MAKASSAR, BKM — Dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), koalisi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, PPDI Sulawesi Selatan serta HWDI Sulawesi Selatan, menggelar diskusi tematik bertajuk ketersediaan layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
Diskusi yang dilaksanakan itu merupakan rangkaian Temu Inklusi Nasional #4. Sebuah kegiatan dua tahunan yang diinisiasi SIGAB Indonesia untuk mempertemukan penggiat difabel dari seluruh wilayah di Indonesia. Dan tahun ini dilakukan secara daring sejak September hingga Desember 2020.
Diskusi ini bertujuan mengidentifikasi peluang dan hambatan serta upaya yang telah dilakukan berbagai pihak dalam rangka pemenuhan hak layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas dan merumuskan strategi bersama baik pada level nasional maupun daerah untuk meningkatkan dan memperluas akses layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas.
Hadir dalam diskusi ini narasumber dan penanggap dari pemangku kepentingan terkait di pemerintah pusat dan daerah, organisasi advokat dan organisasi bantuan hukum serta masyarakat sipil khususnya organisasi penyandang disabilitas yang selama ini telah bergerak mendorong pemenuhan hak atas layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas baik di tingkat nasional maupun daerah sebagaimana diatur dalam Undang undang RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Diskusi yang dipandu Kepala Divisi Hak Perempuan, Anak dan Penyandang Disabilitas LBH Makassar, Rezky Pratiwi, dimulai dengan pemaparan Ketua HWDI Sulsel, Maria Un yang memaparkan data kasus penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum yang ditangani bersama LBH Makassar dan HWDI Sulsel. Dimana didominasi kasus kekerasan.
Ditemukan pula sejumlah hambatan dan tantangan dalam proses penanganannya baik dari korban sendiri, keluarga, para advokat pendamping dan aparat penegak hukum yang umumnya belum memiliki perspektif dan pengetahuan dalam mendampingi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
Selain itu, belum tersedianya dokter, psikolog/psikiater yang dibutuhkan untuk melakukan profile assesment bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum tentunya berdampak pada tidak terpenuhinya akses mereka terhadap keadilan.
Reza Fikri Febriansyah, Kepala Seksi Pembahasan RUUII Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI, memaparkan, BPHN sudah memberi perhatian khusus bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan layanan bantuan hukum, dengan menyiapkan pendataan jumlah penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Arah kebijakan dan upaya pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak atas layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
”BPHN mendukung penuh setiap cita-cita untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan bantuan hukum terhadap penyandang disabilitas,” paparnya.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, H Azhar Arsyad, menyampaikan, program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Tahun 2021 terdiri dari 13 Ranperda, yaitu 6 Ranperda inisiatif DPRD dan 7 Ranperda Usulan Gubernur. Dimana salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum yang di dalamnya telah memasukkan penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok masyarakat yang akan menjadi penerima layanan. Ranperda tersebut merupakan usulan dari DPRD Prov. Sulsel.
Adapun narasumber keempat adalah Jamil Misbah selaku Ketua DPC PERADI Makassar yang memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan guna mendorong layanan probono oleh advokat PERADI Makassar.
”Telah ada komitmen bersama dengan stakeholder di Kota Makassar pada tanggal 23 September 2020 yang ditandatangani DPC PERADI Makassar dan PBH PERADI Makassar. Kami senantiasa mengikutkan anggota dalam pelatihan penanganan kasus penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum,” jelasnya. (arf)
LBH Makassar Diskusikan Layanan Bantuan Hukum Penyandang Disabilitas

×





