nama-nama yang akan dinonjobkan untuk diteruskan ke PPK pada saat itu,” ujarnya, kemarin.
Selaku Kepala Bidang Mutasi, menurut Erwin, bukan hanya pada zaman mutasi dan non job itu dilakukan. ”Saya bukan sebagai pencetus mutasi/non job. Kalaupun ada yang dimutasi/non job itu dari penilaian, laporan pimpinan OPD yang menaungi bahwa nama nama yang diajukan tidak bisa menempati jabatan itu lagi dikarenakan alasan yang memang tidak bisa lagi ditoleransi
,” tandasnya.
Beda Pendapat Dua Profesor
Dau profesor beda pendapat terkait penanganan kisruh yang saat ini terjadi di lingkup Pemprov Sulsel. Mantan Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Provinsi Sulsel Prof Murtir Jeddawi, mengklaim bahwa kebijakan NJDM terhadap ratusan ASN di lingkup Pemprov Sulsel di pengujung masa jabatan Andi Sudirman Sulaiman (ASS) sudah sesuai prosedur.
Penilaian Prof Murtir itu pun menuai sorotan dari pengamat pemerintahan yang juga pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin Prof Aminuddin Ilmar.
“Pertanyaan dasarnya, kalau memang sesuai prosedur, kenapa mesti ada rekomendasi dari BKN RI (untuk kembali ASN NJDM ke jabatan semula)?” kata Prof Aminuddin, Selasa (9/1).
Menurut Prof Aminuddin, jika mekanisme dan prosedur kebijakan NJDM itu sudah sesuai dengan aturan, tidak mungkin lembaga kepegawaian tertinggi sampai mengeluarkan rekomendasi untuk pegembalian sejumlah pejabat yang terkena kebijakan NJDM tersebut ke jabatan semula.
“Tidak mungkin ada rekomendasi BKN kalau sudah sesuai dengan prosedur,” ujarnya.
Sementara, Prof Murtir Jeddawi yang coba dikonfirmasi terkait rekomendasi BKN RI itu, hingga berita dibuat belum memberikan jawaban.
Sekadar diketahui, BKN RI telah merekomendasikan untuk mengembalikan jabatan sejumlah ASN yang dinonjobkan beberapa waktu lalu. Hal itu dilakukan karena kebijakan yang ditempuh dianggap tidak sesuai prosedur dan regulasi.
Direktur Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) I BKN RI Respanti Yuwono, mengatakan bahwa dalam rekomendasi yang diterbitkan BKN RI itu, Pemprov Sulsel diminta mengembalikan jabatan ASN yang dinonjobkan dan merasa dirugikan ke posisi semula.
Rekomendasi itu, kata dia, dikeluarkan berdasarkan proses validasi yang telah dilakukan BKN.
Ia menyebut, ASN yang dinonjobkan itu tidak melalui tahapan disiplin dan kinerja. Akibatnya, kebijakan tak sesuai prosedur dan aturan.
“Non jobnya tidak sesuai prosedur disiplin maupun kinerja. Syarat jabatan penggantinya juga tidak sesuai ketentuan perundangan,” katanya.
Dijelaskan, mekanisme pengembalian jabatan para pejabat yang telah di-NJDM-kan tak sesuai prosedur itu nanti akan dilakukan dengan cara pengukuhan kembali.
“Karena pembatalan keputusan, biasanya bentuknya adalah pengukuhan (kembali) jika ke jabatan sebelumnya. Atau pelantikan jika ke jabatan lain yang setara. Pihak Pemprov Sulsel yang menerbitkan keputusan tersebut,” terangnya. (jun)