Site icon Berita Kota Makassar

Positif Covid-19 Bertambah 102 Kasus Selama PSBB

MAKASSAR, BKM — Pemerintah Kota Makassar mulai melakukan evaluasi efektifitas penerapan pembatasan sosial berskala sesar (PSBB) yang segera berakhir. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui dan menentukan apakah kebijakan ini akan diperpanjangan atau disetop setelah dua pekan berjalan.
“Kami akan diskusikan dengan tim inti dan meminta pertimbangan apakah PSBB akan diperpanjang atau tidak. Setelah itu, segera diajukan ke Bapak Gubernur dan tim posko covid di provinsi,” ungkap Penjabat Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb di Posko Penanganan Covid-19 Kota Makassar, Selasa (5/5).
Secara umum, laju pertumbuhan kasus positif covid-19 di Kota Makassar masih terus bertambah. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat, hingga 5 Mei 2020, pasien positif di Kota Makassar telah mencapai 421 kasus, dengan angka 160 sembuh dan 33 meninggal dunia. Selebihnya masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Jumlah tersebut meningkat 102 kasus jika dibanding data saat mulai diberlakukannya PSBB, tepatnya 24 April lalu. Saat itu yang positif covid-19 tercatat 319 kasus.
Namun, Iqbal masih optimis PSBB di wilayahnya mampu menekan penyebaran virus corona. Dia pun memberi sinyal kebijakan tersebut tidak akan diperpanjang jika selama beberapa hari ke depan kepatuhan warga terus menunjukkan peningkatan.
Menurutnya, pemerintah kota masih akan terus memantau hingga hari terakhir PSBB, tepatnya 7 Mei 2020.
Meski data menunjukkan tren kasus terus bertambah, Iqbal justru mengklaim kasus positif covid-19 di Makassar sejak pelaksanaan PSBB terus mengalami penurunan.
“Kita mau PSBB hanya satu tahap. Dan kelihatannya data-data yang menunjukkan tingkat perkembangan selama dan sebelum PSBB itu menurun,” ujarnya.
Di lain pihak, legislator DPRD Makassar, Anwar Farouk sebelumnya mengkritik pelaksanaan PSBB di kota ini. Ia menilai PSBB belum berjalan efektif seiring ditemukan banyaknya pelanggaran. Di antaranya masih banyak warga yang beraktifitas tanpa menggunakan masker. Juga mengabaikan aturan jaga jarak, terutama jelang buka puasa.
Pihaknya juga kecewa dengan penjagaan di posko perbatasan kota. Berdasarkan pantauan, penjagaan longgar dalam mengawasi keluar masuk kendaraan.
“Iya, ada pemeriksaan di perbatasan, tapi saya lihat terkesan apa adanya saja. Banyak kendaraan yang lolos tanpa diperiksa. Padahal ini PSBB, seharusnya dilakukan secara ketat,” ujarnya.
DPRD Makassar meminta pemerintah daerah mencari solusi agar masyarakat patuh terhadap PSBB. Seperti meningkatkan edukasi terkait bahaya virus corona melalui peran kelurahan hingga RT dan RW. Selain itu, penegakan saknsi sehingga memberikan efek jera.
Hal senada disampaikan legislator Fraksi Gerindra Kasrudi. Menurutnya, penerapan PSBB di Makassar tidak berjalan efektif dan tidak banyak dampak yang diberikan. Justru sebaliknya, menambah polemik di dalamnya seperti pengamanan, pembagian sembako, hingga aktivitas masyarakat yang bertebaran di jalan. Dia pun menyebut Pemkot Makassar belum siap di segala lini untuk menjawab dampak yang ditimbulkan.
“Pemerintah kota saya pikir tidak peka dengan masalah ini. PSBB tapi kok seperti ini situasinya. Ini kebijakan diperbaiki dulu. Pemerintah mengevaluasi dan memperbaiki sistem serta mekanisme pelaksanaannya untuk kemudian dilanjutkan. Masih banyak yang keluyuran secara leluasa seperti bukan PSBB,” cetusnya.
Wakil rakyat dari dapil IV Manggala dan Panakukkang ini juga mengkritik soal sandang pangan kebutuhan masyarakat yang tidak terjamin selama PSBB. Mereka menanti bantuan pemerintah yang diduga dimainkan oleh oknum tertentu.
Perlunya evaluasi dilakukan, karena sampai saat ini masih tingginya mobilitas warga Kota Makassar, meski sudah diimbau untuk tetap berada di rumah.
“Kasihan juga, karena tidak ada penghasilan dan kebutuhan belum tercukupi. Apalagi menanti sembako tapi tidak kunjung datang, pastimi masih keluyuran mereka. Ini yang pemkot perlu evaluasi,” tuturnya.
Legislator Fraksi Demokrat DPRD Makassar Fatma Wahyuddin, mengatakan perlu ada penindakan yang lebih tegas dan menambah titik pemeriksaan di Kota Makassar, bukan hanya diperbatasan. Juga dilakukan pengecekan status warga yang masih berkeliaran di jalan ataupun di angkot, serta transportasi umum lainnya.
“Bisa lama PSBB kalau seperti ini penerapannya. Saya lihat orang masih bebas ke mana-mana. Adami yang tidak pakai masker. Masih nongkrong di pinggir jalan. Harusnya bukan cuma perbatasan saja ada pemeriksaan, tambah titiknya dalam kota juga. Jadi yang tetap berkeliaran juga diperiksa,” tegasnya.
Sosiolog Universitas Hasanuddin Makassar Dr Ramli AT, melihat penerapan PSBB masih menemui kendala. Termasuk antara pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah masih belum bisa mengomunikasikan secara luas pemahaman akan krisis dan dampak dari pandemi covid-19, serta menjamin kebutuhan serta bantuan untuk masyarakat selama masa PSBB.
“Di sini problem pemerintah dan masyarakat. Penerapan PSBB lebih banyak mendorong masyarakat untuk survive, karena aktivitas ekonomi banyak mengalami penurunan dratis, krisis sosial dan paling rentan adalah kelompok miskin ke bawah yang tidak percaya lagi dengan imbauan pemerintah. Makanya, PSBB ini tidak berlaku bagi mereka. Entah karena itu tidak ada bantuan dan ketersediaan pangan,” ujarnya.
Terlebih lagi, penerapan PSBB tidak disesuaikan dengan mobilitas penduduk Makassar yang tergolong sangat padat. Menurutnya. pemberlakuan PSBB tidak akan membawa perubahan yang signifkan, dengan melihat interaksi sosial di masyarakat yang terlihat seperti biasa.
“Ini masalah sosialisasi yang tidak efektif. Penerapan PSBB kalau kita perhatikan berkaitan dengan mobilitas sosial dan penduduk. Jadi jika kita mau terapkan PSBB di Makassar, yang perlu diperhatikan adalah mobilitas penduduknya seperti apa. Makassar ini kan bisa dikatakan padat penduduk. Apalagi banyak pendatang. Akses keluar masuk banyak,” bebernya. (rhm-ita)

Exit mobile version