pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Berkunjung ke Rumah Adat Batea ri Tombolo Bate Salapanga ri Gowa

Menyimpan Aneka Warisan Budaya, Butuh Perhatian Pemerintah

GOWA,BKM.COM–KABUPATEN Gowa kaya dengan adat budaya warisan leluhur. Salah satunya adalah Rumah Adat Batea ri Tombolo Bate Salapanga ri Gowa. Terletak di Jalan Abd Rasyid Dg Lurang Nomor 9C Tombolo, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.

TIM Youtube Berita Kota Makassar mengunjungi rumah adat ini. Dua pengelola tempat ini yang merupakan keturunan dari Bate Salapanga ri Gowa, yakni H Nurdin Daeng Beta Bin Paharuddin bersama Hj Sohrah Daeng Ngai Binti Hamado menyambut dengan ramah. Bahkan menyuguhkan makanan khas.
H Nurdin menuturkan, rumah adat ini memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat dari masa ke masa. Di zaman kerajaan digunakan sebagai tempat musyawarah serta menjadi tempat pengangkatan, penurunan raja-raja serta membuat dan meresmikan undang-undang Kerajaan Gowa pada masanya.

Memasuki pekarangan rumah adat Batea ri Tombolo suasana sejuk sangat terasa, meskipun pada siang itu pukul 11.30 Wita sinar matahari cukup menyengat. Menaiki tangga balok beralaskan papan hingga menuju pintu masuk, terasa suasana cukup sakral dengan berbagai kain yang didomi
nasi warna merah dan putih. Ornamen-ornamen peninggalan masa kerajaan Gowa juga begitu banyak.

Rumah adat ini memang diyakini sebagai tempat yang sakral. Keturunan Bate Salapang dan masyarakat yang menjadikan rumah tersebut sebagai tempat melaksanakan sejumlah ritual seperti menunaikan nazar, hingga syukuran atas keberhasilan yang telah dicapai. Banyak yang berkunjung ke rumah ini bila niat dan keinginannya sudah terkabul.
Batea ri Tombolo merupakan warisan bersejarah yang patut dilestarikan. Keyakinan masyarakat terhadap kesakralan rumah adat tersebut membuat keberadaannya menjadi salah satu warisan budaya terpenting di Tombolo.

Bate Salapang adalah dewan adat yang menjadi penasihat Kesultanan Gowa, khususnya raja Gowa yakni Sombayya ri Gowa dalam mengambil kebijakan.
Bate Salapang adalah simbol demokrasi yang diterapkan di Gowa, di mana sembilan tokoh dari sembilan Kasuwiyang di Gowa ikut mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan rakyat Gowa. Mereka juga mengangkat Tumanurung Bainea sebagai raja (sombaya) di Gowa yang memimpin sembilan kerajaan ini secara damai.

H Nurdin Daeng Beta selaku juru pengelola keturunan ke-7 di rumah adat Batea ri Tombolo mengatakan, rumah adat ini memang sakral. Siapa saja datang ke sini semata-mata meminta petunjuk kebaikan dari Allah Swt.
”Bate Salapang adalah petunjuk dari Allah, sehingga siapa saja yang selalu memperhatikan budayanya Insyaallah mendapatkan rezeki dan juga keselamatan. Sementara siapa saja yang tidak melajutkan atau meninggalkan budayanya, maka tunggu balasannya malapetaka akan menghampiri.
Saya selalu meminta keselamatan untuk masyarakat di Gowa, Sulawesi Selatan dan Indonesia. Termasuk agar tetap rukun,” ujarnya.

Hj Nurdin juga menjelaskan bahwa rumah adat Batea ri Tombolo Bate Salapanga ri Gowa beberapa kali berpindah dan diurus oleh beberapa keturunan sebagai juru kelola.
“Di buku tamu kami sudah ada 2.000 lebih yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ada yang dari Malaysia. Mereka datang ke sini untuk mencari kebaikan dengan meminta dari Allah,” kata H Nurdin.

Tentang kegiatan yang sering dilaksanakan di rumah adat ini, H Nurdin Dg Beta bersama Hj Sohrah Dg Ngai menyebut, ada beberapa acara yang rutin digelar setiap tahunnya. Seperti maudu’ tradisi setiap 12 Rabiul Awwal, akkaddo minnya’ setiap akhir bulan haji, songkabala/tolak bala setiap 1 Muharram, attompang atau membersihkan benda-benda pusaka setiap lebaran haji, appepe pepe’ yang dilaksanakan empat hari sebelum Idulfitri, serta accera kalompoang.
Sementara benda bersejarah yang tersimpan rapi sebelum ada raja Gowa pertama, seperti fosil babi, fosil kura-kura, kodok hijau dan buaya, batu badara cera yang beratnya 4 kilogram, bendera kerajaan, baju adat, uang kuno, piring anti basi, serta miniatur rumah adat.
“Piring anti basi ini digunakan oleh keluarga raja. Berapa hari pun makanan disimpan di piring ini tidak akan basi. Begitupun dupa zaman dulu, serta miniatur rumah adat sebagai salah satu yang disakralkan,” jelas H Nurdin.

Sebuah keprihatinan disampaikan H Nurdin di sela-sela wawancara. Menurutnya, eksistensi rumah ada yang dikelolanya mulai terkikis sebagai dampak dari globalisasi. Termasuk kurangnya tulisan yang membahas tentang rumah adat, seperti rumah adat Batea ri Tombolo Bate Salapang Ri Gowa.
Ia khawatir jika peninggalan sejarah ini tidak dilestarikan maka akan punah dan tak ada lagi generasi pelanjut yang akan menjaganya.
Karena itu ia berharap adanya kepedulian dari pemerintah, minimal datang berkunjung ke tempat ini untuk melihat secara langsung Batea ri Tombolo yang menyimpan bukti kekayaan budaya leluhur di Sulawesi.
Lebih jauh lagi, kunjungan itu bisa mendatangkan kontribusi berupa bantuan guna pembenahan serta renovasi, agar Batea ri Tombolo tetap terjaga dan aman untuk dijadikan tempat penyimpanan benda-benda peninggalan yang nantinya akan diperlihatkan kepada masyarakat luas.
Baik H Nurdin maupun Hj Sohra mengakui bahwa hingga saat ini belum ada kucuran bantuan dari intitusi pemerintah yang terkait dengan urusan sejarah. Seperti Kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi Sulsel, maupun Dinas Sosial Kabupaten Gowa. Termasuk dari lembaga kepurbakalaan dan Dinas Pariwisata.
Padahal, Batea ri Tombolo ini butuh bantuan untuk perbaikan. Saat ini pada sebagian bangunan tampak mulai keropos, seperti dinding dan kayunya. Atapnya juga mulai bocor.
“Kami berharap ada bantuan dari Kementerian Sosial, Dinas Pariwisata, serta dinas terkait di Provinsi Sulsel dan Kabupaten Gowa untuk menganggarkan perbaikan rumah adat ini. Sebab dinding dan atapnya sudah mulai rusak,” ungkap H Nurdin. Selain itu, lanjutnya, wadah untuk tempat penyimpanan benda-benda pusaka tergolong masih kurang. Dibutuhkan lemari tempat penyimpanan agar benda-benda bersejarah tersebut tetap terjaga keamanannya.
”Termasuk membangun kembali rumah adat seperti aslinya yang dilengkapi pintu gerbang serta paladang, papan bicara. Pernah ada pintu gerbangnya, tapi dihilangkan karena ada pelebaran jalan,” harap keduanya. (pkl2)




×


Berkunjung ke Rumah Adat Batea ri Tombolo Bate Salapanga ri Gowa

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link