DIREKTUR Eksekutif Parameter Publik Indonesia, Ras Md menilai pengaruh tokoh memang menjadi syarat kekuatan seorang figur. Apalagi bila konteksnya adalah Pilgub Sulsel. “Hanya saja, yang mesti digaris bawahi adalah pengaruh tokoh hanya sebatas tingkat elit saja. Seperti kebijakan rekomendasi partai atau yang berkaitan dengan ketersediaan logistik,” ujar Ras.
Ras menilai, untuk mempengaruhi level grassroot (akar rumput) diinilai tidak akan signifikan. Dia mengatakan, daya tarik bakal calon kembali pada figur itu sendiri berupa personalnya layak diterima publik Sulsel atau tidak.
“Walaupun sosoknya dapat dukungan politik dari sejumlah tokoh nasional, namun dari pengalaman politik yang ada, elektabilitas figur sangat dipengaruhi oleh kekuatan personal figur itu sendiri,” kata Ras.
Dia menyebutkan, masih banyak ‘hukum kemungkinan’ yang bisa terjadi ke depan. Apakah figur yang hari ini menyatakan siap maju namun tak jadi maju, ataukah figur hari ini terlihat tak sejalan namun berpasangan nantinya. Kondisinya masih sangat dinamis.
“Sikap mereka akan terlihat setelah pemilu di 2024 mendatang. Hal yang pasti, afiliasi tokoh terhadap figur yang punya hubungan dekat hanya AAS dan SYL,” ujar dia.
Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menyebutkan, pengaruh para tokoh tersebut ditentukan terhadap gerakan yang dilakukan. Apakah terlibat langsung mengkampanyekan kandidat tertentu atau cara lain.
“Pengaruhnya sangat bergantung dari seberapa besar penetrasi politik dari tokoh-tokoh itu. Apakah mereka terlibat langsung mengkampanyekan jagoannya atau memberi dukungan bentuk lain,” ujar Nursandy.
Direktur Eksekutif PT Indeks Politica Indonesia (PT IPI), Suwadi Idris Amir mengatakan, pada 2024 figur butuh dukungan tokoh-tokoh berpengaruh untuk membantunya meyakinkan pemilih.
“Sebab kemungkinan besar 2024 tingkat pragmatisme pemilih cukup tinggi karna efek ekonomi yang belum stabil setelah pandemi,” ujar dia. (jun/rif)