pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Penetapan Harga Batubara Pengaruhi Tarif Listrik

JAKARTA, BKM — Sesuai prinsip berbagi keadilan Kabinet Kerja Joko Widodo, maka pengendalian harga batubara melalui penetapan harga jual batubara dalam negeri Domestic Market Obligation (DMO) yang akan ditetapkan pemerintah, menjadi sarana berbagi beban antara pengusaha batubara dengan pemerintah dan PT PLN (Persero).
Menurut pengamat ekonomi energi UGM dan mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi di Jakarta, Kamis (21/1/2018), prinsipnya adalah menerapkan “Share gain and share pain,” atau berbagai keuntungan dan juga beban.
Berbicara pada diskusi publik, bertema ”Batubara untuk Siapa” yang diadakan Forum Pengembangan Ekonomi Masyarakat (FPEM) Kamis (21/2/2018), Fahmy menyatakan, usulan DMO menggunakan batas atas dan batas bawah, baik yang diajukan oleh PLN ataupun Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI).
Sebenarnya merupakan solusi terbaik untuk berbagi, ketimbang harus menerapkan perhitungan berdasarkan besarnya biaya (cost) ditambah dengan margin (keuntungan).
“Ini dilakukan sebagai cara mencegah terjadinya proses kebangkrutan PLN, di mana harga batubara yang dijual di luar PLN dan diekspor 75% ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. Pengendalian harga batubara itu merupakan jalan tengah mengurangi beban PLN dengan sedikit mengurangi pendapatan pengusaha batubara, yang sejak bulan Agustus 2017 telah menikmati keuntungan winfall profit, akibat naiknya harga batubara,” paparnya.
Dalam beberapa tahun terakhir harga batubara di pasar internasional terus melambung. Kondisi ini dirasa tidak mudah bagi PT PLN (Persero), yang sebagian besar pembangkitnya menggunakan batubara.
Pada 2016, harga batubara mencapai Rp630.000,-/ton, lalu naik menjadi Rp853.000,-/ton di tahun berikutnya. Inilah yang menyebabkan biaya penyediaan tenaga listrik PLN membengkak sekitar Rp16,18 triliun pada 2017.
Saat ini pemerintah sedang menyusun formula baru untuk menentukan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selama ini komponen untuk menyusun TDL adalah berdasarkan inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price – ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Padahal, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia, menggunakan bahan bakar batu bara. Untuk itu di tengah upaya pemerintah mengkaji perubahan acuan tarif, maka hal ini perlu diwaspadai, karena harga acuan batubara justru cenderung meningkat, seperti juga naiknya harga produk pertambangan yang lain.
“Seharusnya PLN menaikkan tarif tenaga listrik (TTL), namun mengingat dampaknya akan sangat terasa pada inflasi yang akan menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok, dan juga pasti akan membebani masyarakat dengan daya beli rendah, maka saya menduga sampai tahun 2019, tarif tenaga listrik masih stabil,” tambah Fahmy.
● Trend Harga Batubara
Tren naiknya harga batubara sepertinya akan terus berlanjut. Pada Januari 2018, harga batubara berkalori 6.322 naik lagi ke posisi US$95,54/ton, atau lebih dari Rp1.297.000,-/ton. Bulan Februari ini, Kementerian ESDM kembali menaikkan harga batubara acuan (HBA) menjadi US$100,69 per ton.
Tidak mengherankan bila biaya penyediaan listrik tahun ini diperkirakan bakal naik sekitar Rp23,8 triliun.
PLN pasti tidak akan mampu menanggung sendiri beratnya beban tersebut. Indikasinya sudah jelas terlihat, di mana sampai September 2017 laba PLN tercatat Rp3,06 triliun, jauh merosot dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp10,98 triliun.
Jika hal ini terus dibiarkan, bisa dipastikan kondisi keuangan PLN bakal kolaps.
Terkait hal tersebut, ekonom, founder dan  principal The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip mengemukakan, sumber data yang diolah dari Bank Dunia, memperkirakan nantinya harga batubara akan mengalami kondisi “stabilisasi,” mengingat melemahnya permintaan terutama dari Tiongkok (China), terkait dengan inisiasi pengurangan konsumsi batubara, sekaligus beralih ke gas dalam rangka pengurangan emisi.
Ia juga menyoroti biaya penambangan batubara di Indonesia yang cenderung tinggi. Tingginya biaya penambangan menyebabkan Harga Batubara Acuan (HBA) cenderung bergerak naik. Karena itu Sunarsip dan kawan-kawan menyusun berbagai asumsi, di mana biaya bahan bakar mencapai 60% dari biaya produksi; batubara merupakan 55% dari komponen energi primer, sehingga setiap kenaikan HBA 10%, cost of production naik 3.3%. Itu sebabnya pihaknya mendukung dilakukannya audit independen terhadap produsen batubara.
● Penetapan Harga Batubara DMO
Awal bulan ini Kementerian ESDM sempat mengadakan pertemuan antara pelaku usaha di bidang pertambangan batubara, PLN selaku BUMN yang mengawal pengadaan listrik, dan pemerintah selaku regulator untuk memutuskan penetapan harga batubara Domestic Market Obligation (DMO).
Namun ternyata penetapan tersebut urung dilakukan pada pertengahan bulan ini.
Nantinya skema DMO yang sekarang sudah ada ditetapkan pemerintah, akan disempurnakan pada penghitungan HBA yang dijual untuk PLN bagi energi pembangkit listrik.
Sedangkan untuk batubara yang dijual di luar PLN dan untuk ekspor, harganya ditetapkan berdasar mekanisme pasar. Hal tersebut akan membuat pemerintah lebih fleksibel menentukan, agar harga listrik tetap terjaga stabil (wajar).
Sementara sebagai bagian dari upaya pemerintah menyediakan listrik 35 ribu MW, dilakukan baik oleh PLN baik melalui pembangunan pembangkit, transmisi, serta gardu induk untuk pengadaan 10 ribu MW.
Selain itu pengadaan juga dilakukan oleh para investor  yang bergerak di sektor swasta, melalui sistem penjualan IPP (Independent Power Producer), bagi pembangunan pembangkit listrik 25 ribu MW.
Karena itu terkait dengan penetapan DMO, pelaku usaha pertambangan mengajukan usulan patokan harga dalam negeri untuk DMO bagi pembangkit listrik US$85 per ton.
Sementara mengingat sebagian besar pengguna batubara sebagai penggerak PLTU untuk menyalakan listrik di dalam negeri, maka PLN mengajukan harga batubara DMO menggunakan skema batas bawah (floor price) US$ 55 per ton dan batas atas (ceiling price) US$ 65 per ton.
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Indonesian Resources Studies (IRESS)   Marwan Batubara mengemukakan, mengingat kontribusi pembangkit listrik yng menggunakan batubara sebagai energi primer sangat besar sampai 60%, maka naik atau turunnya harga batubara dalam setahun terakhir telah meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik secara signifikan.
Untuk itu peran pemerintah membuat kebijakan dan peraturan terkait harga batubara untuk melindungi kepentingaan PLN dan rakyat, sangat besar.
Karena itu menurut Marwan, apabila pemerintah mampu membuat peraturan khusus atau harga gas yang murah untuk sektor industri, maka seharusnya pemerintah juga harus bersikap sama untuk menetapkan harga khusus batubara bagi PLN. (**)




×


Penetapan Harga Batubara Pengaruhi Tarif Listrik

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link

Tinggalkan komentar