MAKASSAR, BKM–Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Sulawesi selatan melakukan konsultasi dan koordinasi atas rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang literasi aksara lontaraq ke Kantor Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Senin (10/10)
Rombongan Bapemperda dipimpin oleh Rudy Pieter Goni (RPG) selaku Ketua Bapemperda DPRD Sulsel bersama A. Muchtar Mappatoba selaku Wakil Ketua dengan anggota yakni Arfandy Idris, Andi Debbie Purnama, Andi Ayu Andira, Andi Hery Suhari Attas, Hj. Meity Rahmatia, HA Ansyari Mangkona serta H Muhammad Sarif.
“Kunjungan yang dilaksanakan pada Ruang Rapat Lantai 3 Kantor Biro Hukum Setda Provinsi Bali ini turut dihadiri oleh H. Suherman staf ahli Gubernur Bidang Kesra, Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, dan Badan Penghubung Daerah Bali Provinsi Sulsel,”ujar RPG.
Konsultasi dan koordinasi terkait Ranperda Aksara ini diterima langsung Luh Gde Aryani Koriawan selaku Kabag Pengaturan dan Perundang-Undangan Setda Prov. Bali dan didampingi oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali serta beberapa staf dari Biro Hukum Pemprov Bali.
Menurut RPG, kunjungan kerja ini bertujuan untuk mendapatkan saran dan masukan terkait dengan penyusunan Ranperda tentang Literasi Aksara Lontaraq yang merupakan Ranperda inisiatif DPRD Sulsel. “Bahwa Bali juga merupakan provinsi yang terdepan di dalam hal pariwisata di Indonesia, tetapi tetap mampu menjaga adat, budaya, sastra, aksara dan bahasanya tetap lestari di tengah modernisasi pariwisata yang semakin hari semakin berkembang. Hal ini yang mendasari kita untuk melakukan konsultasi ke Bali,” tambah RPG.
Luh Gde Aryani Koriawan mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah mengesahkan Perda No. 1 Tahun 2018 tentang bahasa, aksara, dan sastra Bali yang ditindaklanjuti dengan Pergub Bali No. 80 Tahun 2018 tentang perlindungan dan penggunaan bahasa, aksara dan sastra Bali serta penyelenggaraan bulan bahasa Bali.
“Lahirnya Perda di Bali tersebut dimaksudkan untuk melakukan pemajuan melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan potensi bahasa, aksara dan sastra di Bali. Hal ini merupakan unsur utama kebudayaan daerah yang berfungsi menunjang kebudayaan nasional, serta meningkatkan mutu dan pembiasaan penggunaan bahasa, aksara dan sastra,”ujar Aryani Koriawan.
Menurutnya, pengaturan mengenai bahasa, aksara, dan sastra sesuai dengan visi Gubernur Bali yaitu melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat tercapai dengan memajukan kebudayaan Bali melalui peningkatan perlindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan nilai-nilai adat, agama, tradisi, seni, dan Budaya Krama Bali.
Bapemperda DPRD Sulsel sangat mengapresiasi Pemprov Bali yang dimana setiap tahunnya melahirkan
produk hukum untuk tetap menjaga adat dan kebudayaan Bali yang di dalamnya terdapat 1.493 desa adat dan 2.833 subak sawah.
Di akhir pertemuan, RPG mengharapkan ke depannya Ranperda tentang Literasi Aksara Lontaraq ini bisa menjadi perda yang bermanfaat bagi masyarakat Sulsel serta dapat terjaga keberadaannya di tengah peradaban zaman yang semakin modern. “Aksara ini harus tetap kita jaga bersama,” tutup RPG yang juga poltiisi PDIP ini. (rif)