Site icon Berita Kota Makassar

Kadisdik Masih Godok Indikator Kelulusan

MAKASSAR, BKM– Pemerintah pusat resmi menghapus ujian nasional (UN) dalam agenda pendidikan. Penghapusan tersebut dituangkan dalam surat edaran kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Instruksi tersebut pun sudah ditindaklanjuti Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar, Abdul Rahman Bando, mengatakan, ujian nasional resmi ditiadakan.Dinas Pendidikan Makassar segera mengeluarkan surat edaran terkait batalnya pelaksanaan UN 2020 yang sedianya digelar April nanti.
Menurut Abd Rahman, saat ini, pihaknya sementara menggodok bagaimana indikator untuk menentukan kelulusan siswa.
Khusus untuk tingkat SMP, katanya, sudah ada kesepakatan jika penentu kelulusan siswa diambil dari rata-rata portofolio nilai semester satu hingga lima.
“Itulah menjadi nilai akhir penentu kelulusan,” ungkapnya saat dihubungi Minggu (29/3).
Yang masih dibahas sekarang, lanjutnya, adalah tingkat SD. Apakah penentuan kelulusannya diambil dari nilai rapar mulai dari kelas 1 hingga kelas 6, ataukah cukup dari kelas 4 hingga kelas 6.
“Itu masih sementara kita bahas. Kalau sudah ada kesepakatan, maka kita keluarkan SK untuk disampaikan ke sekolah-sekolah. Mungkin satu atau dua hari ke depan,” jelas Rahman.
Menanggapi sorotan masyarakat jika nilai rapor gampang dimainkan sebagai penentu kelulusan, Rahman mengatakan sekarang eranya rapor elektronik (eRapor). Nilai rapor siswa sudah tidak bisa diubah karena pengisiannya secara online dan datanya ada semua di dinas pendidikan dan kebudayaan.”Jadi tidak bisa dimainkan. Beda dengan dulu waktu rapornya masih sistem konvensional, mungkin nilainya masih bisa dimainkan,” ungkapnya.
Adapun jadwal UN untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat se- Kota Makassar sedianya berlangsung 20 sampai 23 April 2020.Di Makassar sendiri lanjut Rahman, sebanyak 22.970 pelajar yang siap mengikuti ujian nasional.
Terpisah, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, dalam rilisnya mengatakan, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mencoba melakukan survei terhadap guru-guru di 34 provinsi di Indonesia dan hasilnya mungkin mengejutkan bagi masyarakat luas.
Sebanyak 410 responden yang memberikan pendapatnya, sebanyak 81,94 persen guru di Indonesia menyatakan bahwa nilai rapor bisa dimanipulasi.
IGI mengajukan pertanyaan “PPDB 2020 akan menggunakan nilai rapor untuk penerimaan SMA dan SMP, menurut bapak dan ibu sebagai guru, apakah nilai-nilai rapor tersebut bisa di manipulasi??
Hasilnya, sebanyak 148 responden atau 36.09 persen menyatakan “sangat bisa”, sementara 188 responden atau 45,85 persen menyatakan “bisa” atau total 81,94 persen responden yang merupakan guru menyatakan yakin bisa dimanipulasi.
Sementara, kata Ramli Rahim, hanya 18,06 persen responden yang tidak yakin nilai rapor bisa dimanipulasi terdiri atas 18 responden atau 4,4 persen yang menyatakan “sulit”, 41 responden atau 10 persen menyatakan sangat sulit dan 15 responden atau 3,66 persen menyatakan mustahil atau tidak mungkin.
Ketika diberikan pertanyaan selanjutnya terkait alasan mereka yang tidak yakin nilai rapor bisa dimanipulasi, karena selama ini mereka sudah menggunakan e-rapor sehingga sangat sulit atau tidak mungkin lagi di manipulasi. Sementara mereka yang yakin bisa dimanipulasi karena mereka belum menggunakan e-rapor atau mereka tahu bahwa masih banyak sekolah yang belum menggunakan e-rapor.
Dari sana, jelas Ramli Rahim, pihaknya kemudian menelusuri dan menemukan data bahwa siswa SD kelas 6 dan siswa SMP kelas 9 yang saat ini akan menghadapi PPDB masih sangat banyak yang belum menggunakan erapor.
Data keseluruhan yang kami peroleh hanya 30-40 persen sekolah di Indonesia yang sudah menggunakan e-rapor dan karena itu penerimaan siswa baru lewat jalur prestasi tidak layak untuk digunakan.
“Sebagian guru menyatakan bahwa wali kelas dan kepala sekolah di SD dan SMP biasanya akan sulit menolak permintaan orang-orang tertentu untuk mengubah nilai rapor apalagi disertai ancaman nasib mereka atau kedekatan personal. Ini sangat berbeda dengan SMA yang cenderung sulit untuk diubah, apalagi orang tua tak perlu pusing lagi meskipun domisilinya jauh dari kampus karena anak-anak mereka sudah relatif dewasa. Selain itu kontrol kuat serta ancaman perguruan tinggi terhadap manipulasi nilai rapor juga terbilang sangat berat,” jelas Ramli.
Untuk itu, ujar Ramli, Ikatan Guru Indonesia mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim untuk menghapuskan jalur prestasi dalam PPDB 2020 nantinya. Untuk tingkat SMP cukup dengan menggunakan jalur domisili atau perpindahan orang tua. Jalur Prestasi menggunakan nilai Rapor boleh digunakan jika e-rapor sdh lebih dari 80 persen atau paling tidak 65 persen yang biasanya menjadi standar minimal digunakan menjadi kebijakan.
“Penggunaan jalur prestasi juga sangat berpotensi membuat orang tua mengalami stres dalam kondisi pendemo Covid 19. Orang tua akan jauh lebih stres jika anaknya tidak mendapatkan sekolah pada jenjang berikutnya dibanding berburu sekolah unggulan. Namun dengan sistem domisili dan Perpindahan orang tua 100 persen maka semua urusan bisa diatur oleh pemerintah dalam menentukan posisi sekolah bagi siapapun peserta PPDB 2020,” katanya.
Orang tua cukup mendapatkan pemberitahuan dari dinas pendidikan setempat bahwa anak mereka dipastikan akan mendapatkan sekolah dan akan bersekolah di sekolah yang sudah ditentukan oleh dinas pendidikan masing-masing. Hal ini tentu saja jauh lebih mudah dengan menggunakan domisili masing-masing orang tua siswa dan langsung menentukan sekolah yang dituju.(rhm)

Exit mobile version