MAKASSAR, BKM — Muhammad Zakaria, seorang karyawan PT Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) Muhammad Zakaria diliputi rasa kecewa. Ia terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tempatnya mengabdi selama belasan tahun. Yang membuatnya tak habis pikir, karena langkah PHK yang dilakukan terhadap dirinya bukan akibat dari perbuatannya secara langsung. Melainkan oleh anak buahnya.
Kasus tersebut sempat dimediasi oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Makassar, namun tak berbuah hasil. Begitu pula dengan Disnaker Provinsi Sulsel. Akhirnya berujung pada proses peradilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Makassar, yang pada Senin (27/3) memasuki tahap simpulan.
Surat PHK dari PT EPFM terhadap Zakaria terbit pada 21 Oktober 2022. Ditandatangani oleh Senior Manager HR & GA Henry Andreas Lasut. Di dalam surat PHK itu disebutkan telah terjadi pelanggaran pasal 64 ayat 1, berdasarkan pengakuan Taufik AR sebagai Operator, Line Maintenance, City Mills tertanggal 26 September 2022.
Dalam keterangannya, Taufik AR mengaku bahwa dirinya diperintah untuk mengangkut besi ke truk sampah domestik, dan dijual secara sepihak tanpa persetujuan perusahaan. Sementara dari berkas pemeriksaan Muh Zakaria sebagai Section Head, Line Maintenance, City Mill pada 28 September 2022, terungkap bahwa dirinya selalu memerintahkan Taufik AR untuk membuang sampah besi ke TPS (penampungan) jika tempat penyimpanan di workshop sudah penuh.
”Ternyata mereka membuang sampah besi dari workshop ini tidak semua ke TPS setelah sampah besi keluar dari area pabrik. Selaku atasan saya hanya bisa mengingatkan sebagai bentuk pembinaan bahwa akibat perbuatannya mereka bisa dipecat. Namun ternyata mereka melakukannya lagi. Kejadiannya pada Selasa, 20 September 2022,” terang Zakaria kepada BKM.
Sangat disayangkan oleh Zakaria, perbedaan pengakuannya dengan Taufik tidak dilakukan konfrontir oleh pihak perusahaan. Yang ditempuh oleh perusahaaan malah menerbitkan surat PHK tanpa adanya surat peringatan (SP) I, II, dan III sesuai prosedur.
Dari risalah bipartit karyawan menolak tuduhan PHK, Muh Zakaria yang didampingi kuasa hukumnya kemudian melaporkan perselisihan ini ke Disnaker Kota Makassar. Selanjutnya dilakukan mediasi antara pihak yang berselisih oleh mediator hubungan industrial.
Hasilnya, terbit Surat Anjuran Disnaker Kota Makassar No. 3031/Disnaker/565/XII/2022. Isinya menganjurkan agar pihak perusahaan PT EPFM mempekerjakan kembali Muhammad Zakaria untuk bekerja seperti biasanya tanpa mengurangi hak-haknya. Hal itu atas dasar beberapa pasal, di antaranya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan pasal 151, PKB PT. EPFM Pasal 61 mengenai sanksi Surat Peringatan, Skorsing, dan PHK.
Juga PKB PT. EPFM Pasal 62 point 2 huruf “a” Jenis Pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi Surat Peringatan adalah melalaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perusahaan. PHK oleh perusahaan tidak didahului proses sebagaimana mestinya, dengan sanksi surat peringatan tersebut dan skorsing (PHK unprosedural).
Namun, jawaban dari PT EPFM Makassar melalui surat Jawaban No. 181/HR-MKS/XII/22
pertanggal 09 Desember 2022 menolak anjuran dari Disnaker Kota Makassar. Sehingga
dilanjutkan laporan keberatan PHK, pengembalian hak karyawan dan pemulihan nama baik,
melalui Surat Ketua PUK FSP RTMM-KSPSI No. 002/SPSI/EPFM/I/2023 Tanggal 05 Januari 2023 ke
Disnakertrans Provinsi Sulawesi Selatan.
Tak berbuah hasil seperti yang diharapkan, perselisihan ini pun berujung ke PHI di PN Makassar. Terdaftar dengan perkara No; 3/Pdt.Sus-PHI/2023/PN Mks. Melalui serangkaian sidang, di antaranya menyerahkan bukti surat dan menghadirkan para saksi, saat ini telah memasuki kesimpulan masing-masing para pihak, yang menggunakan saluran elektronik e-Court pada Senin, 27 Maret 2023. Putusan disampaikan pada 28 Maret 2023.
