MAKASSAR,BKM.COM–Berdasarkan data dari World Blind Union, 90 persen karya tulis yang beredar saat ini tidak dapat diakses oleh teman netra. Itu dikarenakan penggunaan hurufnya. Salah satu kunci bagi teman netra untuk bisa mengaksesnya adalah penggunaan huruf braille.
DUTA Bahasa Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Dubas Sulselbar) 2023, yakni Arianto dan Muhammad Luthfi Tahir Yamani menyadari hal itu. Akhirnya lahirlah sebuah inovasi dari mereka untuk membuat buku cerita dengan menggunakan huruf braille. Masing-masing tentang Meongpalo Karellae dan Sangiang Serri.
Kedua Dubas itu hadir menjadi tamu siniar untuk kanal Youtube Berita Kota akassar. Arianti yang akrab disapa Anti merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Kedokteran Universitas Hasanuddin. Sementara Lutfhi juga berasal dari kampus yang sama dan jurusan berbeda, yakni Prodi Ilmu Politik semester akhir.
Dijelaskan Anti, inovasi penulisan buku cerita tersebut menjadi bagian dari krida Maccarita, akronim dari Media Cerdas Teman Netra. ”Inilah yang kami produksi bukunya. Menggunakan huruf braille yang nantinya dapat dibaca dan diakses teman netra. Kami juga sediakan dalam bentuk buku elektronik,” ujarnya.
Menurut Anti, difabel netra sangat membutuhkan buku seperti itu. Jadi, pemenuhan buku bacaan untuk pendidikan tidak hanya bagi yang normal saja.
”Tanggal 21 dan 22 Agustus kemarin kita sudah laksanakan krida Maccarita di dua mitra, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) A Yapati Makassar dan SLB Negeri 1 Pembina Makassar. Kita menyasar sekolah swasta dan milik pemerintah. Kemudian kita melihat, mengolah datanya dan riset kecil-kecilan tentang apa sih sebenarnya yang mereka butuhkan, serta bagaimana impact atau dampak yang bisa kami berikan sebagai Duta Bahasa terkait kebahasaan dan kesusasteraan daerah,” terang Anti.
Dalam buku cerita yang dibuat, terdapat komponen seperti banyak istilah-istilah bahasa daerah yang dipaparkan terjemahannya. Komponen kedua terdapat pula glosarium di dalamnya. Di akhir cerita terdapat pesan-pesan wasita atau pappaseng dalam bahasa Bugis disertai penjelasan tentang maknya.
”Misalnya, jangan membiarkan tempat beras itu tidak terisi. Makanya, kita harus senantiasa siap siaga ketika tamu tiba-tiba datang. Jadi periuk harus senantiasa terisi. Contoh lainnya, tidak boleh ribut atau tidak boleh bergunjing di malam hari, utamanya malam Jumat. Makanya, bisa mengurangi rezeki,” ungkap Anti.
Yang menarik dari kehadiran buku cerita ini, menurut Anti, karena walau diperuntukkan bagi disabilitas netra, buku tersebut juga diakses oleh teman-teman awas atau teman disabilitas lain. Apalagi di sampul buku yang berupa cetak braille itu terdapat kode respons cepat atau QR Code yang bisa dipindai langsung menuju buku elektoniknya ke halaman Balai Bahasa.
”Di akhir halaman buku elektorniknya itu ada tiga macam audio. Yang pertama adalah audio untuk ceritanya. Audio kedua untuk glosarinya, dan audio ketiga untuk pappasengnya. Nah, semuanya dipindai melalui kode respons cepat. Jadi itu yang menarik dari buku kita,” jelasnya.
Yang lebih istimewa dari buku ini, menurut Luthfi, karena menonjolkan unsur kedaerahan dengan memperkenalkan daerah di Sulawesi Selatan. Sebab ada beberapa lokasi di dalam cerita ini.
”Kemudian ada pappaseng. Ini yang jarang sekali ditemukan di buku cerita lain. Biasanya orang-orang harus mencari sendiri mana sih pesan moralnya. Nah, ini kita sudah sediakan,” imbuhnya.
Anti dan Luthfi menekankan, inovasi buku cerita yang dibuat tak sekadar diperuntukan bagi teman netra, tapi semua bisa mengaksesnya.
Luthfi kemudian menjelaskan alasan dipilihnya SLB-A Yapti sebagai tempat pelaksanaan krida Maccarita. ”Sekolah ini memang diperuntukkan khusus bagi teman-teman netra. Jadi tidak ada teman-teman disabilitas lain yang ada di SLB-A Yapti. Di sini juga merupakan pusat percetakan buku braille,” terangnya.
Dari situ kemudian dipikirkan untuk menambah satu mitra lagi sebagai tempat pengambilan sampel yang lebih luas, sekaligus untuk bisa memberikan kebermanfaatan yang lebih banyak lagi. Akhirnya digandeng SLB milik pemerintah, yakni SLB Negeri 1 Pembina Kota Makassar.
Di dalam sekolah ini ada enam jenis disabilitas. Termasuk teman otis. Namun fokus kegiatan menyasar disabilitas netra.
”Melalui kerja sama dengan SLB Negeri 1 kami bisa lebih memperkuat pondasi untuk kerja sama dengan Dinas Pendidikan,” tandasnya. (*/rus)