WAJO, BKM — Bupati Wajo, Amran Mahmud mengikuti panen perdana kokon atau kepompong ulat sutera di Desa Pasaka dan Kelurahan Sompe, Kecamatan Sabbangparu, Kamis (29/122). Amran ingin keterlibatan seluruh pihak dari hulu hingga hilir dalam pengembangan sutera. Tidak hanya pemerintah, masyarakat mesti ambil bagian. Ini demi mengembalikan kejayaan persuteraan Wajo.
”Ini demi mengembalikan kejayaan persuteraan Wajo sehingga dibutuhkan keterlibatan semua pihak,” ujar Amran.
Kokon berasal dari bantuan telur ulat Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, melalui bantuan keuangan Pemprov Sulsel ke Pemkab Wajo.Amran didampingi Sekkab Wajo, Armayani, menyebut panen ini sudah lama dinantikan sehingga bisa menghasilkan kembali sutera asli seperti beberapa puluh tahun lalu.
“Kita sudah mulai dari hulu dengan penanaman bibit murbei. Kita juga sudah mendapatkan bibit meskipun masih impor dari Cina, tetapi saat ini diupayakan untuk mengembangkan indukan sendiri sehingga ada brand tersendiri yang bisa kita ciptakan,” kata Amran.
Amran juga menjelaskan bahwa untuk panen kokon ini nantinya segera dibeli dengan menggunakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TSLP) atau corporate social responsibility (CSR) Bank Sulselbar dan selanjutnya dibawa ke mesin pemintal untuk dipintal.
Dia menyampaikan terima kasih ke Pemprov Sulsel, khususnya Gubernur Sulsel, Kepala Dinas Kehutanan Sulsel, dan Kepala Dinas Perindustrian Sulsel, atas perhatiannya untuk pengembalian kejayaan sutera Wajo. Begitupun ke seluruh jajaran Pemkab Wajo, para camat, kepala desa, lurah, asosiasi sutera, masyarakat serta seluruh pihak yang turut ambil bagian.
Sementara, Sekretaris Dinas Perindagkop Wajo, Muh. Tahir, menjelaskan kokon tercipta dari telur ulat sutera yang ditetaskan menjadi ulat dan dipelihara sekitar 30 hari. Dari sana kemudian akan diproses untuk dipintal menjadi benang sutera, bahan baku kain sutera.
Tahir mengajak masyarakat penggiat budi daya murbei dan ulat sutera bisa kembali menggeluti usaha tersebut. Selain ada bantuan pemerintah juga ada jaminan pemasaran dan harga kokon yang sudah disiapkan.
“Sesuai arahan Bupati, kita siapkan jaminan harga Rp60 ribu/kilogram kokon yang bisa ditimbang pada hari pertama panen. Target produksi kokon Wajo tahun 2023 sebanyak 33 ton sehingga kita harapkan masyarakat turut mengambil bagian dalam mewujudkan capaian target tersebut,” ungkapnya.
Dari 33 ton ini, kata dia, bisa menghasilkan benang sutera sekitar 4-5 ton benang dengan harga maksimal Rp1 juta/kilogram. “Jika ini bisa terwujud, maka industri pertenunan sutera Wajo bisa kembali berproduksi yang selama lebih 10 tahun vakum karena mahalnya harga benang sutera impor yang berada di kisaran Rp1,4 juta -Rp1,5 juta/kilogram,” bebernya.
Sementara, untuk produksi kokon sendiri, dalam 1 boks yang terdiri atas sekitar 3 ribu ulat sutera, ketika ditetaskan kemudian menjadi kokon akan menghasilkan sekitar 30 kilogram kokon.
“Jadi, 1 boks dalam 30 hari bisa menghasilkan Rp1,8 juta. Kalau kita kelola 5 boks, maka akan menghasilkan Rp9 juta. Semakin banyak boks, maka semakin banyak juga penghasilan yang berujung pada pengembangan perekonomian. Apalagi saat ini pertumbuhan ekonomi Wajo sudah berada di angka 6,77 persen,” pungkasnya. (ono/C)