MAKASSAR, BKM — Panitia lelang rencananya akan mengumumkan konsorsium yang memenangkan proyek Pembangkit Listrik Berbasis Energi Listrik (PSEL) hari ini, Jumat (14/7). Ada tiga konsorsium yang melewati tahapan tiga besar. Salah satunya akan memenangkan proyek ini.
Ketiganya menawarkan lokasi yang berbeda-beda. Di antaranya kawasan Kelurahan Tamangapa, Antang, Kecamatan Manggala. Lokasi kedua di Kelurahan Kapasa, Kecamatan Biringkanaya. Dan lokasi ketiga adalah Kelurahan Bira Kecamatan Tamalanrea.
Kendati penetapan pemenang belum diumumkan, namun lokasi yang akan menjadi tempat PSEL menuai beragam reaksi. Berbeda dengan warga Tamangapa yang berharap lokasi PSEL ditempatkan di daerahnya, warga Tamalanrea justru menyatakan penolakannya.
Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Pa’kopi dengan tema Masyarakat Tamalanrea Tegas Menolak Rencana Pembangunan di PSEL, di Warkop Ardan Masogi, Kamis (13/7). Salah seorang warga Bumi Tamalanrea Permai (BTP) yang juga Ketua HMI Cagora Ardiansyah Rajjako, mengatakan jika PSEL ditempatkan di Tamalanrea akan membawa dampak negatif bagi berbagai aktivitas di kawasan tersebut.
Selama ini, wilayah Tamalanrea dikenal sebagai kawasan pergudangan, kawasan perumahan seperti Tallasa City. Bahkan dalam waktu dekat akan didirikan rumah sakit saraf bertaraf internasional. Selain itu, khususnya BTP terkenal dengan kawasan kuliner.
“Jika PSEL dihadirkan di Tamalanrea, akan menganggu ekosistem dan komunitas yang sudah terbangun saat ini. Dikhawatirkan limbahnya, aktivitas mobil sampah yang mondar-mandir, akan sangat merugikan masyarakat di kawasan ini,” kata Ardiansyah.
Lebih jauh dikemukakan, kawasan BTP yang setiap harinya sudah padat kendaraan, jika setiap hari dilewati mobil pengangkut sampah, akan semakin macet. “Jadi alangkah baiknya kalau lokasinya di Tamangapa saja dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya akses lebih mudah. Masak sampahnya ada di Tamangapa, PSEL di Tamalanrea,” jelasnya.
Pengelola Kawasan Bisnis Parangloe/Tallasa City yang juga warga Tamalanrea Bambang, pada dasarnya mengapresiasi kebijakan yang dilaksanakan Pemkot Makassar. Namun yang jadi kekhawatiran jika PSEL ditempatkan di Tamalanrea, akan berdampak pada aktivitas bisnis dan pengembangan program yang sudah direncanakan selama ini.
“Tallasa City direncanakan menjadi Kota Mandiri terbesar di Kawasan Indonesia Timur. Di sana akan didirikan sekolah bertaraf internasiona kerja sama dengan Singapura. Dan masih banyak perencanaan dan pengembangan lain,” jelas Bambang.
Terus terang, ungkap dia, setelah mendengar kawasan Tamalanrea menjadi salah satu calon lokasi PSEL, dikhawatirkan para investor yang sudah melakukan MoU akan komplain. “Jadi kami berharap para pemangku kepentingan mempertimbangkan jika lokasinya akan ditempatkan di Tamalanrea,” jelasnya.
Tokoh masyarakat Abdul Hamid, secara tegas menolak kehadiran PSEL di Tamalanrea apapun dalil dan narasinya. Dia mengaku, sebagai orang yang mencintai lingkungan, keberadaan PSEL akan berdampak negatif pada aktivitas warga.
“Saya tidak punya kepentingan dengan kehadiran PSEL. Tapi sebagai warga, saya khawatir jika proyek itu mengganggu kualitas udara, timbul polusi dan hal negatif lainnya,” cetusnya.
Pengamat Sosial Politik Arief Wicaksono mengatakan, dalam melaksanakan program, khususnya yang berhubungan dengan kepentingan publik, harus mendahulukan kepentingan masyarakat. “Jika ternyata banyak sekali dampak sosial yang akan ditimbulkan ke masyarakat hingga potensi konflik, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali,” kata Arief.
Dia mengatakan, pemerintah harus memikirkan masyarakat akan dapat apa dengan kehadiran PSEL di wilayahnya. “Pemerintah tidak seharusnya merugikan kepentingan publik kalau proyek ini berjalan. Harus lurus, terbuka, transparan, dan akuntabel,” tandasnya. (rhm)