MAKASSAR, BKM — Sepanjang Januari hingga Oktober 2023 ini tercatat sebanyak 516 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Kota Makassar.
Data yang dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar tersebut terbagi atas 372 kekerasan terjadi pada anak dan 144 kasus lainnya pada orang dewasa.
Kepala UPTD PPA Dinas PPPA Kota Makassar Muslimin Hasbullah, menjelaskan bentuk kekerasan yang diterima oleh anak dan perempuan berbeda-beda.
Yang paling parah, jumlah anak yang mengalami kekerasan seksual paling mendominasi, yakni sebanyak 132 anak.
Sementara anak yang mengalami kekerasan fisik 73 orang, dan 50 anak korban kekerasan psikis.
Muslimin menambahkan kasus bullying anak juga masih kerap terjadi.
Hingga sekarang tercatat empat anak yang mengalami perundungan, delapan anak korban penculikan dan kekerasan, dan bentuk lainnya sebanyak 16 kasus.
Kasus perdagangan anak atau trafficking sebanyak 13 orang, korban penelantaran 20 anak, dan eksploitasi 20 anak.
Tidak hanya mengalami kekerasan, beberapa anak bahkan menjadi pelaku kekerasan.
Total ada 36 anak yang diidentifikasi sebagai pelaku kekerasan.
“Kami juga mencatat ada 57 anak yang berhadapan dengan hukum. Ada juga yang menjadi korban kekerasan rumah tangga korban Napza,” ungkapnya.
Berdasarkan data, lanjut Muslimin, angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Makassar tertinggi dibanding kabupaten/kota lain di Sulsel.
Kekerasan terhadap perempuan tercatat 128 yang mengalami kekerasan fisik, dan 85 kekerasan psikis.
“Data Makassar tinggi. 30 persen data Sulsel diisi oleh Makassar,” ungkapnya
Selanjutnya, 180 perempuan menjadi korban kekerasan seksual, 14 trafficking, 23 korban eksploitasi, 20 bullying, empat korban penculikan, sembilan kekerasan bentuk lainnya, dan 17 pelaku menjadi kekerasan.
Faktor lainnya yakni serapan informasi yang diperoleh dari media sosial dan internet yang memicu seseorang berbuat kejahatan.
Misalnya saja, pada tahun-tahun sebelumnya, kasus open BO ditemukan banyak terjadi di kalangan pelajar SMA, namun sekarang ini justru didominasi oleh anak SMP.
“Gara-gara akses informasi yang tak terbendung dari ponsel, tindakan anak-anak kadang melampaui usianya. Yang menyedihkan, kasus open BO sekarang ini lebih banyak melibatkan pelajar SMP,” kuncinya. (rhm)