MAKASSAR, BKM — Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Kamis (22/6). Ia hadir untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan korupsi senilai Rp20 miliar di PDAM Makassar, yang menyeret mantan Dirut PDAM Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan Irawan Abadi.
Orang nomor satu Makassar itu tiba di Ruang Sidang Harifin Tumpa sekitar pukul 11.00 Wita mengenakan batik bercorak hijau. Danny menjawab puluhan pertanyaan yang diajukan baik hakim, jaksa, maupun penasihat hukum terdakwa.
Pertanyaan yang dilayangkan ke Wali Kota Makassar dua periode itu sekaitan dengan lahirnya SK penggunaan laba PDAM. Danny menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan ke dirinya.
Selain Danny, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan saksi ahli dari auditor BPKP Sulsel Zainuddin.
Dalam kesaksiannya dihadapan persidangan, Danny mengakui bahwa dirinya pernah mendapat uang sebesar RP600 juta dari Asuransi Bumiputera. Uang tersebut merupakan klaim atau manfaat asuransi. Asuransi tersebut merupakan bentuk kerja sama pemerintah sebelumnya dengan Asuransi Bumiputera, dengan kontrak kerjasama selama lima tahun.
“Besarannya Rp600 juta. Saya tidak tahu sumbernya, tapi saya dikasih cek resmi tahun 2016. Ada tulisan Bumiputera dan ternyata saya harus terima itu,” terangnya.
Danny juga mengaku, bahwa cek ratusan juta itu merupakan sisa pencairan klaim dari jabatan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Pada saat masa jabatan Ilham berakhir, ternyata masih ada sisa premi yang belum cair.
Sisa preminya itu sebesar Rp600 juta, dan itu kemudian harus diterima oleh wali kota yang terpilih setelahnya. Setelah itu, hingga kini ia tidak pernah lagi menerima klaim asuransi apapun.
“Dan di zamannya Pak Ilham (Ilham Arif Sirajuddin) itu yang (klaimnya) besar sekali. Jadi saya cuma dapat sisa dan itu resmi,” timpalnya.
Wali Kota Makassar dua periode ini mengakui bahwa adanya kerugian negara dalam kasus ini merupakan buntut dari pembagian laba PDAM Makassar., dengan adanya surat keputusan (SK) yang ditandatanganinya pada tahun 2016 lalu. Danny mengakui jika BPK memang pernah menyuratinya terkait adanya kerugian negara dampak dari pembagian laba PDAM Makassar tahun 2015, yang diusulkan dan dibagikan pada tahun 2016.
“Kami baru tahu setelah ada temuan BPK. Jadi temuan BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar, untuk memerintahkan kepada direktur utama PDAM agar membayar kerugian yang ditemukan BPK,” terang Danny di persidangan.
Terkait SK Wali Kota tentang pembagian laba PDAM Makassar tahun 2015 yang diusulkan pada tahun 2016 silam, SK itulah yang menjadi dasar bagi direksi PDAM Makassar mengeluarkan SK pembagian laba PDAM sebesar Rp64 miliar.
Namun Danny menyebut bahwa pihaknya tak serta merta mengeluarkan SK ke direksi. Dia menegaskan bahwa justru direksi melalui dewan pengawas yang lebih dulu mengusulkan pembagian laba PDAM Makassar.
“Itu permohonan dulu (dari direksi), kemudian melalui dewas, kemudian kami sampaikan ke Kabag Hukum dan Kabag Ekonomi, karena ada di situ (kajiannya) benar tidaknya,” sebut Danny.
Usai memberi keterangan di persidangan, kepada wartawan, Danny mengatakan kehadirannya untuk memberikan keterangan dalam sidang kasus korupsi PDAM sebagai orang yang taat hukum. “Saya hadir di sini (pengadilan) untuk mengklarifikasi banyak hal,” ungkapnya.
Salah satunya, terkait informasi dari mantan Kabag Umum Pemkot Makassar, Umar yang mengatakan ada rapat terkait penggunaan laba yang dinyatakan SK di kediaman pribadinya, Jalan Amirullah pada 2017 silam.
“Tahun 2017 itu saya tidak tinggal di Amirullah. Boleh dicek. Saya 2018 baru ke Amirullah, berarti itu kan bohong. Itu kan saya perlu klarifikasi, kalau tidak, nanti orang kembangkan hoaks-hoaks ini. Jangan sampai orang-orang mempolitisir ini masalah,” kata Danny.
Ternyata setelah dicek ke Bagian Umum, rapat terkait penggunaan laba PDAM itu digelar di Ruang Sipakatau, Kantor Wali Kota Makassar. Pada pertemuan tersebut, ia meminta Biro Hukum untuk mengkaji penggunaan laba PDAM agar disesuaikan dengan aturan Permendagri nomor 2 tahun 2007.
Danny pun membuat SK untuk penggunaan laba. Aturannya dari laba bersih dibagi 5 persen untuk direksi. “Tapi SK dicabut karena tidak dilaksanakan. Jadi penggunaan laba dibatalkan karena tidak sesuai dengan pembagiannya,” bebernya.
Dia juga mengaku heran karena mendapat laporan hasil audit dari BPKP tiap tahunnya. Hasil tersebut menyatakan laporan keuangan di PDAM bersih dan tidak bermasalah.
Pada rekomendasi laporan hasil pemeriksaan BPK juga ada disebutkan bahwa temuan di PDAM tidak dapat dilanjutkan dengan alasan tertentu. “Makanya saya heran, BPKP nyatakan PDAM sehat tapi dipersoalkan. Bagaimana kami tidak yakin (kalau PDAM baik-baik saja) selama ini,” kata Danny.
Ia mengaku PDAM diaudit oleh BPKP sejak tahun 2016. Wali Kota juga mendapat laporan laba dan rugi setiap tahunnya. Namun, tetiba ada rekomendasi oleh BPK yang meminta Danny harus membuat surat ke PDAM untuk pengembalian dana penggunaan laba oleh Direksi.
“Ya, minta dikembalikan sekitar Rp8 miliar lebih. Di LHP BPK, saya disuruh bikin surat untuk pengembalian ke direksi,” kata Danny.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel Muh Yusuf yang ditemui usai sidang, mengatakan pihaknya masih akan menghadirkan tiga orang ahli. Sedangkan untuk saksi fakta sudah cukup.
“Insyaallah Senin pekan depan kami akan menghadirkan tiga ahli dari kampus,” ucapnya. (mat-rhm)