MAKASSAR, BKM–Pernyataan legilstor Partai Golkar Sulsel Rahman Pina yang mengatakan bila pimpinan dewan yang menolak pertanggungjawaban LKPJ APBD tahun 2021 merupakan pelanggaran serius belum mendapat tanggapan balik dari Ketua dan tiga Wakil Ketua (Waket) DPRD Sulsel.
Rahman Pina juga mengemukakan bila dewan bukan lembaga penafsir.
Sebelumnya, Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika dan tiga Waket masing-masing Syaharuddin Alrif, Ni’matullah Erbe dan Muzayyin Arif mengaku menolak pertanggungjawaban.
Menurut Andi Ina, Sekprov Abd Hayat Gani selaku Plh boleh mewakili gubernur tetapi yang sifatnya rutin, sementara dalam hal terkait dengan kebijakan anggaran, kebijakan strategis lainnya itu ada di penjelasan Undang-undang.
DPRD Sulsel kata Andi Ina, awalnya sudah mengingatkan untuk memberikan surat resmi kepada Plh, namum hingga rapat paripurna berlangsung surat tersebut tidak bisa diperlihatkan.
“Maka kami sampai detik ini, paripurna ini kami menunggu surat mandat dari bapak gubernur ke bapak Plh, dalam mendatangani mewakili beliau tetapi sampai kami membuka rapat surat itu secara tertulis tidak dapat diperlihatkan kepada kami,”jelas Andi Ina yang juga legislator Partai Golkar ini.
Wakil Ketua DPRD Sulsel Syaharuddin Alrif menambahkan bila penolakan persetujuan bersama Gubernur dan DPRD Terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Ajaran 2021 pertama kali dalam sejarah pemerintahan di Sulsel bahkan Indonesia.
“Karena tidak ada surat resmi dari Pak Gubernur Andi Sudirman Sulaiman yang diberikan kepada Plh Gubernur Sulsel, Abdul Hayat Gani, sementara batas persetujuan cuma sampai hari ini (20 Juli 2022), maka tidak bisa lagi diterima berdasarkan regulasi yang sudah diatur dalam Undang-undang,” ungkap Syahar-panggilan akrab Syaharuddin Alrif.
Wakil Ketua DPRD Sulsel Ni’matullah juga menegaskan bila lembaga DPRD kecewa dengan sikap Andi Sudirman Sulaiman yang mengelola pemerintahan secara serampangan.
“Kita kecewa sekali, DPRD Sulsel sudah rapat berkali untuk maju ke persetujuan bersama. Banggar sudah punya dua lembar sikap terhadap pertanggungjawaban APBD tahun 2021. Tetapi ada aturan yang tidak membolehkan wakil gubernur atau atau Plh gubernur menandatangani persetujuan. Intinya DPRD kecewa sekali dengan pengelolaan pemerintahan yang sangat amburadul,” jelas Ni’matullah yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel ini.
Wakil ketua IV Muzayyin juga bersikap sama. “Dalam UU 30 tahun 2014 pada pasal 14 tentang mandat, disebutkan pelaksanaan harian yang menggantikan posisi gubernur definitif karena sedang berhalangan, itu tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengambilan keputusan strategis, termasuk soal anggaran,” tambah politikus PKS ini.
Menurutnya, hal ini disesali DPRD Sulsel karena tidak diantisipasi sebelumnya oleh ASS. Padahal kata Muzayyin, agenda DPRD Sulsel sebelumnya sudah terjadwal. Sehingga hal ini semestinya tidak terjadi.
“Kepergian pak gub (haji) terjadwal, kepulangannya juga terjadwal. Artinya sudah bisa semestinya diantisipasi dengan baik. Kita menyayangkan pemprov (Sulsel) tidak melakukan langkah-langkah antisipatif,”sesal Muzayyin. (rif)