GOWA, BKM–Masyarakat diberikan hak untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu dan Bawaslu diberikan tugas untuk meningkatkan partisipasi pengawasan masyarakat.
Untuk itu perlu didengar masukan stakeholder untuk memaksimalkan kerja-kerja Bawaslu Gowa.
Hal ini dikatakan Saparuddin selaku Koordiv Hukum, Humas dan Datin Bawaslu Gowa saat menjelaskan isi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 terkait peningkatan partisipasi pengawasan masyarakat.
Penjelasan ini diuraikan Saparuddin dalam mengisi dialog publik tematik di kantor Bawaslu Gowa, Senin (13/6).
Dialog publik ini mengulas tentang peran dan partisipasi perempuan pada pelaksanaan pemilu 2024 mendatang. Dialogi ini pula digelar secara luring dan daring dengan menghadirkan peserta dari berbagai stakeholder perempuan.
Perempuan adalah sosok paling rentan terjebak pelanggaran pemilu. Karena itu komisioner Bawaslu Sulsel Saiful Jihad berharap agar peran perempuan bisa memberi makna penguatan nilai demokrasi yang bermartabat dan berintegritas. “Perempuan sebaiknya terlibat aktif dalam Pemilu, bukan hanya menjadi objek tapi juga menjadi subjek dalam perhelatan pesta demokrasi tersebut.
Perempuan harus memberi penguatan nilai bukan hanya memenuhi kuota 30 persen yang diperintahkan undang-undang, demi mewujudkan pemilihan yang bermartabat dan berintegritas. Namun perempuan harus tahu dan paham betul undang-undang kepemiluan,” kata Saiful.
Dalam survei yang dilakukan Bawaslu bekerjasama dengan Kepolisian serta Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar, masyarakat memaknai politik uang itu hanya uang cash yang mereka terima padahal barang tertentu juga termasuk politik uang. “Peserta Pemilu yang terpilih karena praktek politik uang akan melahirkan pemimpin yang tidak berpihak kepada rakyat, ” tambah Saiful.
Husaima Husain sebagai narasumber menjelaskan bahwa perempuan memang harus berperan besar dalam Pemilu. Selain karena sebagai warga negara Indonesia dan memiliki kewajiban penuh memberikan dukungan kepada pelaksanaan demokrasi negara, perempuan juga merupakan simbol penggerak massa yang cukup handal.
Tak heran bilamana dalam aktivitasnya di ranah Pemilu, perempuan kadang dijadikan ‘jagoan’ dalam mengajak masyarakat untuk mensukseskan Pemilu, Pileg, Pilpres maupun Pilkada.
“Perempuan harus dibekali pengetahuan dan pemahaman yang baik terkait demokrasi dan kepemiluan. Apalagi perempuan terkenal paling jago merayu untuk mengajak calon pemilih. Dan perempuan pun menjadi sangat rentan melakukan pelanggaran itu, ” kata Husaima.
Aktivis perempuan yang juga tergabung dalam Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sulsel ini banyak menggali komunikasi dengan peserta dialog yang didominasi perempuan berbagai perwakilan stakeholder serta dihadiri Ketua Bawaslu Gowa Samsuar Saleh, anggota KPU Gowa Nuzul Fitri bersama komisioner lainnya yakni Yusnaeni, Juanto, Suharli dan Kepala Sekretariat Bawaslu Gowa Zulkarnain.
Dalam dialog itu salah seorang perwakilan perempuan yang konon pernah terjebak masalah pemilu dan akhirnya diganjar penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan oleh PN Gowa menuturkan pengalamannya menjadi pelaku pelanggaran ketidaknetralan ASN dalam Pilkada 2020 silam.
Perempuan bernama RN ini mengungkap kesaksiannya terkait kasus pelanggaran netralitas ASN yang dialaminya tersebut dan akhirnya diproses Bawaslu dan dipidana.
“Saya terjebak konteks dimana saya dialihkan pada ranah yang tidak saya pahami sebelumnya karena kapasitas saya berkomentar di group facebook saat itu pada saat magrib dan saya berpikir saya sudah bukan ASN di jam itu. Saat itu saya belum membuka pasal apa yang menjerat ASN. Dan setelah saya pahami ternyata ASN itu mengikat selama 24 jam, dan akhirnya saya kena pelanggaran sebagai ASN. Ini pengalaman saya karena ketidaktahuan saya saat itu,” ungkap RN. (sar/rif)