pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Sulbar Butuh Perda yang Mengatur Upaya Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting

MAMUJU, BKM — Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis. Sehingga anak terlalu pendek untuk seusianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan, pada masa awal setelah bayi lahir. Tetapi kondisi stunting baru tampak setelah bayi berusia 2 tahun,
singkatnya stunting adalah pendek, namun pendek belum tentu stunting.
Menurut hasil Study Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, Prevalensi balita yang mengalami stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen pada tahun 2021. Dengan demikian, hampir seperempat balita di dalam negeri yang mengalami
stunting pada tahun lalu. Untuk itu dibutuhkan percepatan penurunan stunting dan sebagai landasan dasar hukum tentang percepatan penurunan stunting, yakni Peraturan Presiden (Perpres) 72 Nomor 21 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan PerBan BKKBN nomor 12 tahun 2021 tentang RANPASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia) Tahun 2021-2024.
Ketua Satgas Stunting Provinsi Sulawesi Barat, Hj Hastuti Indriani, SE, mengungkapkan, secara nasional Provinsi Sulawesi Barat menempati posisi kedua tertinggi prevalensi kasus stunting di Indonesia, satu tingkat di bawah Provinsi NTT sebesar 33,8 persen dan untuk Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Polman dan Majene merupakan kabupaten tertinggi prevalensi kasus stuntingnya.
Menurut Indriani, diharapkan pada tahun 2024 Provinsi Sulawesi Barat dapat menurunkan angka stuntingnya sebesar 18,6 persen dan secara nasional sebesar 14 persen. Tentu ini bukan hal mudah. Karena terkait dengan banyaknya indikator penyebab stunting.
Untuk mencapai target tersebut, telah dilakukan intervensi spesifik dengan mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting, seperti pemberian asupan makanan, pencegahan infeksi penyakit menular, hingga manajemen terpadu balita sakit, serta dilakukan intervensi
sensitive yang merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting mulai dari penyediaan air minum, sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan akses pangan.
Untuk melakukan upaya percepatan penurunan stunting, tambah Indriani, maka Provinsi Sulawesi Barat bersama 6 kabupaten se-Sulawesi Barat, telah melakukan upaya dan strategi serta intervensi program kegiatan yang dilakukan secara serius dan dengan penuh komitmen bersama seluruh stakeholder dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Oleh karenanya, menjawab permasalahan ini, menurut Indri, dibutuhkan sebuah regulasi dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur tentang upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Provinsi Sulawesi Barat. Sehingga Provinsi Sulawesi Barat bisa terbebas dari lokus stunting.
Sedikitnya ada 12 provinsi lokus stunting yang menjadi pusat perhatian dari pemerintah pusat terkait tingginya prevalensi kasus stunting di 12 daerah tersebut. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Barat. Dengan upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting yang telah dilaksanakan Provinsi Sulawesi Barat.
”Kita berharap target pemerintah pusat untuk Sulawesi Barat di tahun 2024 prevelensi kasus stunting di Sulbar turun 18,6 persen. Stunting itu disebabkan faktor multidimensi. Tidak hanya disebabkan gizi buruk. Tetapi juga disebabkan sanitasi yang buruk. Setiap warga harus memiliki jamban dengan
septictank, sumber air yang bersih dan istilah 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu banyak),” ujar Indriani.
Prevalensi kasus stunting di Sulawesi Barat juga disebabkan masih tingginya prevalensi kasus perkawinan usia anak. Dari semua indikator data keluarga berisiko stunting, diperlukan intervensi program dari seluruh lintas sektoral.
Karena masalah stunting masalah yang multidimensi, dibutuhkan kerjasama, kordinasi, kolaborasi, komitmen dan
tanggung jawab pemerintah daerah bersama seluruh stakeholder dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Stunting yang terjadi pada tahap awal kehidupan atau usia dini dapat menyebabkan dampak merugikan bagi anak baik dalam jangka pendek atau jangka Panjang khususnya, jika gangguan pertumbuhan dimulai 1000HPK (Hari Pertama Kehidupan yang dihitung sejak konsepsi) hingga usia 2 tahun.
Pada dasarnya stunting pada balita tidak bisa disembuhkan tetapi dapat dilakukan upaya untuk perbaikan gizi guna untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pencegahan stunting harus dilakukan
sejak dini. Bahkan semenjak masa kehamilan.
Pencegahan stunting yang dapat dilakukan adalah, memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, pemberian asi eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, damping asi eksklusif dengan mpasi sehat, terus
memantau tumbuh kembang anak, selalu menjaga kebersihan lingkungan.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia juga ancaman terhadap kemajuan daya saing bangsa Indonesia. Oleh karenanya, kasus stunting sudah menjadi isu nasional. Hal ini dikarenakan anak stunted bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya yang mana tentu akan sangat memengaruhi kemampuan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas diusia-usia produktif sehingga dari uraian di atas sudah sangat jelas mengapa Ranperda tentang Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulawesi Barat sangat dibutuhkan.
”Semoga Ranperdw tentang Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting mendapat respon positif dan dukungan sepenuhnya dari semua stakeholder sehingga SULBAR terlepas dari lokus stunting, agar dapat mempersiapkan generasi yang sehat, cerdas, Tangguh dan mampu berkompetensi internal maupun eksternal. Ingat ‘Cegah stunting sejak dini. Karena berencana itu keren’,” tegas Indriani. (zul)




×


Sulbar Butuh Perda yang Mengatur Upaya Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link