Dalam hidup, tidak diharuskan menekuni satu profesi. Dua profesi bisa dilakukan asal mampu membagi waktu dan dilakoni secara serius.
Laporan: Rahma Amri
Prinsip di atas sangat cocok menggambarkan sosol Dr H Suhardiman Syamsu, MSi. Ia tidak hanya berprofesi sebagai dosen di Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin. Tetapi lelaki kelahiran 11 April 1968 ini juga dikenal sebagai seorang karateka sabuk hitam.
Kini, Hardi, sapaan Suhardiman, telah menjadi wasit olahraga karate dari skala nasional hingga skala internasional. Suami dr Risma Yuliati Muin ini sejak lama mendedikasikan diri untuk olahraga kencintaannya, karate.
Lalu bagaimana ceritanya hingga Hardi melakoni olahraga karate dan bisa lulus sebagai dosen?
Saat ditemui BKM di rumahnya, Kamis (20/8) sore, Hardi menuturkan, saat ia masih berstatus sebagai mahasiswa baru di FISIP Unhas tahun 1988, mereka diwajibkan menjalani ekstrakulikuler (ekskul) dengan kredit 2 SKS. Saat itu ia memilih karate, karena saat masih di kampungnya, ia juga pernah mengikuti olahraga ini.
Ternyata, bergelut dengan olah raga bela diri ini sangat dinikmati. Dia pun secara total melakoninya bukan sekadar untuk memperoleh nilai melainkan menjadikan sebagai hobi bermanfaat. Saat itu ia ingat sekali kerap berlatih karate di kediaman almarhum Prof Ahmad Ali, guru besar Fakultas Hukum Unhas yang juga pendiri Gojukai di Sulsel.
Selepas sarjana, Hardi tak meninggalkan olahraga yang telah membawanya banyak mendulang prestasi. Ia pun menjadi salah satu sensei di Gojukai yang membimbing karateka-karateka muda. Apalagi, saat itu, tempat kos Hardi makin dekat dengan rumah Prof Ahmad Ali di Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea.
Hingga kini, tak terhitung lagi kejuaraan, khususnya yang berskala antarperguruan tinggi yang ia ikuti.
Namun, kendati fokus berkarate, dia tak ingin pendidikannya terbengkalai. Selepas sarjana, Hardi kemudian melajutkan pendidikan Master di Pascasarjana Unhas. Berkat kemampuan akademiknya, usai mengantongi gelar master, ia pun diterima sebagai dosen FISIP Unhas tahun 1998.
Ternyata setelah menjadi dosen, Hardi tidak bisa meninggalkan dunia karate yang telah membentuk karakternya. Kesibukannya sebagai akademisi tetap ia sinergikan dengan olahraga karate yang ia geluti.
Menurutnya, apapun yang dilakukan, jika mampu fokus dan membagi waktu dengan baik, insya Allah bisa sukses.
Seiring waktu, dirinya pun mulai melirik dunia perwasitan. Tentu saja setelah melewati tahapan penggodokan dan pendidikan sebagai wasit.
Karena track record yang cemerlang sebagai wasit, tak terhitung penghargaan yang telah diraihnya. Baik yang berskala nasional hingga internasional.
Seperti pada tahun 2007, ditunjuk sebagai peserta 8th Asian Karatedo Federation Senior Karatedo Championship at Nilai Indoor Stadium Seremban, Malaysia.
Masih di tahun yang sama, dia lulus sebagai wasit B dalam Asian Karatedo Federation Referee Clinic dan Examintion masih di Seremban, Malaysia.
Tahun 2008 ditunjuk sebagai wasit pada PON XVII di Kalimantan Timur dan Official Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) di Jakarta. Dan masih banyak lagi program-program perwasitan yang ia jalani. Ia juga menjadi salah satu ofisial tim karate Sulsel di berbagai ajang nasional. (b)