pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Sebelum Viral, ‘Ladang’ Uang Ini Dulunya Kebun Jagung

Berkunjung ke Kawasan Bolangi Ampat, Ikon Baru di Bukit Pattallassang

APAKAH Anda pernah berkunjung ke Raja Ampat, Papua? Jika iya, coba bandingkan dengan Bolangi Ampat. Mirip kan?

KAWASAN Bolangi Ampat terletak di puncak bukti Bolangi Appa, Dusun Parassui, Desa Timbuseng, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa. Dalam bahasa Makassar, appa berarti empat.
Dari luar kawasan, orang hanya bisa menyaksikan hamparan kebun yang kosong. Dulu, kawasan ini jadi lahan penanaman jagung. Namun kini sudah tidak lagi.
Sebagian di antaranya sudah dipenuhi motor dan mobil yang terparkir. Kendaraan tersebut milik para pengunjung. Muda mudi ini datang untuk melihat keindahan panorama waduk Bilibili dari puncak Bolangi Appa. Keramaian ini muncul setelah Bolangi Appa viral di dunia maya. Banyak yang menyebut Bolangi Ampat mirip dengan Raja Ampat.
Mereka datang dari berbagai penjuru kota di Sulsel, seperti Makassar, Maros, Takalar dan beberapa  daerah lagi. ereka penasaran ingin melihat langsung duplikat Raja Ampat, Papua yang sudah terkenal hingga ke mancanegara.
“Saya penasaran. Katanya ada Raja Ampat di Gowa. Namanya Bolangi Ampat. Seperti apa yah? Saya lihat di medsos, ternyata sudah viral. Memang ada pulau kecil terhampar di tengah wadung Bilibili. Setelah melihatnya secara langsung, saya percaya kalau lokasi ini memang eksotis sekali,” tutur Marlina, seorang pengunjung. Ia datang bersama kekasihnya Surya akhir pekan lalu, Sabtu (27/6).
Ungkapan rasa kagum juga datang dari Nurliah Ruma. Ia fasilitator pusat Program Kotaku Korkot Wilayah IV Sulsel, meliputi Gowa, Bantaeng, Sinjai, Bulukumba, dan Selayar. Nurliah bahkan mengaku sangat ketinggalan dan kecolongan.
”Gowa ini kampung halaman saya. Ternyata ada poteni besar. Terus terang saya kecolongan, karena kawasan potensi wisata baru ini viral di medsos dan saya belum pernah melihatnya. Karena itu, hari ini saya datang khusus untuk menjawab rasa penasaran saya itu,” ujarnya.
Kecolongan yang dimaksud Nurliah, karena masyarakat dari berbagai daerah sudah beramai-ramai datang ke Bolangi Ampat. Bahkan sampai berkali-kali. Sementara dirinya baru sekali ini saja. ”Saya tidak bisa bercerita jika saya tidak melihat langsung kebenarannya,” ungkap Nurliah.
Sebagai Korkot Kotaku yang menangani kawasan kumuh dan pencetus kawasan-kawasan potensi untuk dijadikan kawasan potensi wisata, Nurliah Ruma pun langsung bereaksi. Ia menawarkan ide penataan kawasan Bolangi Ampat agar menjadi lebih keren lagi.
“Pemuda di sini, di wilayah Bolangi Ampat ini harus buka mata dan asah otak untuk mengembangkan kawasan ini. Pemerintah daerah pun harus cepat tanggap karena Bolangi Ampat bisa menjadi ‘ladang’ uang bagi daerah,” kata Nurliah Ruma.
Kawasan Bolangi Ampat ini, menurut komunitas pemuda Parassui yang mengelolanya saat ini, berada di luasan 47 are. Pemiliknya ada tiga orang.
Untuk area perparkiran dan kawasan kuliner berupa warung makan, masing-masing pemiliknya berbeda namun masih status keluarga. Sementara untuk lahan dalam, di mana hamparan waduk Bilibili bisa terlihat dengan jelas di bibir jurang, merupakan milik Hadi Dg Ngenang bersama suaminya Hamjah Dg Ngella.
Awal mula lokasinya disebut Bolangi Ampat, Hadi mengaku dirinya bagai baru terbangun dari tidurnya. “Lokasi ini sebenarnya ladang jagung. Sebagiannya rindang oleh pepohonan. Saya tidak tahu kalau ternyata tanah saya ini menyimpan potensi besar. Itu kata orang. Karena saya tidak berpikir kesituji,” ujarnya. Wanita 48 tahun ini baru sadar saat suaminya menebang seluruh pohon yang tumbuh di kebun miliknya. Setelah pepohonan tak lagi menghalangi, tampaklah hamparan air waduk Bilibili dari ketinggian kebun milik Hadi. ”Ternyata, dendee… anu pore paeng (potensi yang luar biasa),” cetus Hadi dalam bahasa dan logat Makassar yang kental.
Ia menyebut, lokasi kebunnya ini mulai ramai dikunjungi orang beberapa hari setelah lebaran Idul Fitri, Mei 2020 lalu. Ketika itu, sekelompok pemuda kampung masuk ke kebunnya. Mereka lalu berswafoto di beberapa titik. Selanjutnya mengunggahnya di media sosial, hingga akhirnya viral.
