MAKASSAR, BKM–Pemilu 2024 tengah memasuki tahapan pemutakhiran data pemilih. Sementara partai politik (Parpol) terus berbenah menyiapkan kader terbaik untuk didorong maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg).
Disisi lain, tim seleksi Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulsel juga tengah menyaring orang-orang berintegritas yang akan menjadi penyelenggara Pemilu.
Sebelum penetapan calon anggota KPU dan Bawaslu Sulsel banyak peringatan untuk calon penyelenggaran. Netralitas dan integritas mereka diuji. Sebab ada beberapa kasus yang ditudukan kepada penyelenggara dari KPU diantaranya isu pemaksaan meloloskan parpol peserta pemilu, joki pantarlih, hingga timsel yang punya track record merah.
Pengamat demokrasi, Dr Nurmal Idrus menyebutkan, untuk melihat integritas seseorang salah satu parameternya adalah integritas yang berkesinambungan. “Maka, rekam jejak masuk di dalamnya,” ujar mantan Ketua KPU kota Makassar itu, Rabu (1/3).
Menurut Nurmal, mungkin saja memang disini kealpaan KPU RI ketika membentuk Timsel dimana ada figur bermasalah di sana.
“Tetapi pada sisi lain kita tak boleh berprasangka terlalu jauh terhadap seseorang karena semua punya kesempatan untuk memperbaiki diri,”ujarnya.
Nurmal yang juga direktur lembaga PT Nurani Strategic ini mengungkapkan bila publik hanya perlu mengawal terus proses itu, agar Timsel bisa menghasilkan komisioner yang kompoten, berintegritas dan punya jiwa kepemimpinan yang bagus.
“Publik bisa nanti dengan mudah melihat, sampai sejauh mana Timsel melakukan seleksi terhadap calon komisioner itu dengan memperhatikan figur-figur yang lolos dari tahap demi tahap seleksi,” jelasnya.
Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi, Anwar Razak mengungkapkan bila apa yang terjadi ini bukti bahwa penyelenggara tidak melihat rekam jejak calon timsel.
“Saya justru melihat adanya masalah etik yang serius. Kesalahan fatal KPU,” katanya.
Menunutnya, justru integritas KPU yang perlu dipertanyakan. Logikanya sederhana tidak mungkin timsel yang bermasalah, bahkan pecatan dari DKPP karena beretika buruk yang kemudian menyeleksi untukk mendapatkan orang-orang berintegritas.
“DKPP harus mengoreksi KPU secara keras. Ini sangat tidak menghargai keputusan DKPP,” terangnya.
Ditambahkan, orang-orang yang dapat pilihan timsel terbail. Yang jelas tidak bermasalah.
“Ini ada korelasi dengan dugaan kecurangan sistematis pada verifikasi parpol dimana Idham Khalid, Agus Melas, dan Ketua KPU RI disebut terlibat dalang kecurangan tersebut,”jelas Anwar.
Pengamat politik UIN Alauddin Makassar, Attock Suharto berpandangan bahwa sangat disayangkan sikap KPU yang meloloskan Timsel yang pernah mendapat sanksi dari DKPP.
“Tentu integritas timsel itu dipertanyakan,” jelas kandidat Doktor ilmu komunikasi politik UINAM itu.
Sebaiknya KPU mempertimbangkan Pasal 11 (1) ayat D terkait persyaratan menjadi timsel KPU, yang bersangkutan tentu.
“Melanggar ketentuan tentang pentingnya calon timsel memiliki reputasi yang baik,”urainya.
Diketahui, nama Haedar Djidar masuk dalam daftar tim seleksi calon anggota KPU kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Masuknya nama Haedar memunculkan reaksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
DKPP menyinggung kembali pemberhentian Haedar dari komisioner KPU Palopo pada 2018 lalu. Haedar saat itu diberhentikan tetap bersama 4 komisioner lainnya.
“Makanya ini patut dipertanyakan kembali ke KPU. Apa pertimbangannya memilih timsel dari eks komisioner yang pernah diberhentikan. Itu perlu dikonfirmasi ya. Ke KPU tentu,” ujar anggota DKPP Dewa Raka Sandi.
Menurut Dewa, ia tak bisa memastikan apakah komisioner KPU yang pernah diberhentikan tetap masih bisa jadi timsel atau tidak. Ia menilai perlu dikaji berdasarkan regulasi maupun etik.
“Kalau untuk jadi komisioner KPU lagi itu jelas tidak bisa. Tapi kalau jadi timsel ya harus saya perjelas dulu,” ucapnya. (jun/rif)