MAKASSAR, BKM — Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto meradang. Dia memprotes Balai Kereta Api yang memaksakan rencana membangun rel kereta api secara at grade (di tanah). Padahal, sudah ada perencanaan sebelumnya jika rel kereta api (KA) yang akan melintas di Makassar dibangun secara elevated (melayang).
“Pokoknya saya tolak. Saya lindungi Makassar. Saya tidak tolak kereta apinya. Yang saya tolak itu tidak elevated. Dulu elevated, kenapa tidak sekarang,” ungkapnya dengan nada tinggi saat diwawancarai di kediaman pribadinya, Jalan Amirullah akhir pekan lalu.
Diapun membandingkan Makassar dengan Palembang, Medan, dan kota lain yang membangun rel kereta api secara elevated.
“Kenapa Palembang, Medan elevated, kita tidak. Memangnya kita ini negeri terbelakang. Saya sudah ngomong sama Pak Menteri soal ini. Saya lihat yang sekarang ini (Balai Kereta Api) memaksakan kehendak. Dia pikir ini sembarang,” tegasnya.
Dia pun menyoroti pimpinan Kepala Balai Kereta Api saat ini yang dinilai tidak pernah mau berkoordinasi dengan Pemkot Makassar. Apalagi, belum lama ini, Balai Kereta Api mendatangi Komisi C DPRD Makassar untuk menjelaskan terkait hal ini.
“Rupanya ada usaha balai ini, tetap mau kasih jalan yang di bawah dengan cara mencoba mengadu saya dengan DPRD. Padahal DPRD sama kita ini kompak. Jadi kita sepakat elevated. Tidak bisa ditawar,” jelas orang nomor satu Makassar ini.
Danny mengembangkan, ada sejumlah alasan kenapa dirinya menolak penempatan rel kereta api secara at grade.
Kalau dibangun at grade, banyak sekali masalahnya. Salah satu yang utama adalah persoalan banjir. Selain itu, menyalahi konsep tata ruang dan tata wilayah Kota Makassar.
“Jadi banyak sekali masalahnya kalau dibuat at grade. Saya membayangkan bagaimana susahnya nanti kalau dia bikin model begini. Intinya tidak pernah menolak kereta api. Saya menolak kalau (at grade). Kau tahu itu di Barru berapa sawah yang hancur gara-gara kereta api. Kau mau begitu Makassar, air terhambat,” cetus Danny.
Menurutnya, kondisi Makassar dengan permukiman warga yang padat, berbeda dengan daerah lain. Makassar rawan banjir. Perlu dipikirkan tempat keluar air.
“Saya anggap kereta api kalau at grade salah desain. Saya tidak mau dirusak tata ruang. Dari dulu elevated. Dia yang ubah jadi at grade dan melanggar tata ruang. Pelanggaran tata ruang,” tambahnya.
Dia juga menyoroti Balai Kereta Api yang menggunakan fasum fasos Pemkot Makassar untuk pembangunan rel kereta api.
“Tidak ada koordinasi. Jalan kita, fasum fasos diambil langsung. Bajiki (perbaiki), saya keberatan. Saya nda mau. Kenapa tong bikin stasiun di Lantebung yang jalannya kecil begitu. Akses ke sana juga sulit. Salah semua desainnya. Keliru,” ketus Danny.
Dia bersikukuh tetap menolak rancangan jalur kereta api at grade kendati Balai Keret Api sudah akan menerbitkan SK Penetapan Lokasi (Penlok) Juli ini.
“Cobami, biarmi. Tapi tetap saya tolak. Kalau begini, kulawanki. Tidak sesuai tata ruang Makassar, tidak menghargai Makassar. Pemilik wilayah masak kau tidak perhatikan. Harga diri orang Makassar kau hina kalau begini,” katanya gusar.
Kalau alasannya pembangunan rel kereta api secara elevated mahal, kenapa di daerah lain bisa dibuat seperti itu.
Jika Danny tetap bersikukuh pembangunan rel kereta api harus dilakukan secara at grade, maka proyek tersebut terancam gagal di Makassar. Padahal, Balai Kereta Api telah menyiapkan anggaran untuk pembebasan lahan senilai Rp1,2 triliun. Balai Kereta Api pun sudah mendatangi DPRD Makassar untuk mengadukan persoalan ini dan dibuatlah Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo menyampaikan akan mencoba menjadi penyambung lidah rakyat. “Kami akan jadi penghubung, kemudian nanti kami bicarakan kepada pemerintah kota,” ujar Rudianto Lallo.
Menurutnya, sangat disayangkan jika anggaran Rp1,2 triliun itu dikembalikan. Apalagi jika kereta api nantinya tidak sampai di Makassar. Untuk itu, selanjutnya ia akan segera menemui Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto setelah pulang dari Australia.
“Kami akan mencoba bicara. Saya kira ini hanya miskomunikasi saja. Mungkin Pak Wali ada tafsir lainnya, yang kalau kita duduk bersama mungkin ada jalan tengahnya. Tidak ada masalah tidak bisa dikomunikasikan,” pungkasnya.
Kepala Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan Amanna Gappa mengatakan, uang Rp1,2 triliun yang dialokasikan untuk proyek kerata api ini bersumber dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) khusus untuk pembebasan lahan.
“Karena ini proyek strategis nasional (PSN), maka pembiayaan pengadaan lahan dan konstruksi berbeda,” ucapnya.
Balai Kereta Api diberikan waktu paling lambat pada Agustus mendatang untuk merealisasikan anggaran. Jika tidak, berpotensi untuk direlokasi ke tempat lain. Ketika anggaran sudah dialihkan, tidak ada kepastian kelanjutan anggaran pembangunan di tahun selanjutnya.
Adanya permintaan Pemerintah Kota Makassar untuk membangun rel kereta api elevated cukup menjadi masalah baru. Menurutnya, untuk tahap saat ini, sebaiknya pemerintah kota fokus dalam pengadaan lahan.
“Nanti kalau memang ada uangnya silakan mau elevated atau at grade. Tapi paling tidak manfaatkan dulu ini secara optimal. Sebab kesempatan itu tidak datang dua kali, 2023 terakhir. 2024 kita sudah sibuk dengan kegiatan pemilu. Ini momentum terakhir,” tuturnya.
Belum lagi anggaran yang ada saat ini sebelumnya merupakan anggaran untuk Pare-pare. Namun karena kondisi geografis yang berpotensi membuat pengerjaan di sana akan cukup lama, maka diberilah kesempatan kepada Kota Makassar. Jika di Makassar tak mampu terealisasi, maka anggaran akan hangus.
Soal elevated atau at grade kata dia, belum masuk ke ranah itu. Dia pun mengatensi apakah pemkot mau melanjutkan atau tidak.
“Kalau ini tidak dilakukan, saya khawatir judulnya cuma sampai Maros Pare-pare. Selamat tinggal Makassar,” tandasnya. (rhm)