pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Meminimalkan Praktik Illegal Fishing

TINDAKAN oknum perusak laut dan perikanan di Sulsel masih marak. Pengeboman ikan, penggunaan bahan berbahaya, dan tindakan tak bertanggung jawab masih kerap ditemukan. Aksi ini terjadi lantaran sikap serakah manusia untuk menguras kekayaan laut tanpa mempertimbangkan kekusakan lingkungan. Padahal, jika mereka lebih bijak mengambil hasil laut, itu lebih bermakna untuk menjaga kelestarian lingkungan laut demi kelangsungannya memberikan manfaat bagi masyarakat.
Data Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel dari 2009 hingga September 2016, menunjukkan angka illegal fishing terus meningkat setiap tahun. Hal inilah yang berupaya diperangi Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel. Pada 2009, kasus illegal fishing sebanyak 29 kasus. Terdiri atas penggunaan bahan peledak sebanyak 18 kasus, sianida 1 kasus, dan lain-lain 10 kasus. Tindakan ini terjadi masing-masing di Pangkep, Bone, Luwu, Sinjai, Makassar, Takalar, dan Bulukumba.
Jumlah kasus pun meningkat pada 2010. Kala itu, penggunaan bahan peledak tujuh kasus, sianida satu kasus, dan lain-lain 26 kasus. Kejadiannya di beberapa kabupaten meliputi di Bone, Luwu, Toraja, Makassar, dan Wajo. Setahun berikutnya pada 2011, illegal fishing naik lagi. Rinciannya, penggunaan bahan peledak 11 kasus, sianida delapan kasus, dan lain-lain 24 kasus. Lokasinya antara lain di Kabupaten Luwu Utara, Luwu, Bone, Sinjai, Jeneponto, Pangkep, Wajo, dan Kabupaten Bulukumba.
Kemudian pada 2012, penggunaan bahan peledak sebanyak 10 kasus, sianida 1 kasus, dan lain-lain hanya 3 kasus. Ini terjadi Pangkep, Pinrang, Polopo, Luwu, dan Selayar. Akan tetapi pada tahun 2013, angka illegal fishing dan pengeboman ikan mengalami penurunan. Penggunaan bahan peledak hanya ada tiga kasus, sianida dua kasus, dan lain-lain tiga kasus. Ini terjadi di Pangkep, Sinjai, Takalar, Jeneponto, dan Selayar. Pada tahun 2014, angka illegal fishing juga tidak terlalu tinggi. Di mana penggunaan bahan peledak hanya 7 kasus, sianida 1 kasus, dan lain-lain 8 kasus. Masing-masing di Bone, Bantaeng, Lutra, Sinjai, Pinrang, dan Pangkep.
Illegal Fishing pun mengalami penurunan di 2015. Penggunaan bahan peledak hanya 2 kasus, sianida tidak ada, kemudian lain-lain hanya 8 kasus. Kejadiannya meliputi Makassar, Bone, dan Wajo. Kemudian terakhir hingga September 2016, data illegal fishing masih cukup bisa dikendalikan. Dimana penggunaan peledak hanya ditemukan 3 kasus, sianida 1 kasus, dan lain-lain 15 kasus. Ini ditemukan di Makassar, Takalar, Wajo, Pangkep, Bone, Pinrang, dan Sinjai.
Kasus-kasus ini dihimpun Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel dari hasil pengungkapan yang dilakukan pihak berwajib. Namun ini hanya yang terungkap, diperkirakan masih banyak kasus kejadian lainnya tetapi tidak ditemukan.
Tindakan ini jelas akan merusak lingkungan. Misalnya saja untuk penggunaan bom ikan, tentu ini akan mematikan ikan lain yang mungkin bukan sasaran mereka. Termasuk juga terumbu karang yang menjadi tempat hidup dan mencari makan bagi ikan-ikan yang ada di dalam laut.
Kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak akan merusak wilayah laut di sekitar lokasi peledakan. Juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup, memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup, tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Di samping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Kegiatan lain yang termasuk ke dalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Cara kerjanya, alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat penggunaan pukat harimau (trawl) secara terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring.
Permasalahannya, penanganan kasus pelaku illegal fishing ternyata cukup sulit. Kendala yang dialami pemerintah Sulsel, terhadap kasus ini sulit penangkan pelaku karena kadang terjadi kekurangan alat bukti. Hal lain, umumnya pelaku melarikan dengan kecepatan tinggi melebihi fasilitas operasional yang dimiliki pertugas di lapangan.
Kondisi ini juga disebabkan karena sering gagalnya setiap patroli dan pengawasan. Lalu sulitnya memutus mata rantai peredaran penggunaan bahan peladak dan bius ikan. Kendala lainnya, minimnya pemahanan nelayan soal batas jalur tangkap. Sulitnya mendeteksi pelaku utama kejahatan di laut.
Tindakan illegal fishing di Sulsel cukup beragam kasusnya. Mulai dari penggunaan bom, bius, dan racun. Ada juga kasus lain seperti pelanggaran dokumen penggunaan alat tangkap dan bantu terlarang. Kemudian pelanggaran daerah dan jalur penangkapan ikan. Penambangan dan pengambilan karang, penggunaaan bahan pengawet berupa formasli terhadap ikan. Ada juga penimbunan atau reklamasi pantai, penangkapan dan perdagangan ikan terlarang, serta percemaran perairan lainnya.
Sebagai upaya untuk meminimalkan pelanggaran tersebut, Pemprov Sulsel melalui Dinas Kelautan dan Perinanan membuat beberapa kebijakan. Di antaranya, peningkatan pengawasan terhadap illegal fishing dan destructive fishing, penegakan hukum melalui penguatan kapasitas dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, serta memberdayakan kelompok masyarakat pengawas. Kebijakan ini pun ditindaklanjuti melalui kegiatan. Di antaranya, pengawan dan koodinasi penegakan hukum di wilayah laut yang menjadi kewenangan provinsi. Lalu penguyuluhan hukum dan pendayagunana sumber daya kelautan dan perikanan. Kemudian pembinaan kelompok masyarakat pengawas dan pengingkatan koordinasi dan SDM aparat pengawas.
Kegiatan lainnya adalah pengembangan sarana dan prasarana pengawas, penyusunan dan publikasi data pengawasan dan pengendalian perikanan, operasi dan pemelihaaan kapal pengawas, penyelidikan tindak pindana kelautan dan perikanan. Selanjutnya, operasional pengaadaan pemanfaatan sumber daya kelautan dan operasi penataan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, serta pengembangan infrastruktur pengawasan.
Di Sulsel, tidak hanya Dinas Kelautan dan Perikanan yang fokus menggelar sosialiasi dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem laut. Akademisi dan masyarakat umum lainnya juga aktif mensosialisasi upaya bersama untuk memerangi perusak perairan. Salah satu upaya yakni melalui seminat dan talkshow di mana. Misalnya saja talkshow “Penanggulangan Destructive Fishing (DF) di Perairan Kepulauan Spermonde” yang digelar di Kampus Unhas, beberapa waktu lalu. Kegiatan ini pun menghasilkan beberapa rekomendasi untuk menghentikan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. (fachruddin palapa)


Share


Komentar Anda



Tinggalkan komentar