JIKA berbicara tentang penyediaan stok darah, yang ada di benak kita adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Padahal, ada lembaga lain yang mengurusi hal ini. Namanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Transfusi Darah Provinsi Sulawesi Selatan.
KEPALA UPT Hj Erna Komalaningrum,SST,SKM,MKes menjelaskan tentang latar belakang hadirnya UPT yang berada di bawah naungan Dinas Kesehatan Sulsel ini. Berdiri di tahun 2003, keberadaan UPT Transfusi Darah dimaksudkan untuk membantu menekan angka kematian ibu dan bayi yang masih sangat tinggi ketika itu.
”Selain PMI yang sudah lama ada, namun dalam perjalanannya stok darah masih kurang. Dari situ kemudian dibentuklah UPT Transfusi Darah, dengan harapan kebutuhan darah bisa tertopang dan terpenuhi secara keseluruhan, sehingga angka kematian menurun,” terang Erna.
Lebih jauh ibu tiga anak ini mengakui, jika berbicara tentang kebutuhan darah, sampai saat ini pun masih belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Berdasarkan perhitungan yang ada, kebutuhan darah minimal 2 persen dari jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk 1 juta misalnya, berarti stok darah yang mesti disiapkan sebanyak 20 ribu kantung darah. Sementara penduduk Sulsel cukup besar.
Karena itu, menurut Erna, pemahaman masyarakat harus diubah. Caranya dengan mensosialisasikan bahwa mendonorkan darah tidak hanya dilakukan pada saat dibutuhkan. Melainkan menjadikan donor darah sebagai kebutuhan tubuh kita.
”Karena kalau darah kita dikeluarkan, akan diolah lagi darah baru dalam tubuh kita. Saat ini, masih kurang sekali pemahaman untuk mendonorkan darahnya secara sukarela. Yang ada, pada saat dibutuhkan baru mereka mencari. Tapi kita tidak boleh putus asa. Kami di sini terus berusaha untuk mensosialisasikan bagaimana donor darah itu diperlukan untuk tubuh kita. Kami juga turun langsung ke massyarakat dan jemput bola melalui mobile unit,”jelasnya.
Istri dari politisi Rudy Pieter Gony ini menjelaskan, pihaknya tidak hanya melayani masyarakat yang datang langsung ke UPT Transfusi Darah Sulsel. Tapi juga mendistribusikan ke rumah sakit. Bahkan sudah menandatangani MoU dengan beberapa rumah sakit yang memiliki Unit Transfusi Darah (UTD).
Biasanya selesai selesai donor darah dan ada stok, selanjutnya didistribusikan ke rumah sakit. Namun, tidak semua komponen darah dilakukan seperti itu. Erna menyebut, ada tiga macam komponen darah yang dilayani, yakni darah merah, trombosit, dan plasma.
”Biasanya kami distribusikan langsung darah merah ke UTD rumah sakit. Tapi untuk trombosit dan plasma, tidak langsung. Karena alat untuk pengolahannya tidak ada di rumah sakit,” ungkap alumni S2 Kespro Unhas ini.
Selama ini, menurut Erna, yang paling banyak dan sering dicari adalah komponen darah trombosit. Biasanya yang membutuhkan adalah pasien demam berdarah dan untuk operasi jantung. Untuk darah merah bagi pasien pendarahan dan operasi. Begitu pula dengan plasma, juga untuk pasien operasi.
Erna juga mengingatkan bahwa komponen darah juga memiliki masa kedaluarsa. Darah merah misalnya, akan kedaluarsa satu bulan sejak pengambilan. Yang paling cepat kedaluarsa adalah trombosit. Lima hari tidak dipakai langsung dibuang. Sebaliknya, plasma paling lama masa bertahannya. Dapat mencapai satu tahun. Bahkan di suhu yang lebih tinggi lagi bisa mencapai dua tahun.
Terkait mekanisme pengambilan darah, Erna tak memungkiri bahwa biasanya keluarga pasien baru datang ketika butuh dan ingin segera terpenuhi. Padahal ada proses yang mesti dilalui. Seperti wajib membawa pengantar pemeriksaan dan sampel darah. Dari situ kemudian baru dicari darahnya ada ada atau tidak. Jika ada, selanjutnya dilakukan pengolahan. Proses ini biasanya butuh waktu dua atau tiga jam.
Bagaimana dengan pembayaran? Erna menegaskan, sebenarnya darah itu gratis. Tidak dibayar. Yang berbayar adalah biaya pengolahan darah. Sebab dalam proses pengolahan butuh kantung darah. Juga reagent untuk memeriksakan darah yang bisa mengecek kuman-kuman penyakit apa yang ada di dalam darah. Terutama empat parameter, yakni hepatitis B, hepatisis C, spilis, dan HIV. Semua itu bisa terdeteksi langsung saat pemeriksaan.
Selain itu, ada pula biaya prosmet. Termasuk untuk pengantaran darah yang harus menggunakan tempat khusus, agar ketika sampai di rumah sakit layak untuk dipakai.
Kepada tim BKM, Erna memperlihatkan mekanisme pengurusan untuk mendapatkan darah serta proses pengolahannya. Wawancara dengan kepala UPT Transfusi Darah Provinsi Sulsel ini bisa disaksikan di media sosial Facebook Berita Kota Makassar. (*/rus)