pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Bekerja Tenang, Perasaan Senang, Masa Depan Keluarga Terjamin Bersama BPJS Ketenagakerjaan

SANTUNAN -- Pemberian santunan JKM kepada ahli waris peserta BPJS Ketenagakerjaan di Kabupaten Luwu Utara.

PANDANGAN Maryam lurus jauh ke depan. Tatapannya kosong pasca sepeninggal suaminya sepekan sebelumnya. Dia mulai berpikir keras mencari cara untuk mempertahankan hidup dan kelanjutan pendidikan ketiga anaknya yang baru duduk di bangku TK dan sekolah dasar.
Maryam kini tidak tahu harus berbuat apa untuk dapat menghidupi anak-anaknya. Belum lagi anak-anaknya terancam putus sekolah. Karena dia tidak punya simpanan untuk membayar uang sekolah anaknya.
Suaminya yang hanya seorang buruh bangunan tidak meninggalkan apa-apa. Sedangkan dirinya juga tidak punya ketrampilan yang bisa digunakan untuk menghasilkan uang.
Suaminya meninggal saat sedang bekerja di sebuah pembangunan perumahan. Suaminya meninggal bersama seorang temannya, saat gondola yang digunakannya terjatuh.
Situasi jauh berbeda dialami isteri dari teman suaminya. Sebutlah namanya Wati. Dia memiliki dua orang anak yang kini sudah duduk di bangku SMP. Wati justru bisa bernafas lega.
Karena suaminya meninggalkan uang puluhan juta rupiah yang didapatkan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Yah, semasa hidupnya, suami ibu Wati, taruhlah kita sebut namanya Iwan, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Mandiri, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Iwan adalah pekerja di sektoral informal atau peserta Bukan Penerima Upah (BPU).
Untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan mandiri, Iwan hanya perlu menyisihkan penghasilannya puluhan ribu per bulan untuk pembayaran iuran BPJS Ketenagakeraan.
Selain santunan JKK dan JKM, dua orang anak Iwan yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), juga mendapatkan beasiswa dari BPJS Kesehatan hingga tamat perguruan tinggi.
Adapun besaran beasiswa pendidikan JKK dan JKM BPJS Ketenagakerjaan yang diterima kedua orang anak Iwan yang sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah Rp2 juta per orang per tahun. Pemberian beasiswa ini sampai keduanya menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun.

JKK DAN BEASISWA — Penyerahan santunan JKK dan beasiswa kepada ahli waris anggota Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia, peserta BPJS Ketenagakerjaan, yang meninggal di Arab Saudi saat sedang melaksanakan tugasnya.

Selanjutnya, saat keduanya memasuki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederat, BPJS Ketenagakerjaan kembali memberikan beasiswa sebesar Rp3 juta per orang per tahun hingga keduanya menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun.
Begitu pula ketika mereka memasuki jenjang perguruan tinggi atau kuliah, mereka akan mendapatkan beasiswa sebesar Rp12 juta per orang per tahun hingga keduanya menyelesaikan pendidikan maksimal selama lima tahun.
Beasiswa ini sendiri sebenarnya sudah diberikan BPJS Ketenagakerjaan sejak anak dari peserta yang meninggal dunia karena kecelakaan kerja maupun bukan karena kecelakaan kerja atau peserta mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan kerja atau PAK, duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp1,5 juta per orang per tahun. Maksimal menyelesaikan pendidikan selama delapan tahun.

