MAKASSAR, BKM — Hingga akhir Maret 2021, pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar sejumlah kabupaten/kota di Sulsel belum juga rampung. Padahal berdasarkan ketentuan, ajang tersebut harusnya tuntas enam bulan setelah digelar musyawarah nasional (munas).
Namun, sudah hampir setahun munas selesai digelar, dengan terpilihnya Airlangga Hartarto sebagai ketua umum DPP Golkar. Tarik ulur mewarnai perjalanan pelaksanaan musda.
Akibatnya, pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Sulsel yang dipimpin Taufan Pawe (TP) mendapat peringatan dari Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Golkar Mustafa Radja. Ia meminta Golkar Sulsel untuk tidak membuat aturan sendiri dalam pelaksanaan musda Golkar kabupaten/kota.
Dia menegaskan, aturan dan pelaksanaan musda sudah termaktub dalam Peraturan Organisasi (PO) No 02 tahun 2020, sehingga jangan ada lagi ada gerakan tambahan. “Sejak kapan Golkar menggelar musda melakukan uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test? Di PO itu tidak ada yang seperti itu,” cetus Mustafa Radja usia menghadiri pelantikan DPD Bapera Sulsel.
Apalagi dalam PO itu tak satupun pasal yang mengatur uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon ketua DPD II Golkar. Karena itu dia menekankan Golkar Sulsel tidak membuat aturan sendiri.
Di petunjuk pelaksanaan (juklak) juga disebutkan musda Golkar kabupaten/kota digelar selambat-lambatnya enam bukan setelah munas dilaksanakan. “Pasal berapa dan aturan mana yang mewajibkan calon ketua DPD II di fit and proper test? Apakah kemarin ketua DPD I waktu maju menjalani fit and proper test? Jadi jangan buat aturan di luar yang sudah ditetapkan DPP,” ketusnya.
Apalagi, kata dia, dengan melakukan penundaan pelaksanaan musda jelas sudah melanggar aturan main organisasi. Mustafa meminta, DPD I sebaiknya tidak melakukan rekayasa politik. Termasuk dengan mengusulkan adanya diskresi.
Diskresi itu ada di tangan ketua umum, sehingga tidak mudah dikeluarkan. Jadi sebaiknya musda kabupaten/kota dilakukan dengan cara demokratis agar ketua yang dipilih berdasarkan suara kader dan pemilik suara.
“Jangan kira diskresi itu mudah dikeluarkan. Kalau mau musda laksanakan, jangan menunda-nunda dengan alasan diskresi belum terbit dan ada syarat khusus yang dibuat-buat,” terangnya.
Wakil Ketua Bidang Kajian Strategis Golkar Sulsel Herman Heizer berdalih, uji kelayakan dan kepatutan merupakan metode pengenalan calon untuk mengetahui visi misinya. Uji kelayakan ini bukan syarat mutlak atau bukan aturan organisasi partai Golkar.
Dirinya menjelaskan, Golkar Sulsel di bawah kepemimpinan TP dengan menghadirkan paradigma baru. Menginginkan ketua DPD II ke depannya memiliki jiwa militansi membesarkan partai. Ketua terpilih harus mampu memenangkan setiap event politik. Salah satunya mengantarkan Ketum Golkar Airlangga Hartarto menjadi presiden di tahun 2024.
“Di dalam setiap uji kelayakan, Pak Ketua (Taufan Pawe) selalu sampaikan kepada calon, ini bukan syarat mutlak menjadi ketua DPD II. Ini hanya sebuah inovasi yang kita lakukan untuk memastikan calon tersebut mampu memenangkan Partai Golkar pada semua ajang Pemilu. Terkhusus mengantarkan Airlangga memenangkan pilpres di 2024,” jelasnya.
Direktur Lembaga Survei Celebes Research Center (CRC) ini mengungkapkan, uji kelayakan selalu disosialiasikan kepada calon, bahwa hal ini bukan syarat mutlak musda DPP II. Bahkan, para calon diberi kesempatan jika uji kelayakan tersebut memberatkan dan tidak ingin dilanjutkan.
“Justru mereka mengapresasi. Karena dilakukan secara profesional. Kita berikan puluhan pertanyaan untuk mengetahui kulitas dan kapasitas calon-calon ketua. Melihat tantangan ke depan, Golkar saat ini butuh leadership yang kuat,” ungkap Herman yang juga penelis uji kelayakan Golkar Sulsel.
Seperti diketahui, hingga saat ini baru empat daerah yang telah menggelar musda, yakni Toraja Utara yang kini dipimpin Yohanis Bassang, Basli Ali di Selayar, Munafri Arifuddin di Makassar dan Andi Ilham Zainuddin di Pangkep. (rif)
Tarik Ulur Musda Golkar 20 Daerah
