Site icon Berita Kota Makassar

”Tidak Mauka Kembali, Nanti Disiksa”

MAKASSAR, BKM — Satu persatu fakta miris terungkap dalam kasus praktik perbudakan yang dialami Mansyur. Pria berusia 26 tahun ini disekap selama sembilan tahun, dan dianiaya dengan berbagai model.
Warga Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba yang ditemui BKM, Selasa (15/10) mengaku sudah lama mengetahui Penning dan Mahumah terhadap anak kandungnya itu.
Seperti diutarakan Amirullah (51), tetangga Penning. Ia pula yang mendampingi korban kekerasan tersebut melapor ke Mapolsek Gantarang untuk melaporkan perlakuan kedua orang tuanya.
Dari penuturan Amirullah, Mansyur memiliki saudara kandung bernama Uni. Wanita usia 23 tahun itu telah menikah dengan seorang pria dari Palimmasang.
”Setelah menikah, anak itu tidak mau pulang jika kedua orang tuanya masih hidup. Takut mengalami kejadian seperti yang dialami kakaknya,” terang Amirullah, kemarin.
Amirullah mengungkap, dirinya kerap menyaksikan Penning memperlakukan tidak wajar terhadap putranya itu. Padahal, Mansyur diketahui sedikit mengalami gangguan kejiwaan dan butuh penanganan medis.
”Pernah suatu waktu, anaknya itu (Mansyur) disuruh tangkap anjing. Kalau anjingnya tidak tertangkap, si anak dilempari batu,” jelas Amirullah lagi.
Meski begitu, lanjut Amirullah, ia dan tetangga lainnya takut melapor hal itu ke aparat hukum. Karena kedua orang tua Mansyur selalu mengancam mereka.
Bentuk penyiksaan lain yang disaksikan warga, selama 3×24 jam Mansyur disekap di WC tanpa diberi makan. Hal itu sudah berlangsung cukup lama. Tangan dan kakinya pun diikat.
Gunadi Gani selaku kepala Lingkungan Sapiri, mengaku sudah tiga kali mendatangi Penning. Ia mengingatkan tentang perlakuan tak manusiawi terhadap anaknya. Hanya saja, itikat baik tersebut selalu diabaikan oleh Penning.
”Pak Kepala Lingkungan meminta kepada Penning untuk melepas anaknya. Saat itu Mansyur memang dilepas. Tapi setelah kepala lingkungan pulang, dia dikurung lagi,” jelasnya.
Sakati (87), nenek Mansyur atau ibu dari Marhumah tidak bisa berbuat apa-apa ketika cucunya disiksa dan disekap. Sebab dirinya juga sering dapat perlakuan yang tidak wajar oleh anak kandungnya itu. Biasanya ia tak diberi makan jika menengur perlakuan Marhumah dan Penning kepada cucunya.
Lurah Jalanjang Akhmad Yusri yang dihubungi terpisah, mengaku baru mengetahui kejadian ini saat dimintai tanggapannya. Meski begitu, dia sangat menyayangkan kejadian tersebut. Yusri berharap ada sanksi hukum terhadap Penning yang menyekap anak kandungnya sendiri.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Bulukumba AKP Bery Juana Putera, mengatakan saat ini pihaknya sementara melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Juga melengkapi berkas pendukung. ”Pelaku ditahan di mapolres,” ujarnya.

Didampingi Psikolog

Saat ini, Mansyur tengah dalam penanganan tim dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulsel.
“Tim kami sementara melakukan penanganan. Korban didampingi oleh psikolog untuk menangani psikis dan emosionalnya,” ungkap Kepala Dinas DP3A Sulsel Andi Ilham Gazaling, Selasa (15/10).
Selanjutnya, setelah kondisi cukup stabil, pihaknya akan menghubungi keluarga korban yang ikhlas ingin menampungnya.
“Tapi untuk saat ini, korban harus mengikuti konsul dan pendampingan dulu sampai kondisinya stabil. Setelah itu, kami akan mencarikan keluarganya yang bisa mengasuh dia dengan baik,” jelasnya.
Dia mengemukakan, tidak menutup kemungkinan kasus seperti ini terjadi di daerah lain. Karenanya, dia meminta agar stakeholder terkait, khususnya DP3A kabupaten/kota selalu melakukan monitoring.
“Kalau ada kasus seperti itu, atau kekerasan dalam rumah tangga, cepat ambil langkah penanganan,” tandasnya.
Kepala UPT P2TP2A Sulsel Meisy Papayungan menjelaskan, selama penanganan, untuk sementara, korban diinapkan di shelter atau rumah singgah yang bernama Rumah Aman di kawasan Antang.
“Kondisi fisik korban semakin membaik. Dia juga rajin makan. Mungkin karena selama ini hanya diberi makan satu kali satu hari,” jelasnya.
Setiap pagi, Mansyur akan dibawa ke P2TP2A Sulsel untuk ditangani dan dibawa kembali ke shelter setelah jam pulang kantor.
Saat ditemui di P2TP2A kemarin, kondisi korban mulai membaik. Dia cukup ramah dan mudah berinteraksi dengan orang di sekitarnya.
Malah, saat Kadis Sosial Andi Ilham Gazaling dan Asisten III Tautoto Tana Ranggina mengunjunginya, dia secara gamblang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan untuknya. Walaupun dengan penjelasan yang kadang kurang jelas dan menggunakan bahasa daerahnya.
Dia mengaku tidak mau lagi kembali ke rumahnya karena takut disiksa lagi. Malah dia tidak mengakui jika Penning (ayah) dan Humairah (ibu) sebagai orang tuanya.
“Tidak mauka kembali. Nanti disiksa baru tidak dikasih makan lagi,” ungkapnya.
Kepada dua pejabat pemprov tersebut, Mansyur menceritakan penderitaan yang dialaminya selama bersama orang tua. Baik waktu di Malaysia maupun di Bulukumba.
Dari pengamatan sejak Senin lalu, seperti yang dikemukakan Tissa Wulandari, psikolog pendampingnya, pada dasarnya korban menderita disabilitas intelektual. Daya tangkapnya kadang lamban. Interaksi dengan lingkungan kadang tiba-tiba agresif.
“Kita akan terus memantau perkembangan sampai kondisinya stabil,” tandas Tissa. (min-rhm/rus/b)
(min)

Exit mobile version