DI SIANG kemarin, Selasa (29/11), udara agak terik di Jalan Cenderawasih Kota Makassar. Ada yang berbeda di sudut jalan tersebut, seorang bocah perempuan bernama Fitri melambaikan tangan sambil mengoyangkan badannya menggunakan konstum boneka. Hanya satu tujuannya bisa mendapatkan uang recehan dari pengendara.
EDITOR: WARTA SHALLY HIDAYAT
Memang saat ini marak dijumpai orang yang mencari nafkah di jalan.
Mulai dari para Pak Ogah yang banyak dijumpai di pertigaan, perempatan, U-Turn dan sudut lain jalanan, orang mengecat badan dengan warna silver hingga memakai kostum boneka.
Mereka harus memutar otak, berpikir bagaimana tetap mendapatkan uang untuk makan, untuk bertahan hidup.
Seperti halnya wajah senyum yang diperlihatkan Fitri bersama teman-teman sebayanya saat menggunakan kostum boneka yang dikenakannya setiap hari. Mereka adalah para pengamen yang akhir-akhir ini berada di setiap sudut kota di Makassar.
Mereka terpaksa lakukan demi membantu perekonomian keluarga. Sambil menyusuri setiap jalanan mencari rupiah, tak akan membuat surut senyum yang merekah itu. Ditambah dengan alunan musik dangdut modern, lenggokkan goyangan pengamen terkadang membuat orang-orang tersenyum sambil memberikan uang recehan.
Ternyata para manusia boneka tersebut didominasi anak di bawah umur yang masih sekolah. Mereka menyusuri jalan dari pagi hingga sore menjelang mentari terbenam. Kadang juga ditemui malam hari masih ada beberapa yang berkeliling.
Saat ditemui penulis Fitri yang masih berusia 9 tahun mengaku masih sekolah di SDN Tamamaung.
Sudah beberapa bulan lalu Fitri bekerja sebagai badut jalanan. Mengenakan kostum seberat tiga kilogram, dia menghibur siapa saja yang melintas.Bila sepi dan bosan, dia pun kembali berjalan, menyusuri jalanan. Berhenti di suatu tempat. Mencari siapa saja untuk dihibur.
Lagi-lagi, Fitri tampak menyeka peluh yang mengucur di wajahnya. Maklum, di dalam kostum boneka, menurutnya sangat panas.
“Kostum yang saya kenakan terdiri dari tiga lapisan. Saya hanya mampu bertahan selama satu jam di dalam sini,” ungkapnya
Fitri seorang anak yang murah senyum. Tak ada keluh kesah yang keluar dari mulutnya. Justru sebaliknya, hanya ada kalimat optimis. Menurutnya, rezeki akan menghampiri selama seseorang mau berusaha. Yang penting jangan diam atau sekadar menunggu. Menjadi pengamen boneka dilakoni karena terdesak oleh keadaan keluarganya. Menjadi badut tentu bukan pilihan hidupnya.
Pengamen boneka dan pengemis sama-sama berada di jalanan untuk mencari nafkah. Meski sama-sama hidup di jalanan, tapi dua jenis pekerjaan tersebut tidak dapat disamakan.
Di bawah teriknya matahari dan kepulan asap kendaraan, sesekali dia menyesap air mineral dalam kemasan gelas di balik topeng besarnya. Sudah dua jam lebih ia berdiri dan berjoget di pinggir jalanan yang berdebu itu dan uang yang ia dapatkan tak sampai Rp20 ribu.
Musik dari radio itu katanya cukup membantunya menarik perhatian pengguna jalan. Paling sering, sih, anak-anak, yang terkesima melihat karakter ‘Micky Mose’ sebesar itu. Syukur-syukur mereka memberi sejumlah uang. Kini jogetan fitri hanya ditemani bisingnya klakson orang-orang kurang sabar.
Dalam sehari, ia bekerja sejak pulang sekolah hingga 20.00 malam. Uang yang ia dapatkan berkisar Rp100 ribu hingga Rp130 ribu. Kalau sedang kurang beruntung, ia bisa hanya membawa pulang Rp25 ribu saja. Alhasil biaya sewa kostum harus ia bayar besoknya, itu juga kalau mendapat uang banyak dari para pengendara. (pkl1-pkl2)