pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Setop Tanam Anakan, Saatnya Pembibitan

Pohon lontara memang sangat mudah tumbuh secara sporadis. Di mana saja. Akan tetapi kualitas bibit sangat menentukan usia pohon bersangkutan. Kebiasaan masyarakat Jeneponto dan beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan yang membudidayakan pohon ini dengan menanam anakannya berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup lontara.
Pakar pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar, Muhammad Fatahnur mengatakan pohon lontara yang ditanam dengan sistem anakan, usianya lebih pendek dibanding lontara yang ditanam dari pembibitan. Sebab, akar anakan lontara yang dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain banyak yang putus sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. Tetapi jika penanamannya diambil dari bibit atau biji langsung pertumbuhannya jauh lebih baik dan usianya relatif panjang. Boleh jadi tala salapang (sembilan pohon lontara) yang sudah tumbuh ratusan tahun di depan kampus Unismuh Makassar itu dibudidayakan dengan biji, bukan anakan. Pohon lontara di kawasan ini sudah berusia ratusan tahun
“Selama ini warga Jeneponto menanam pohon lontara dengan model anakan. Pohon lontara kecil yang berusia dua bulan dicabut lalu dipindahkan ke tempat lain. Hasilnya, banyak hasil penanaman model ini yang tidak berusia panjang,” kata Dosen Fakultas Pertanian Unismuh ini.
Pembibitan pohon lontara menurut Fatahnur merupakan solusi alternatif dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan pohon ini. Kebiasaan warga yang mengandalkan anakan pohon harus berakhir. Alasannya, kebanyakan anakan pohon itu tidak tahan lama ketika dipindahkan ke tempat lain. Pembibitan lontara bisa dilakukan dengan mengambil buah lontara yang sudah tua lalu dibibitkan di tempat khsusus. Bibit pohon itu bisa dipindahkan ketika sudah mengeluarkan akar dan kuncup.
Fatahnur bersama sejumlah mahasiswa Kehutanan Unismuh kini sedang melakukan riset terkait lontara atau tala di Jeneponto. Fokus risetnya lebih mengarah pada pengembangan areal lontara, strategi pemasaran produk lontara, dan pengujian ketahanan kayu lontara terhadap rayap.
“Kami sudah melakukan eksperimen. Hasilnya lontara yang ditanam dari proses pembibitan jauh lebih tahan lama dibanding lontara yang dibudidayakan dari anakannya,” kata Fatahnur.
Petani Jeneponto, Jufri Daeng Nyau mengakui selama ini memang menanam lontara dengan sistem anakan. Anak-anak pohon lontara yang tumbuh tak jauh dari induknya dicabut lalu dipindahkan ke tempat lain. Menurut dia, menanam dengan sistem anakan sudah menjadi tradisi turun-temurun dalam membudidayakan lontara. Jumlah anakan lontara yang tumbuh di bawah pohon lontara biasanya cukup banyak. Sepuluh hingga dua puluh pohon.
“Memang banyak yang mati. Apalagi kalau terik matahari cukup tinggi. Banyak anakan yang dipindahkan itu mati,” kata Daeng Nyau.
Pengalaman serupa dilakukan petani lainnya, Kaseng. Seperti Daeng Nyau, Kaseng juga aktif melakukan penanaman pohon lontara dengan model anakan. Alasannya lebih praktis. Digali atau dicabut lalu dipindahkan ke lokasi yang diinginkan. Biasanya pohon lontara ditanam pada pembatas kebun sehingga menjadi penanda. Hanya saja, sebagian besar anakan yang dipindahkan itu tidak tumbuh.
Kaseng memang memiliki ratusan batang pohon lontara. Tetapi semua itu bukan ditanam, melainkan tumbuh sendiri. Pepohonan miliknya itu tumbuh alami dari buah jatuh yang tumbuh di bawah pohon. Jika anakannya tumbuh tiga hingga lima pohon, biasanya induknya ditebang untuk keperluan perlengkapan rumah.
“Jujur saja, kami tidak tahu dan tidak mengerti budi daya lontara dengan model pembibitan itu. Yang sering kami lakukan hanya menanam anakannya. Orang-orang di kampung sini juga banyak begitu menanam anakannya,” katanya.
Rupanya pemahaman petani soal budi daya lontara agak terbatas. Mereka belum paham model penanaman dengan pembibitan. Padahal menurut Fatahnur, proses pembibitan pohon lontara tidak terlalu sulit. Hampir sama dengan pembibitan pohon lain termasuk kelapa. Cukup mengambil buah lontara yang sudah tua lalu disemaikan di tempat yang sudah ditentukan. Satu buah lontara biasanya memiliki dua atau tiga calon bibit. Calon bibit yang dipilih ditanam dengan cara membuat lubang dengan kedalaman 10 cm. Jarak tanam antara satu bibit dengan bibit lainnya sekira dua jengkal.
Saat berusia dua atau tiga minggu, calon bibit sudah mengeluarkan kuncup. Di bagian bawahnya juga mulai tumbuh akar-akar kecil. Jika sudah berkuncup dan mengeluarkan akar, bibit lontara ini sudah bisa ditanam atau dipindahkan ke tempat lain.
“Untuk pemulihan bibit, butuh siraman air dua atau tiga hari. Tetapi jika tidak ingin repot, penanamannya lebih enak saat musim hujan,” katanya.
Fatahnur menambahkan budi daya lontara memang sangat penting. Di samping menjaga keberlangsungannya, nilai ekonomis pohon ini juga tinggi. Selain gula merah, pohon lontara juga menghasilkan produk lain. Buahnya yang sering disebut buah tala segar dan manis juga disuka banyak orang. Hanya memang pemasarannya masih konvensional. Masyarakat Jeneponto lebih sering menjual buah lontara secara konvensional di Makassar.
Kelemahannya, buah tala itu tidak bisa tahan lama. Buah yang dipanen hari ini harus dimakan hari itu juga. Paling lambat bertahan dua hari. Jika sudah melebihi dua hari, buahnya sudah tidak segar. Untuk bertahan lebih lama, perlu dipikirkan pengemasannya. “Buah tala yang rasanya manis itu juga perlu dikemas menjadi buah segar yang tahan lama. Buah tala bisa diolah seperti nata decoco pada kelapa,” kata Fatahnur.
Ia mengatakan persepsi masyarakat Jeneponto yang lebih memilih membudidayakan kelapa dibanding lontara antara lain karena varian buah tala atau buah lontara tidak sama dengan kelapa. Kelapa memiliki varian natadecoco yang sudah dikemas rapi. Tapi buah tala belum. Karena bisa diolah menjadi natadecoco, buah kelapa bisa tahan lama.
Selain Fatahnur, penelitian tentang pohon lontara juga pernah dilakukan Syahmil Dosen Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto, Palopo, 2016. Hanya fokus penelitiannya lebih pada pemetaan lokasi pengembangan gula merah yang potensial yang bahan dasarnya dari pohon lontara di Jeneponto. Riset ini merekomendasikan bahwa tiga kecamatan di Jeneponto yang memiliki potensi gula merah yang besar. Ketiganya adalah Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, dan Kecamatan Bangkala. (fachruddin palapa)




×


Setop Tanam Anakan, Saatnya Pembibitan

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link

Tinggalkan komentar