PENGELOLAAN bank sampah kini banyak dilakukan. Tak terkecuali kalangan mahasiswa di dalam kampus. Seperti di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perikanan (MSP) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin.
MARKUS Tayong Simon dan Al Munawarah merupakan dua dari 10 mahasiswa MSP FIKP Unhas yang tergabung dalam program bank sampah tersebut. Mereka menjadi tamu siniar untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar. Keduanya satu jurusan di kampus.
Markus menjelaskan, bank sampah MSP FIKP Unhas menjadi solusi untuk menjadikan kampus tanpa sampah. Ini merupakan bagian dari program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka).
”Kenapa saya tertarik untuk bergabung? Karena kita tahu apa yang dilakukan melalui program bank sampah. Saya juga ingin mengabdi terhadap lingkungan. Selama ini kan banyak orang yang tutup mata terhadap keberadaan sampah. Kita mau membuka mata kita dan orang lain untuk bisa mengelola sampah yang ada di sekitar kita. Ini menjadi tantangan bagi kita mahasiswa, khususnya di kampus,” terang Markus.
Sementara Muna, sapaan karib Al Munawarah, melihat ada tiga permasalahan di Indonesia terkait sampah. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Kedua, kalau pun ada pengelolaan sampah tidak menerapkan 3M (reduce, reuse, recycle). Ketiga, pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik. Contohnya dengan cara dibakar, padahal bisa menimbulkan dampak negatif.
”Reduce merupakan cara mengurangi produksi sampah. Reuse dilakukan dengan pemakaian sampah yang layak pakai. Sementara recycle, mengalola sampah yang dapat menghasilkan produk lain dan bermanfaat,” jelas Muna.
Di bank sampah, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah mengumpukan sampah yang bisa dimanfaatkan kembali. Misalnya botol plastik dan kertas.
”Banyak yang berpikir bank sampah merupakan tempat untuk memulung. Tempat ini juga untuk bekerja dan mengabdi kepada masyarakat, sekaligus menyosialisasikan bahwa dengan magang di bank sampah bisa mendapatkan nilai ekonomi,” terang Markus.
Untuk menggalang partisipasi masyarakat, pengelola bank sampah MSP FIKP Unhas intens turun melakukan sosialisasi. Seperti yang dilakukan baru-baru di sebuah sekolah. Mereka mengajak masyarakat dan pelajar untuk menjadi nasabah bank sampah dengan cara membagikan nomor kontak. Jika ada sampah plastik yang terkumpul, nantinya mereka akan datang menjemput.
”Nasabah bank sampah itu ada, pasif dan aktif. Yang pasif akan memberikan sampah secara sukarela, seperti yang ada di kantin kampus. Sementara yang aktif, mereka mendapat imbalan. Biasanya kami mengambil 1 kg sampah layak pakai dengan harga Rp2.000,” ungkap Muna.
Sejak kehadirannya hingga saat ini, pergerakan bank sampah MSP FIKP Unhas di dalam kampus baru sekitar 40 persen. Tidak heran jika nasabahnya lebih banyak dari luar. Karena itu, mereka merencanakan untuk lebih banyak sosialisasi di lingkup FIKP terlebih dahulu. Setelah itu baru ke fakultas lain.
Markus maupun Muna menyebut bahwa program MBKM bank sampah plastik ini diinisiasi oleh dosen MSP FIKP Unhas Dr Khusnul Yaqin. Karena menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari angka itu, 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sedangkan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan ditaksir sebanyak 10 miliar lembar per tahun, atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
Jika dibiarkan, sampah-sampah yang menumpuk itu bisa mencemari ar sungai dan laut, menghambat proses air tanah, dan mencemari tanah, membuatnya tidak sehat. Bahkan, sampah yang menumpuk bisa mengakibatkan banjir karena dapat menghambat aliran air. (*/rus)