DIREKTUR Politician Academy, Bonggas Chandra berpandangan bahwa jika melihat peluang, petahana agak rawan.
“Saya pikir peluang hampir sama, karena memang peluang dari Caleg baru dan petahana itu masih fifty-fifty. Saya ambil contoh kan di Dapil Sulsel III pada Pemilu 2019 lalu tidak ada petahana pemilu 2014 yang terpilih di 2019,” ujarnya, Rabu (8/11).
Lantas apa yang mesti dilakukan oleh pendatang baru DPR RI dari dapil Sulsel? Masing-masing caleg punya cara tersendiri mendekati pemilih di dapilnya.
Chandra menyebutkan, dari data Pemilu Legislatif 2019 lalu, yang namanya petahana tidak otomatis bisa mempertahankan kursinya.
“Artinya kalau saya lihat di Dapil Sulsel I, ini hanya 5 dari 8 petahana yang bisa bertahan di Pemilu 2019. Kemudian di Sulsel II hanya 6 dari 9 petahana yang kembali (terpilih). Di Sulsel III tidak ada petahana yang terpilih kembali,” jelasnya.
Jadi dari data ini, bahwa sebetulnya Caleg baru atau petahana sama-sama memiliki peluang yang cukup besar untuk terpilih di Pileg 2024. Karena kalau petahana performancenya jelek atau buruk, itu akan dihukum masyarakat dengan tidak dipilih kembali.
Sedangkan pendatang baru, kalau dia memiliki popularitas yang baik, memiliki track record yang baik. Misalnya mantan kepala daerah atau tokoh masyarakat di sekitarnya ya itu kemungkinan peluang terpilih menjadi anggota DPR RI cukup besar.
“Kemudian yang kedua, baik petahana maupun pendatang baru, harus prioritas untuk mengurangi golput. Karena Golput itu menurut data saya itu masih tinggi,” jelasnya.
Dijelaskan, sesuai data dimiliki, di Dapil Sulsel I, data Pemilu 2019 ada sekitar 500 ribu peserta pemilih lebih memilih Golput. Dapil II, golputnya mencapai sebanyak 492 ribu.
“Kemudian di Sulsel III mencapai 332 ribu yang memilih golput, ini belum termasuk pemilih pemula,” tuturnya.
Artinya bagi caleg petahana maupun pendatang baru harus fokus juga untuk memberikan kesan yang baik terhadap politik.
Sehingga golput itu bisa dikurangi dan para pemilih pemula itu harus aktif dengan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos.
Ketiga, cara berkampanye baik caleg baru maupun caleg petahana harus cari cara-cara yang cerdas dan simpatik, jangan pakai cara-cara yang lama
“Misalnya, kampanye black campaign, politik sara, politik uang, saya harus pakai cara-cara yang lebih cerdas supaya masyarakat lebih positif dalam melihat pesta demokrasi dan kemudian memilih caleg-caleg yang terbaik,” saran dia. (jun/rif)