Site icon Berita Kota Makassar

Tak Semua Bisa Mudik, Jadikan Syawal Ramadan Kedua

TIGA dai IDMI (Ikatan Dai Muda Indonesia) bertemu dalam sebuah forum untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar. Mereka adalah Dr Muh Irham A Muin (Ketua Umum Pengurus Pusat IDMI), Dr Takdir Khair (Sekretaris Pengurus Wilayah IDMI DKI Jakarta), dan Muh Ridwan (Pengurus PP IDMI). Ketiganya membahas sebuah tema tentang Memaknai Idulfitri dan Syawal.

USTAZ Takdir Khair menjelaskan bahwa ada banyak pendapat tentang makna Idulfitri. Id berarti kembali, dan fitri artinya suci atau fitrah.
”Pada prinsipnya manusia itu diciptakan suci. Mudah-mudahan setelah melakukan proses ibadah di bulan Ramadan bisa kembali bersih dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Ramadan bisa mengampunkan dosa-dosa kita dan menggugurkan segala kesalahan yang kita lakukan di luar bulan suci Ramadan, baik disengaja maupun tidak,” ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa yang menarik terkait Id itu adalah kembali. Apa makna sesungguhnya dari kembali itu? Bagaimana jiwa kita ini kembali fitrah, suci dengan proses ibadah yang dilakukan di bulan Ramadan. Ada puasa, tarawih, berzakat fitrah, salat dhuha, salat lail, salat tahajjud, dan aktivitas ibadah lainnya.

”Memaknai kata kembali ini ada dua. Pertama, kembali kepada Allah. Kedua, kembali yang berarti mudik. Tradisi mudik ini hanya ada di Indonesia. Ketika mereka yang ingin mudik ke kampung halamannya tentu mempersiapkan segela keperluannya. Bahkan satu bulan sebelumnya, seperti cek tiket pesawat, kereta, atau bus. Bahkan ada yang tidak mendapatkan tiket. Jadi, tidak semua perantau itu mudik,” terangnya.
”Sama halnya dengan kita yang sudah lama beragama dan berpuasa. Tidak semua bisa mudik. Yang bisa kembali kepada Allah adalah orang-orang yang jauh sebelumnya sudah mempersiapkan dirinya untuk kembali kepada Allah. Dia melaksanakan ibadah secara serius. Berpuasa dan melaksanakan amaliah Ramadan,” sambungnya.

Ustaz Takdir kemudian mengutip sabda Rasulullah, bahwa siapa yang bersungguh-sungguh beribadah di bulan suci Ramadan maka Allah akan mengampunkan segala dosa-dosanya. Begitu pula dengan yang melaksanakan salat tarawih di dalam bulan suci Ramadan akan diampuinkan segala dosa-dosanya.
”Kalau untuk mudik pulang kampung saja kita mempersiapkan segalanya, apalagi kembali ke kampung halaman kita sebenarnya. Dari Allah akan kembali kepada Allah. Lalu apa yang dipersiapkan untuk mudik? Sebaik-baik orang yang mudik pasti mempersiapkan segala sesuatunya. Bekal yang akan dia gunakan dalam perjalanan. Kalau bekalnya tidak cukup, tak akan mudik karena khawatir tidak akan sampai,” jelasnya lagi.
Sementara Ustaz Ridwan menerangkan bahwa Ramadan itu ibarat tamu. Kehadirannya tidak akan lama. Tamu ini bukan sembarangan. Tapi jauh sebelumnya sudah dipersiapkan kedatangannya. Bahkan semua orang berharap bisa bertemu dengan tamu itu. Dari sekian banyak yang berdoa untuk bertemu dengan Ramadan, tidak semua dikabulkan.

”Dari sekian banyak doa itu, doa kita yang diijabah. Untuk itu jangan pernah membiarkan tamu kita Ramadan ini sia-sia kedatangannya ke rumah kita. Jangan memperlakukannya biasa-biasa saja,” imbuhnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, ada tiga hal yang kita pegang dari hasil puasa ini. Pertama, semua yang kita dapat dan nikmati adalah pemberian Allah. Disebut sebagai hak guna atau hak pakai, bukan hak milik. ”Karena itu di akhir Ramadan diperintahkan berzakat, sehingga harus ditunaikan,” ujarnya.
Kedua, bagaimana lisan senantiasa dihiasi dengan kalimat-kalimat thoyyibah. Berkata yang baik, setiap melakukan sesuatu diawali bismillah. Sebab jadi tidaknya sesuatu yang kita lakukan bergantung dari Allah Swt. Termasuk mengucapkan Alhamdulillah atas hasil yang diperoleh, walau sebenarnya tidak sesuai yang diharapkan.

Ketiga, harus menyadari sebagai hamba untuk menyembah Allah. Menjadi pribadi-pribadi yang bisa menghasilkan suatu karakter setelah berpuasa. Bukan lagi kita pada 15 tahun yang lalu, tapi bagaimana ke depan. Menjadi kertas putih tanpa coretan. Mengaplikasikan hasil dari berpuasa 11 bulan yang akan datang. Jangan hanya di bulan Ramadan.
Sementara Ustaz Irham menyinggung tentang keutamaan Ramadan dengan mengutip hadis nabi. ”Seandainya umatku mengetahui keutamaan Ramadan itu, niscaya mereka berharap sepanjang tahun akan Ramadan. Kalau begitu, mulai bulan Syawal ini mari menjadikannya sebagai Ramadan kedua. Bulan-bulan berikutnya menjadi Ramadan ketiga dan seterusnya hingga bulan Syawal tahun depan. Dengan begitu, kita bisa mengaplikasikan hikmah Ramadan dalam kehidupan sehari-hari,” terangnya.

Ia juga menyinggung tentang perbedaan waktu dalam pelaksanaan hari raya Idulfitri yang terjadi di tahun 1444 Hijriah. Ada tiga penyebab yang disebutkan Ustaz Irham. Pertama, perbedaan dalil yang dipakai, dan ini sudah terjadi di zaman sahabat nabi. Kedua, karena dalilnya memang sama, walau beda pendapat. Ketiga, beda pendapat karena tidak ada dalil. Di sini biasanya menggunakan ijtihad.
”Yang perlu kita pahami bahwa perbedaan itu adalah rahmat bagi kita semua. Namun, tidak boleh ngotot dalam berpendapat. Apalagi sampai memaksakan pendapat kepada orang lain. Nanti Allah yang menghukumi pendapat mana yang benar yang diperselisihkan. Kita hanya berijtihad. Bertoleransi dan saling menghargai pendapat,” tandasnya. (*/rus)

Exit mobile version