MAKASSAR, BKM — Pro kontra kehadiran tim detektor yang diturunkan Pemkot Makassar ke rumah-rumah hingga saat ini masih terus berlanjut. Kritikan bukan hanya berasal dari kalangan warga biasa, namun juga dari akademisi.
Salah satunya dari warga bernama Dewi. Dia mengatakan dirinya kurang setuju setuju dengan kunjungan mereka ke rumah-rumah. “Seharusnya mereka ke warkop atau mal, tempat di mana orang orang tidak stay at home, dan langsung lakukan rapid antigen. Kalau hasilnya positif, tentu sudah tahu kan apa yang harus dilakukan,” ujar Dewi, kemarin.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Kelurahan Pabatang dan Kecamatan Mamajang, Ustas Winoto mengatakan, program Makassar Recover dengan menurunkan Satgas Detektor melakukan pemeriksaan adalah suatu hal yang positif.
“Ini adalah kepedulian pemerintah kota, dalam hal ini wali kota dan wakil wali kota Makassar kepada masyarakatnya, bagaimana mencegah dan melindungi masyarakatnya dari pandemi covid-19,” ucap Ustad Winoto, Senin (11/7).
Menurutnya, langkah ini dilakukan sebagai bukti keseriusan pemkot dalam mencegah penularan covid-19 dan perlu perhatian bersama untuk memutus mata rantainya. “Sampel kesehatan kita diambil sangat baik. Respons kami sangat jelas, sangat mengapresiasi positif kepada semua petugas. Mencari data untuk kesehatan kita bersama. Jadi manfaatnya untuk masyarakat itu sendiri,” ujar ustas H Winoto.
Apresiasi terhadap Satgas Detektor juga dilakukan oleh Fitriani Sari Rachman, warga kompleks Unhas. Menurutnya, melakukan pendeteksian sejak awal untuk mengetahui riwayat penyakit warga di tengah pendemi ini sangat penting.
“Dengan adanya kegaiatan seperti ini kita terdeteksi sejak awal, karena pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh Satgas Detektor terkait dengan riwayat penyakit. Tekanan darah juga diperiksa. Termasuk saturasi oksigen sampai suhu tubuh. Kalau memeng ada gejala pasti akan terlihat. Jadi saya sih apresiasi dengan program ini,” ujar Fitriani.
Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto mengakui tidak semua orang akan setuju dengan kebijakan yang dikeluarkannya. “Pasti ada pro kontra. Namun saya tegasnya, ini kami lakukan pada intinya merupakan niat tulus, dan memang mau berbuat,” ungkap Danny, kemarin.
Diapun menanggapi santai warga yang menolak tim detektor. Menurut Danny, hal itu tidak masalah.
Namun, dirinya menekankan, selain mendeteksi status kesehatan warga, detektor juga turun untuk mengumpulkan data penduduk agar bisa dibuatkan QR code.
“Tidak apa-apa kalau menolak. Tapi jangan juga sesalkan kita, kalau kau tidak dapat QR code. Kan kita gerakan ini untuk diaji. Kalau tidak mau, tidak usah. Tapi jangan menyesal, kalau mereka tidak bisa urus apa-apa di pemerintah kota kalau tidak punya QR code. Ituji,” tegas Danny.
Dia mengatakan, bagi yang tidak mau didata, otomatis tidak akan memiliki QR code. Sehingga sangat jelas dan bisa terdeteksi mereka-mereka yang tidak terdata.
“Artinya, kalau menolak diberikan QR code, jadi mereka menolak dilayani oleh pemkot. Jangan nanti mengeluh, karena semua yang menolak sudah ada namanya. Termasuk dia sakit, tidak dilayaniki. Karena kita seluruh kota akan dapat barcode. Untuk banyak hal, misalnya masuk fasilitas, harus ada QR codenya. Bahkan untuk masuk mal harus ada. Jadi kalau tidak mau, tidak apa apa. Kita syukur juga, tugasnya jadi ringan,” jelas Danny.
Diapun mengaku sedih karena banyak komentar yang memfitnah tim detektor sebagai penyebar virus. Padahal sebelum turun ke rumah warga, mereka sudah mengikuti SOP yang telah ditentukan. (rhm)