MAROS, BKM — Puluhan warga Desa Salenrang berkumpul di Stasiun Kereta Api Rammang-rammang, saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungannya ke stasiun tersebut, Rabu siang (29/3).
Salah seorang warga Desa Salenrang, Dg Lahumma, juga bergabung dengan puluhan warga setempat. Pria paruh baya ini memiliki keinginan besar untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Awalnya, dia diduga ingin menemui Presiden karena ingin mendapatkan Sembako yang dibagikan Paspampres. Namun saat diberikan paket Sembako, Lahumma menolak pemberia tersebut.
”Bukan ini kumaui,” kata Lahumma.
Lahumma yang secara khusus dipilih Presiden Jokowi untuk berbincang dengannya, mengatakan, jika lahan miliknya seluas 15 are yang terambil untuk pembangunan lahan kereta api, hingga saat ini belum terbayarkan.
”Lahanku seluas 15 are belum terbayarkan. Padahal, sudah ditimbun pihak kereta api. Ini yang saya sampaikan kepada pak Presiden,” jelas Lahumma kepada awak media setelah berbicara dengan Presiden Jokowi.
Lahumma mengatakan, awalnya lahannya itu ditawarkan pihak kereta api ingin dibayar sebesar Rp64 ribu permeter. Karena menganggap harga itu murah, maka dirinya enggan menjualnya.
”Saya cuma ditawarkan Rp64 ribu satu meter. Kalau saya ditanyakan, biar lagi Rp2 juta mau saya jual. Tapi karena Rp64 ribu, maka saya menolak,” jelasnya.
Lahumma mengaku, dia bukanlah satu-satunya pemilik lahan yang belum dibayar. Masih ada puluhan warga lain yang juga memiliki lahan sudah digunakan proyek kereta api. Tapi tidak juga mendapatkan ganti rugi.
”Bukan cuma saya. Masih ada juga warga lain. Saya punya surat-surat tanah yang lengkap. Tapi mereka tidak mau ganti rugi dengan harga yang tepat,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang warga lainnya yang mengaku sawah miliknya seluas sekitar 2 are, juga diambil sebagai lahan kereta api.
Senasib dengan Lahumma, ganti rugi lahannya pun belum dibayarkan. Sebelumnya, lahannya sudah ditawarkan seharga Rp80 ribu. Hanya saja dia menolak. Karena harga tersebut jauh di bawah harga saat dia membeli tanah persawahannya.
”Bagaimana caranya mauki ambil uangnya, kalau mau dibeli dengan harga jauh lebih dari harga ketika kami membelinya,” tuturnya.
Berdasarkan informasi, masih ada sekitat 26 bidang lahan warga yang telah digunakan sebagai lahan kereta api. Namun hingga saat ini belum dibayarkan ganti ruginya. (ari/b)