Site icon Berita Kota Makassar

Gubernur Disebut tidak Transparan

MAKASSAR, BKM — Anggota DPRD Sulsel Arfandi Idris menyebut, Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dalam menyelenggarakan pemerintahannya terkesan tidak transparan dan sembunyi-sembunyi. Penilaian
itu dilandaskan pada sikap gubernur yang telah melayangkan surat usulan pemberhentian Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel ke pemerintah pusat sejak 12 November 2022 lalu, dan baru mencuat pada Senin, 21 November 2022.

Hal itu diketahui ketika adanya rilis resmi dari pihak Diskominfo Sulsel, lewat grup rilis resminya. Surat yang dilayangkan tersebut bernomor 800/0019/BKPSDMD tertanggal 12 November 2022.

Arfandi yang juga Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel Arfandy Idris menerangkan, jabatan struktural seperti sekprov jika dilakukan pemberhentian harus melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Karena, ucap dia, sekprov seyogyanya menjabat selama lima tahun. Kalau pun ada masalah dalam kinerjanya harus dilakukan evaluasi selama dua tahun.

“Apakah pemerintah daerah sebelum usulan pergantian itu mereka sudah melalui mekanisme yang sudah diatur dalam Permendagri? Karena memang sedapat itu Pak Sekda kan lima tahun. Kalau ada masalah kan evaluasi dua tahun. Bila ada pelanggaran hukum atau yang lain, baru bisa diajukan pergantian,” terang Arfandy, Kamis (24/11).

Ia juga menjelaskan, hingga saat ini alasan pemberhentian Abdu Hayat Gani sebagai Sekprov Sulsel masih belum diketahui secara pasti. Sebab belum ada satu pun pernyataan gubernur terkait pemberhentian itu.

Dengan begitu, Arfandy menilai, gubernur Sulsel dalam menyelenggarakan pemerintahannya dianggap tidak transparan.

“Kalau lima tahunnya sudah berjalan kan dapat diperpanjang. Ini belum cukup lima tahun, tidak jelas perbuatan, kenapa mau diganti? Tidak jelas alasannya. Itulah saya bilang, kok ada penyelanggaraan pemerintahan yang dilakukan cokko-cokko,” cetusnya.
Bahkan, Arfandy menegaskan, tidak ada mekanisme melakukan penggantian sekprov di tengah jalan seperti yang akan dilakukan oleh gubernur Sulsel.

“Bukan sejarah. Memang tidak ada mekanismenya itu mengganti di tengah jalan begitu, selain kalau ada perbuatan hukum. Ini kan tidak ada perbuatan hukum, atau ada pelanggaran,” jelas Arfandy.

Lebih jauh dia mengatakan, sebelum adanya isu pemberhentian sekprov, pihak DPRD tidak pernah mendengar adanya seleksi dan semacamnya yang dilakukan oleh gubernur.
“Paling tidak kan harus didengar bahwa sudah ada seleksi. Ini kan tidak pernah kita dengar. Apalagi ini sekda. Sedangkan kepala dinas saja ada yang didengar (akan ada seleksi dan semacamnya),” ketus Arfandy.

Hal berbeda disampaikan pengamat politik Sukri Tamma. Menurutnya, semua pejabat yang ada di Pemprov Sulsel tentunya berada di bawah komando gubernur, termasuk sekprov.
Karena itu, kata dia, gubernur yang telah mengusulkan ke Kemendagri untuk pemberhentian Sekprov Sulsel Abdul Hayat Gani itu sudah sesuai aturan.

Ketika ada pengusulan pemberhentian tersebut, lanjut Sukri, gubernur tentunya harus mempunyai alasan tertentu atas keinginannya untuk memberhentikan sekprov. Ketika gubernur mengusulkan pemberhentian itu, maka bisa saja asumsinya sekprov tidak bekerja secara maksimal, tidak mendukung kinerja-kinerja, visi misi dan tidak sejalan dengan gubernur.

“Jika asumsinya secara maksimal, kemudian ada yang dianggap tidak bisa mendukung kinerja-kinerjanya, maksud dan tujuan Pak Gubernur dan seterusnya, dianggap tidak maksimal dan seterusnya. Ya adalah Pak Gubernur secara konstitusi untuk kemudian bisa mengusulkan pergantian dan seterusnya,” terang Sukri.

Ia melanjutkan, komunikasi politik penting dilakukan bagi keduanya, baik gubernur maupun sekprov. Seseorang yang bekerja untuk pimpinannya harus ada komunikasi sesuai koordinasi ke pimpinannya, dalam hal ini gubernur.

“Saya kira kan tentu komunikasi politik sebagai seorang, yang sekali lagi, sebagai seorang yang bekerja untuk gubernur itu (sekprov) akan berkomunikasi berdasarkan koordinasi gubernur. Nah, gubernur tentu berkomunikasi dalam tenaga kerja itu, kalau misalnya ada hal yang mungkin tidak sejalan dengan baik,” papar Sukri.

Ketika ada kinerja yang terganggu dan kurang baik, maka kata Sukri, perlu ada evaluasi dan perbaikan dalam sistem pemerintahan.

“Jika kemudian dalam situasi ini kemudian komunikasinya barangkali kurang baik atau kurang lancar, sehingga ada kinerja yang terganggu kemudian ada kinerja yang kurang baik, mesti dievaluasi yang mana kemudian aspek itu perlu diperbaiki,” tandasnya. (jun)

Exit mobile version