MAMUJU, BKM — Langkah tegas diambil penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar). Mereka menyita barang bukti uang sebesar Rp4,2 miliar dari kasus dugaan korupsi peremajaan sawit rakyat atau PSR Kabupaten Pasangkayu tahun anggaran 2019. Untuk sementara uang tersebut diamankan di Bank Mandiri Cabang Mamuju.
“Barang bukti yang disita senilai Rp4.204.374.850,” ujar Kasi Penkum Kejati Sulbar Amiruddin, Jumat (17/6). Barang bukti itu digunakan dalam proses pembuktian penyidikan maupun pada persidangan, sesuai ketentuan KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981.
Sementara itu, Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Sulbar Rizal, menjelaskan bahwa uang tersebut disita dari rekening Koperasi BMT Bukit Harapan milik para tersangka. “Masih rangkaian kasus PSR Pasangkayu. Uang disita dari rekening Koperasi BMT Bukit Harapan,” jelasnya.
Rizal mengungkapkan total kerugian dalam kasus ini mencapai Rp.8.625.292.500. Namun pihaknya baru mengamankan uang sebesar Rp4.204.374.850. Penyidik masih melakukan penelusuran terkait sisa uang tersebut. “Sebagian (uang) sudah digunakan oleh tersangka. Sebaguan lagi masih kami telusuri,” sambung Rizal. Pihaknya juga masih menggali fakta adanya kemungkinan praktik pencucian uang pada kasus tersebut.
Sebelumnya, pada Rabu, 15 Juni 2022, Kejati Sulbar sudah mengamankan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi PSR Pasangkayu tahun 2019. Mereka adalah AB dan SB.
Kepala Kejati Sulawesi Barat Didik Istiyanta mengatakan, AB mengukuhkan dirinya sendiri sebagai ketua Koperasi BMT Bukit Harapan tanpa melalui rapat pengurus. Koperasi yang dibentuk pada tahun 2015 tersebut juga tidak pernah menjalankan kegiatan.
“Merupakan koperasi yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU, karena didirikan oleh satu orang tanpa rapat anggota, serta tidak memiliki kegiatan koperasi. Seluruh pengurusnya pun merupakan pengurus yang tidak sah menurut peraturan perundang-undangan. Tersangka AB mengukuhkan dirinya sendiri menjadi ketua tanpa melalui rapat anggota, sehingga juga tidak prosedural dan bertentangan dengan peraturan hukum,” terang Didik.
Selanjutnya, tersangka AB mengeluarkan surat keputusan sendiri mengangkat tersangka SB sebagai direktur pengurus dan pengelola Koperasi BMT Bukit Harapan Cabang Lilimori, tanpa melalui rapat anggota dan akta pengukuhan, sehingga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkoperasian.
Pada tahun 2017 hingga 2018, lanjut Didik, para tersangka mengumpulkan dokumen berupa sertifikat, fotokopi KTP, dan akta tanah lainnya, yang bukan merupakan milik dari anggota koperasi.
Hal tersebut hanya untuk memenuhi syarat administrasi pengajuan permohonan bantuan dana PSR. Adapun permohonan bantuan dana PSR yang diajukan untuk 150 pekebun dengan luas lahan 400,5178 hektare di Desa Lilimori, Kecamatan Bulutaba, Pasangkayu. Perbuatan itu, menurut Didik, bertentangan dengan ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan.
Pengajuan permohonan selanjutnya diserahkan kepada Kabid Perkebunan Kabupaten Pasangkayu, mendiang Rusman. Tanpa dilakukan verifikasi, Rusman mengajukan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Perkebunan.
“Setelah dilakukan verifikasi administrasi, usulan tersebut disetujui dan sekitar Oktober 2019 sampai Desember 2019, dana masuk ke rekening atas nama Koperasi BMT Bukit Harapan dengan jumlah dana keseluruhan sebesar Rp.8.625.292.500,” jelas Didik. (zul)