pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Hutan Mangrove tak Sekadar Cegah Abrasi

Hutan mangrove di Sulawesi Selatan butuh penanganan serius. Itu karena kondisinya terus mengalami degradasi. Jika pada awal tahun 1970-an, luas areal hutan mangrove di provinsi ini sekitar 214 ribu hektare, pada 2014 lalu kondisinya diperkirakan sisa 23 ribu hektare. Data Strategi Nasional untuk Konservasi Hutan Mangrove di Indonesia tahun 2008 menyebutkan, deforestasi hutan mangrove di Sulsel mencapai 2,2% per tahun.
Upaya penanaman mangrove belakangan ini mulai intens dilakukan di Sulsel. Dalam tiga tahun terakhir ini, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sudah melakukan penanaman mangrove di atas areal seluas 11 hektare. Penanaman mangrove itu antara lain dilakukan di pesisir Kabupaten Luwu, Kota Palopo, dan Kabupaten Luwu Utara.
Tidak hanya pemerintah, partisipasi swasta dan dunia industri juga cukup besar dalam pengembangan mangrove. Di Kota Makassar saja, penanaman mangrove dalam skala besar telah dilakukan dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini. Dua lokasi hutan mangrove di Makassar kini sudah menggembirakan. Keduanya adalah hutan mangrove di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo dan hutan mangrove di Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea.
Penanaman mangrove di Buloa diprakarsai Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, Peternakan (DKP3) Makassar bersama kelompok Pengelola Sumber Daya Alam (PSDA). Sebanyak 5.800 pohon mangrove telah ditanam di kawasan ini. Sementara di Lantebung, sudah ditanam lebih dari 20 ribu pohon mangrove. Penanaman mangrove di dua wilayah ini ditujukan untuk membangun perisai alam di daerah pesisir terhadap ancaman abrasi yang dapat berlangsung secara alamiah.
Selain Makassar, hutan mangrove yang menggembirakan juga terdapat di Kabupaten Sinjai. Tepatnya di pesisir Tongke-tongke, Kecamatan Sinjai Timur atau sekitar 7 kilometer dari pusat kota Sinjai. Jejeran dan rimbunan hutan bakau yang tertata alami di kawasan ini mengundang decak kagum ketika kita mengunjunginya. Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang yang pernah berkunjung ke kawasan ini pun mengagumi hutan bakau Tongke-tongke. Alasannya, hutan bakau di Kabupatem Sinjai ini merupakan hutan bakau pertama yang terbudidaya secara maksimal. Dahulu, air laut kalau sedang pasang bisa sampai ke permukiman warga. Tapi selama adanya hutan bakau Tongke-tongke, abrasi di perairan ini tidak terjadi lagi karena berfungsi sebagai pemecah ombak alami.
Hingga saat ini kawasan mangrove Tongke-tongke dijadikan sebagai kunjungan wisatawan yang terbukti banyak di minati oleh kalangan mancanegara. Bahkan Desa Tongke-Tongke dengan kekayaan hutan bakaunya lebih dikenal dengan laboratorium bakau Sulawesi Selatan di mana pengembangan Sulawesi Selatan sebagai tempat pengembangan hutan bakau yang memiliki luas areal 786 hektare yang dikembangkan dengan swadaya dan budidaya masyarakat secara murni.
Hutan mangrove yang cukup luas juga terdapat di Tanakeke, Kecamatan Mappakasunggu, Kabupaten Takalar. Pemerintah kabupaten Takalar mencatat sekitar 51 hektare hutan bakau di kawasan. Takalar bahkan mengklaim hutan mengrove Tanakeker merupakan hutan mangrove terluas di Sulawesi Selatan. Hutan bakau di Kepualaun Tanakeke ini terus dikembangkan oleh warga pulau yang berdomisili di lima desa di Pulau Tanakeke dengan total penduduk sekitar 10 ribu jiwa. Upaya melestarikan hutan bakau itu pada satu zonasi yang dinamakan hutan bakau Ta’pammpanga dilakukan warga pulau secara turun-temurun. Kontribusi Yayasan Konservasi Laut (YKL) dan Oxfam juga cukup besar dalam penanaman mangrove di kawasan ini.
Pemerintah desa setempat juga sudah membuat regulasi khusus atau Peraturan Desa (Perdes) untuk melestarikan hutan bakau. Salah satu poin dalam regulasi ini adalah siapa saja yang menebang bakau akan dikenakan sanksi. Karena itu, warga yang dulu mata pencahariannya membuat arang dari kayu bakau, diwanti-wanti untuk tidak menebang tanaman bakau. Perdes itu selain mendapatkan sanksi administrasi berupa denda, juga diwajibkan menanam dan memelihara tanaman bakau beberapa kali lipat dari pohon bakau yang ditebang.
Kampanye penanaman mangrove juga dilakukan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla. Bahkan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) dalam sebuah kunjungan kerjanya di Kabupaten Pangkep juga telah mencanangkan penanaman seribu mangrove secara simbolis di SMK Kelautan Labbakang, Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labbakang Pangkep, September 2016 lalu. Jusuf Kalla mengajak semua pihak termasuk kalangan pelajar untuk ikut aktif dan berpartisipasi dalam memelihara dan melestarikan hutan mangrove.
Mengapa mangrove perlu mendapatkan perhatian serius? Jawabannya karena hutan mangrove memiliki banyak manfaat. WWF bahkan merilis paling tidak ada lima manfaat hutan mangrove untuk kehidupan manusia. Pertama, mencegah intrusi air laut. Intrusi laut merupakan peristiwa perembesan air laut ke tanah daratan. Intrusi laut dapat menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak baik untuk dikonsumsi. Hutan Mangrove memiliki fungsi mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.
Kedua, mencegah erosi dan abrasi pantai. Erosi merupakan pengikisan permukaan tanah oleh aliran air sedangkan abrasi merupakan pengikisan permukaan tanah akibat hempasan ombak laut. Hutan mangrove memiliki akar yang lebih efisien dalam melindungi tanah di wilayah pesisir, sehingga dapat menjadi pelindung pengikisan tanah akibat air. Manfaat ketiga adalah sebagai pencegah dan penyaring alami. Hutan mangrove biasanya yang dipenuhi akar pohon bakau dan berlumpur. Akar tersebut dapat mempercepat penguraian limbah organik yang terbawa ke wilayah pantai. Selain pengurai limbah organik, hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan diterjen, dan merupakan enghalang alami terhadap angin laut yang kencang pada musim tertentu.
Selanjutnya sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa hutan mangrove juga merupakan tempat tinggal yang cocok bagi banyak hewan seperti biawak, kura-kura, monyet, burung, ular, dan lain sebagainya. Beberapa jenis hewan laut seperti ikan, udang, kepiting dan siput juga banyak tinggal didaerah ini. Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
Di samping mencegah abrasi, hutan mangrove juga berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir. Hutan mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Sebagai contoh, Buah vivipar yang terbawa air akan menetap di dasar yang dangkal, dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri. (fachruddin palapa)


Share


Komentar Anda



Tinggalkan komentar