“Iye, setelah lebaran Idul Fitri lalu anak-anak muda di sini mulai memperkenalkan pemandangan permukaan waduk Bilibili. Mereka berdiri di atas lahan kebun saya ini. Setelah terkenalmi, viral nabilang anak-anaka, banyakmi orang masuk. Kemudian pemuda-pemuda di sini mulaimi menata kawasan ini. Adami tempat parkir dan tempat jualan. Sekarang hampir setiap hari ramaimi orang datang. Apalagi kalau Sabtu dan Minggu,” jelas Hadi Dg Ngenang.
Biasanya, Hadi tiba di lokasi Bolangi Ampat pukul 14.30 Wita. Ia mengamati pengunjung yang mengalir hingga pukul 17.30 Wita. Mereka didominasi kaum muda mudi.
Pintu masuk gerbang kawasan ini terbuat dari bambu. Ditutupi papan nama yang terbuat dari kain spanduk plastik. Tertera tulisan Selamat Datang di Lokasi Wisata Bolangi Ampat. Beberapa orang menerima retribusi masuk. Belum ada karcis yang disediakan. Pengunjung membayar Rp5.000 per orang.
Semakin sore menjelang petang, kawasan Bolangi Ampat kain ramai dengan pengunjung. Mereka begitu betah berlama-lama di puncak sambil berswafoto aneka macam gaya.
Pengelola pun proaktif mengingatkan para pengunjung agar selalu waspada jika berada di pinggir atau di bibir jurang curam. Pasalnya, hingga kini belum ada pengaman permanen. Yang ada hanyalah tumpukan batu gunung ditata sedemikian rupa. Ada pula pengamanan tambahan berupa seutas tali plastik yang dibentang di batas bibir jurang yang curam.
“Janganki terlalu ke pinggir, nanti jatuh. Kalau tidak mauki mendengar, sebaiknya pulang saja. Kami tidak mau Anda berisiko,” begitu teriakan peringatan dari pengelola melalui pengeras suara jenis megaphone.
Bolangi Ampat ini dikelola komunitas pemuda Parassui yang diketuai Daeng Mangung. Di bawah pengelolaan Bolangi Ampat ini, menurut Mursalim, salah satu anggota komunitas yang berjaga di pintu masuk, omzet yang diperoleh pengelola setiap akhir pekan cukup banyak dan cenderung naik.
Dari awalnya yang hanya mengumpulkan uang jasa karcis masuk antara Rp1 juta hingga Rp2 juta, kini pengelola sudah mendapatkan pemasukan hingga Rp6 juta.
“Untuk saat ini kami belum menggunakan fisik karcis, karena sementara dicetak. Jadi pendapatan yang diperoleh dihitung dengan sistem mencatat jumlah orang yang masuk,” ujar Mursalim.
Dari retribusi pengunjung itu, lanjut Mursalim, selanjutnya digunakan untuk menyediakan fasilitas pendukung di dalam kawasan. Salah satunya dengan membuat toilet. Saat ini sudah ada dua toilet yang disedikan. Satu unit ditempatkan di areal parkir kendaraan. Satunya lagi diletakkan di dalam kawasan Bolangi Ampat.
Sekarang, kata Mursalim, pengunjung tidak hanya datang siang hari, tapi ada juga yang sengaja datang pada pukul enam pagi dan hingga jam lima sore. Mereka datang di awal pagi dan jelang petang, karena ingin melihat  pemandangan indah dengan semburat jingga dari arah barat maupun timur.
Dengan pendapatan yang mulai masuk setiap akhir pekan, pihak pengelola kini mulai mengembangkan pengelolaan Bolangi Ampat secara pelan-pelan.
Lalu bagaimana pengelola bersinergi dengan para pemilik lahan? Mursalim menjelaskan, pembagian dilakukan dengan sistem persenan.
“Setiap pemasukan, khususnya di pintu masuk, kami beri ke pemilik lahan masing-masing 10 persen. Selebihnya masuk kas komunitas kami untuk biaya pengelolaan,” terang Mursalim.
Bolangi Ampat di Dusun Parassui ini berjarak lima kilometer dari ibu kota Desa Timbuseng. Infrastruktur jalan menuju lokasi ini mulus. Medannya pun variatif. Ada yang menanjak. Ada yang landai. Ada pula penurunan.
Jika masuk dari Desa Timbuseng tepat di samping kantor desa, maka setelah balik dari Bolangi Ampat, pengunjung lebih memilih melewati poros Bontosunggu. Jalur ini tembus di bibir waduk Bilibili. Tepatnya di Kelurahan Bontoparang, Kecamatan Parangloe.
Keluar dari poros Bontosunggu ini, pengunjung bisa melalui Kampung Bilaya, Desa Pallantikang, Kecamatan Pattallassang (jika ke arah timur) menuju kota Sungguminasa-Jalan Hertasning, Makassar.
Tapi jika ingin ke arah selatan melewati pintu gerbang waduk Bilibili, maka harus melintas di poros Bilibili, Desa Bilibili, Kecamatan Bontomarannu. Selanjutnya menuju kota Sungguminasa-Makassar. (saribulan)




×


Sebelum Viral, ‘Ladang’ Uang Ini Dulunya Kebun Jagung

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link

Tinggalkan komentar