PETUGAS pemadam kebakaran (damkar) Kota Makassar tidak hanya lihai memadamkan api saat terjadi kebakaran. Tapi mereka juga punya keterampilan khusus, yang diperoleh melalui pendidikan khusus pula.
Laporan: Arif Alqadry
PARA personel damkar dibagi pada enam peleton. Mereka tergabung dalam masing-masing divisi rescue. Selain animal rescue yang dibentuk Januari 2017 lalu, ada pula vertical rescue dan traffic accident rescue. Tujuannya sama, yaitu melakukan penanganan dan penyelamatan.
Meski tujuan sama, namun tiap divisi memiliki tugas dan peran yang berbeda. Untuk animal rescue, para petugas dengan jumlah 42 orang, bertugas melakukan penyelamatan dan evakuasi terhadap hewan berbahaya bagi manusia. Seperti buaya, ular maupun sarang tawon atau lebah yang ada di tengah pemukiman.
Sedangkan untuk vertical rescue yang anggotanya juga berjumlah 42 orang, bertugas melakukan penyelamatan terhadap korban yang tertimpa runtuhan bangunan, yang jatuh di sumur serta orang yang mencoba melakukan aksi bunuh.
Dari beberapa divisi rescue yang telah dibentuk Damkar Kota Makassar, vertical rescue memiliki anggota yang cukup berbeda dari divisi lainnya. Bahkan bisa dikatakan mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan ‘lebih’.
Meski para petugas Damkar Kota Makassar yang ada di enam peleton telah mendapat pelatihan, namun tidak banyak yang telah diikutkan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Jakarta selama satu bulan itu dapat dengan cepat menguasai atau memiliki kemampuan melakukan negosiasi ke orang yang mencoba melakukan aksi bunuh diri. Baik dengan cara memanjat hingga ke atas gedung, maupun di tempat lainnya.
Di Markas Komando (Mako) Damkar Kota Makassar yang berada di Jalan DR Sam Ratulangi, petugas yang memiliki kemampuan negosiasi hanya dua orang, yaitu Fahmi dari peleton 1 dan Akbar dari peleton 3. Dua petugas yang memiliki kemampuan negosiasi baik inilah yang dipilih sebagai petugas khusus di vertical rescue dalam penanganan aksi bunuh diri, tanpa mengabaikan atau tetap fokus melaksanakan tugas pemadaman kebakaran yang bisa terjadi kapan saja.
“Dalam Pusdiklat, petugas banyak mendapat pelatihan. Bukan cuma cara memadamkan api di titik tertentu. Tetapi juga diberikan pelatihan atau keterampilan. Seperti melakukan negosiasi terhadap orang yang hendak melakukan bunuh diri, evakuasi hewan buas, korban kecelakaan yang berada dalam mobil ataupun melakukan evakuasi korban dari runtuhan bangunan. Jadi mereka harus menguasai semuanya. Kita lihat mana yang lebih mereka kuasai,” jelas Hasanuddin, Kepala Bidang Operasional Damkar Kota Makassar.
“Di Mako Damkar Kota Makassar ada enam peleton. Masing-masing peleton terdiri dari tujuh orang petugas. Mereka yang memiliki kemampuan dimasukkan ke devisi rescue. Untuk vertical rescue kami punya dua petugas yang menguasai dan memiliki kemampuan melakukan negosiasi terhadap orang yang mencoba melakukan aksi bunuh diri,” terangnya.
Membujuk orang yang mencoba melakukan aksi bunuh diri, kata Hasanuddin, bukanlah perkara mudah. Diperlukan teknik khusus serta dan penjiwaan ketika melaksanakan tugas tersebut. Apalagi saat memintanya untuk turun menyelesaikan masalah yang dialami tanpa harus mengorbankan nyawa.
Penjiwaan yang dilakukan saat negosiasi dengan cara mencoba merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Kemudian dipahami dan menyampaikan solusi permasalahan. Hal ini dinilai cukup berpengaruh dalam membujuk untuk mengurungkan niat orang tersebut. Namun, sampai saat ini vertical rescue belum pernah turun menangani kasus percobaan bunuh diri karena belum ada laporan dari masyarakat yang masuk dan meminta bantuan.
Agar kemampuan para petugas dapat terus terjaga, tim rescue aktif melakukan latihan atau simulasi di Mako Damkar Kota Makassar. Juga bekerja sama dengan damkar dari daerah lain. (*/rus)