MAKASSAR, BKM — Seorang yang diduga sebagai jaringan teroris Santoso dibekuk petugas Polsek Pelabuhan Soekarno-Hatta, Rabu (10/2) pukul 19.45 Wita. As alias Ts alias Kw (40) ditangkap saat hendak menginap di Wisma Travel Melati Indah, Jalan Nusantara, Kecamatan Wajo.
As diketahui bekerja sebagai buruh kelapa sawit. Ia adalah warga Lewoleba Utara, Kelurahan Lewoleba Utara, Kecamatan Nubatukan, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebelum ditangkap, AS berencana melanjutkan perjalanan ke Nabire dan transit di Makassar. Ia berada di Makassar sejak Sabtu (6/2) dengan menggunakan Kapal Motor (KM) Umsini dari NTT tujuan Nabire. Selanjutnya dia menginap di Wisma Travel Melati Indah Jalan Nusantara.
Rencananya, As menginap di wisma hingga Minggu (14/2), menanti kedatangan KM Gunung Dempo yang hendak ke Nabire. Namun aparat kepolisian menggagalkan keberangkatannya dan menggelandangnya ke Polsek Soeta, lalu digiring ke Mapolres Pelabuhan.
Kapolsek Wajo Kompol Achmad Yulias yang dikonfirmasi, kemarin membenarkan adanya penangkapan terduga teroris berinisial As. ”Ia diamankan Intelkam Polres Pelabuhan bersama Polsek Soeta. Saat ditangkap As hendak menginap di wisma. Dia kemudian dibawa ke Mapolres Pelabuhan untuk proses selanjutnya,” kata Achmad, kemarin.
Informasi yang diperoleh, sejak tahun 1980 As tinggal di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Ia berada di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara bersama orangtuanya setelah mengikuti program transmigrasi.
Terkuak pula bahwa As selama berada di Poso, aktif dalam jamaah Tabliq Lawanga dan bertemu dengan ustadz berinisial A untuk masuk dalam Laskar Mujahidin Poso.
Berselang beberapa waktu di tahun 2004, As meninggalkan Poso dengan alasan tidak sanggup lagi mengurusi Laskar Mujahidin dan mempertimbangkan keamanan pribadi serta keluarganya. As saat ini juga termasuk salah satu orang yang diintai oleh jaringan kelompok Santoso, karena dinilai berkhianat atau disebut hawaris.
Darah seorang hawaris dinyatakan halal untuk dibunuh oleh jaringan teroris Poso pimpinan Basri dan Santoso.
Adapun peran yang pernah dilakoni As saat tergabung dalam kelompok Mujahidin di Poso, antara lain melakukan pemalangan mobil boks pada 2004 dan menembak sopir serta berhasil membawa lari uang sebesar Rp 28 juta, merencanakan bom Tentena selama 5 bulan dan mengilhami bom Pasar Tentena pada 2005.
Dia juga merekrut orang untuk menjadi anggota majelis pengajian dari masjid ke masjid dengan cara mencuci otak dengan bantuan Ustaz M. Adapun nama-nama mujahidin yang dikenal antara lain inisial SG, SK, GT, G, AR alias S dan S.
As juga pernah memiliki senjata api rakitan pada 2003, yakni pistol jenis genggam sebanyak satu buah dan empat peluru aktif, senjata api rakitan berlaras panjang sebanyak tiga buah dan bom pipa sebanyak dua buah. Senjata rakitan serta bom pipa tersebut dikabarkan disimpan di dekat Masjid Al Muhajirin, Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara.
Tak hanya itu, pada 2004 As dan kelompoknya meninggalkan Poso dan berpindah-pindah tempat, yakni ke Kalimantan Timur untuk bekerja di kebun kelapa sawit di SP Wahau-Sungai Lang. Hingga pada 2011 As ke Alor dan kembali lagi ke Kalimantan Timur. Pada 2012-2016, mereka menetap di Desa Lewoleba Utara.
Hingga saat ini aparat kepolisian terus melakukan penyidikan pengakuan As selama bergabung dalam jaringan Santoso.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Frans Barung Mangera yang dikonfirmasi, kemarin mengatakan, As kini bukan lagi jaringan teroris. Dia sudah keluar sejak tahun 2004.
“Jadi As ini bukan teroris. Sejak 2004 dia tak bergabung lagi,” ujarnya. (ish/rus/b)
Terduga Jaringan Teroris Santoso Ditangkap di Wisma
Frans Barung: Ia Sudah Keluar Sejak 2004

×