Muh Zakaria menegaskan, apa yang terjadi pada hari Selasa, 29 September 2022 tidak ia ketahui, sampai ada panggilan dari HRD untuk dimintai keterangan. ”Pada hari itu saya hanya menyuruh saudara Taufik untuk membuang sampah besi. Sebagai karyawan yang sudah lama bertugas tentu Pak Taufik sudah mengetahui bahwa sampah besi dibawa ke penampungan seperti biasanya. Singkat
saya katakan, buang saja, lalu saya melanjutkan kerja mengontrol order-order kerja lainnya,” terang Muh Zakaria.
Sebelumnya, lanjut Zakaria yang pernah tercatat sebagai karyawan terbaik di PT EPFM, dirinya pernah menemukan bahwa tidak semua besi masuk ke penampungan, saat ada material yang akan digunakannya kembali. Seingatnya, barang itu masuk dalam penampungan sampah.
”Saya karyawan dengan prestasi dan kondite yang baik. Itu bisa dilihat dari laporan penilaian atasan-atasan saya di sepanjang 19 tahun karir saya di PT EPFM yang sebelumnya bernama PT Berdikari. Tidak pernah sama sekali mendapat surat peringatan. Untuk kasus ini, saya tidak mungkin mengambil risiko dalam karir saya untuk hal seperti ini. Masih banyak alat-alat kantor lebih berharga nilainya yang bisa saja saya gelapkan dibandingkan nilai sampah ini. Antara lain bisa dicek dalam ruang kerja saya, masih tersimpan rapi alat-alat tersebut,” cetusnya.
Terkait masalah ini, BKM menghubungi Senior Manager HR & GA Henry Andreas Lasut untuk meminta konfirmasi. Namun ia tidak memberi keterangan, dan mempersilakan menghubungi penasihat hukumnya. Metsie T Kandou selaku penasihat hukum yang dihubungi, belum memberi respons.
Simpulan
Anwar Ilyas selaku penasihat hukum Muh Zakaria, kemarin menyampaikan simpulan dalam kasus kliennya. Terdapat 11 simpulan yang disampaikannya. Di antaranya, bahwa PHK yang dilakukan oleh tergugat kepada penggugat sebagaimana surat Nomor: 136/HR-EPFM/X/2022 tanggal 21 Oktober 2022 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, secara jelas penggugat dianggap hanya melakukan pembiaran dengan tidak melaporkan perbuatan pencurian yang dilakukan bawahannya, yakni Tauifk AR kepada perusahaan.
Penggugat tidak pernah melakukan perbuatan pencurian ataupun memerintahkan bawahannya untuk melakukan perbuatan pencurian, ataupun memerintahkan bawahannya untuk melakukan perbuatan pencurian tersebut. Sebagaimana berdasarkan hasil interogasi yang dilakukan terhadap diri penggugat.
Pada poin sembilan, disebutkan bahwa PHK yang dilakukan oleh tergugat terhadap penggugat tidak sah dan tidak berdasar hukum, karena PHK tersebut didasarkan pada Perjanjian Kerja Bersama yang secara hukum sudah tidak berlaku lagi. Maka jelas berdasar hukum PHK atas diri penggugat tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.
Ditegaskan pula bahwa PHK terhadap penggugat berdasarkan Pasal 64 ayat 1 tentang Pemutusan Hubungan Kerja yang diatur dalam PKB antara PT EPFM dengan PUK FSP RTMM K-SPSI PT EPFM, PK-PKUI K.SBSI PT EPFM untuk periode Januari 2019-Desember 2020 (PKB Lama), sebagaimana surat PHK Nomor: 126/HR-EPFM/X/2022 tertanggal 21 Oktober 2022. ”Sementara faktanya pada tanggal 19 Oktober 2022, telah ditandatangani dan berlaku PKB yang baru, berlaku untuk periode 1 Oktober 2022-31 Desember 2024. Dalam PKB yang baru tersebut, ketentuan tentang PHK diatur pada Pasal 63, bukan pada Pasal 64 sebagaimana PKB lama dan surat PHK tergugat,” ungkap Anwar Ilyas.
Fakta lainnya, yang membuat dan melakukan serta menandatangani surat PHK terhadap penggugat sebagaimana surat PHK No: 126/HR-EPFM/X/2022 tertanggal 21 Oktober 2022 adalah saksi Henry Andreas Lasut sebagai Senior Manager HR & GA PT EPFM (tergugat), di mana statusnya pada saat itu masih merupakan karyawan kontrak PT EPFM, sehingga jelas tidak berhak dan memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat PHK tersebut. (*/rus)