MAKASSAR, BKM — Pemerintah Kota Makassar melalui Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) merilis jika tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi.
Menurut Kepala UPTD P3A Makassar, Muslimin menjelaskan, berdasarkan data yang tercatat di UPTD kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang terjadi sejak Januari hingga Mei 2023 sebanyak lebih dari 200 kasus.
Dari ratusan kasus tersebut, 70 persen merupakan kasus kekerasan terhadap anak.
“Jadi kami mencatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Makassar sejak Januari hingga Mei ini sekitar 200 lebih kasus. Dari angka tersebut, 70 persen diantaranya merupakan kekerasan terhadap anak di bawah umur,” ungkap Muslimin, Kamis (25/5).
Yang cukup membuat prihatin, kata Muslimin, kasus kekerasan yang menimpa anak tersebut, didominasi oleh kasus-kasus kekerasan seksual.
Muslimin melanjutkan, berbagai persoalan yang kerap memposisikan anak sebagai korban dan obyek penderita.
UPTD P3A mencatat, selain kekerasan, kasus hak sengketa anak juga menjadi persoalan. Hal tersebut dipicu oleh tingginya angka perceraian sehingga orang tua berebut hak asuh terhadap anak. Ada juga kasus eksploitasi dan penelantaran anak.
Persoalan itu, kata Muslimin, mengancam mental dan psikis sang anak.
Pihaknya juga menemukan kasus perdagangan anak yang memposisikan anak naik sebagai pelaku maupun sebagai korban.
Menyikapi banyaknya persoalan terhadap anak, kata Muslimin, pihaknya berupaya untuk terus memberikan pendampingan terhadap anak yang bersoal dengan hukum maupun menjadi korban kekerasan.
Pendampingan dilakukan sebagai upaya untuk pemulihan mental korban dan pemenuhan hak-hak dasar korban.
Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa anak selalu saja menjadi korban kekerasan, padahal anak harusnya dilindungi.
Ia menduga, salah satu sebabnya karena pola asuh orang tua terhadap anak yang salah.
Penyebab tingginnya kasus kekerasan terhadap anak biasanya didasari dari tidak terpenuhinya hak anak.
Pernikahan dini juga menjadi salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Sehari sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar menerima banyak keluhan masyarakat terkait eksploitasi anak yang semakin marak di kota Makassar. Anak-anak berusia belasan tahun dipaksa jualan hingga larut malam, bahkan mengalami penyiksaan.
Ketua Komisi D Bidang Kesejahtaraan Rakyat DPRD Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso mengatakan, ia sudah banyak menerima laporan masyarakat mengenai eksploitasi anak yang semakin menjadi. Bahkan anak diberikan tindakan kekerasan terhadap orangtua ataupun oknum yang dengan sengaja menjual anak di jalan.
“Adanya laporan ini tentu harus ditindakserius oleh pemerintah, di depan mata kita melihat banyaknya anak dieksploitasi. Kita miris melihat kian hari dibiarkan aksi eksploitasi anak ini, terutama dimanfaatkan untuk meminta-minta di jalanan. Padahal itu area berbahaya, petugas yang menindaki juga seadanya padahal ini persoalan serius,” ungkapnya di DPRD Makassar, Selasa (23/5).
Selain itu, legislator Fraksi PKS DPRD Makassar ini mengaku peraturan daerah soal Perlindungan Anak ini lahir sebagai wujud kepedulian pemerintah dan legislatif. Hal ini menjadi payung hukum dalam mengawal perlindungan anak. Hanya saja, dalam pelaksanaannya tidak berjalan efektif, setiap hari eksploitasi ini semakin menjamur di jalan. (ita)