Berinvestasi Melalui BPJS Ketenagakerjaan
Ternyata tidak banyak pekerja yang menyadari jika menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak semata-mata memberi perlindungan bagi diri sendiri, jika sewaktu-waktu terjadi hal-hal tidak diinginkan saat sedang bekerja atau beraktivitas .
Tapi secara tidak langsung menjadi tempat berinvestasi yang aman dan bebas dari biaya-biaya. Apa iya. Yah, iyalah. Dan Sapri, sudah membuktikannya.Sapri adalah salah seorang pekerja swasta. Dia peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai pekerja penerima upah.
Sebelum dirumahkan, Sapri bekerja di sebuah perusahaan consumer goods. Kesehariannya, Sapri bekerja dibagian penagihan di perusahaan itu. Hampir setiap hari dia berkeliling mendatangi toko-toko yang telah menjadi langganan perusahaannya.
Hingga suatu hari, Sapri mengalami kecelakaan. Mobil yang dikemudikannya menagih mengalami kecelakaan. Nahas bagi Sapri. Salah satu kakinya harus diamputasi akibat terjepit bodi mobil yang ringsek.
Sapri merasa dunia berhenti berputar ketika mengetahui satu kakinya harus diamputasi. Dia merasa masa depan bersama keluarganya akan suram. Karena dia otomatis tidak bisa lagi bekerja di perusahaan consumer goods tersebut.
Setelah menjalani perawatan selama beberapa bulan, Sapri sudah dinyatakan sembuh dan bisa kembali beraktivitas. Namun sayang, dia telah dirumahkan atau diberhentikan dari perusahaannya.
Meski sudah dimediasi pihak BPJS Ketenagakerjaan agar Sapri bisa dipekerjakan kembali, ternyata tidak ada bagian yang cocok dengan ketrampilannya. Apalagi dalam kondisi ada keterbatasan kehilangan separuh kaki sebelah.
Dengan berat hati Sapri harus menerima sejumlah uang dari perusahaannya sebagai tanda terima kasih. Awalnya Sapri berpikir menggunakan uang pesangonnya untuk memulai usaha mandiri. Namun jumlah itu dirasa tidak cukup.
Sapri lalu mendatangi kantor BPJS Ketenagakerjaan untuk mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) nya. Setelah menyampaikan maksudnya, pihak BPJS Ketenagakerjaan menawarkan sebuah solusi. Dimana, dia bisa tetap bekerja tanpa harus mencairkan dana JHT-nya.
Sapri memilih menjadi seorang ojek online yang khusus melayani pembelian makanan. Untuk melancarkan aktivitasnya, BPJS Ketenagakerjaan membantu Sapri mendapatkan kaki tiruan.
Sedangkan motor yang biasa digunakan bekerja, juga dimodifikasi khusus. Sehingga dia tetap bisa merasa nyaman beraktivitas. Untuk menambah penghasilan keluarganya, uang pesangon dari kantornya dulu digunakan untuk modal beli telur dan beras. Ruang tamu rumahnya pun disulap menjadi tempat berjualan telur dan beras.
Selain melayani penjualan langsung di rumahnya, Sapri juga melayani pengantaran dengan mengutip biaya pengantaran maksimal Rp5 ribu. Lambat laun usaha penjualan telur dan berasnya makin berkembang. Apalagi, banyak pelanggannya memilih untuk diantarkan.
Sehingga isterinya ikut membantu melayani pelanggannya. Bahkan, isterinya juga terkadang ikut mengantarkan pesanan ketika Sapri melayani pesanan makanan melalui aplikasi ojek online nya.
Untuk membentengi isterinya sekaligus memberikan perasaan tenang dan nyaman kepada isterinya saat beraktivitas, Sapri juga memasukkan isterinya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Bagi Sapri, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah sebuah investasi besar. Karena uang yang disetorkan setiap bulan tidaklah terlalu besar jika dibandingkan manfaat yang bakal didapatkan. Jauh lebih murah daripada membeli rokok atau nongkrong di warkop sebulannya.
Dengan iuran yang nilainya tidak seberapa itu, peserta sudah mendapatkan perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Bahkan bisa pula Jaminan Pensiun (JP)
”Ikut program JHT di BPJS Ketenagakerjaan lebih menguntungkan dibandingkan menyimpan uang di bank. Selain nilainya akan terus bertambah karena mendapatkan pengembangan. Juga tidak ada potongan biaya sepeser pun.

Pemberi Kerja Wajib Mendaftarkan Pekerjanya
Sebenarnya apa yang menimpa Maryam dan Iwan tidak perlu terjadi. Jika saja pemilik usaha dan pimpinan perusahaan menjalankan tanggung jawabnya untuk mengikutkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Mengacu pada Undang-undang (UU) No.24 tahun 2011, mewajibkan kepada para pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Seperti disampaikan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, semua pekerja wajib untuk didaftarkan perusahaannya menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan.
Bagaimana jika pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sudah tentu ada sanksi yang bakal diterapkan. Merujuk pada Pasal 17 UU No.24 tahun 2011, pemberi kerja yang tidak mendaftarkan kepesertaan BPJS kepada pekerjanya bakal dikenai sanksi administratif.
Selain wajib mengikutkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan, pemberi kerja juga diwajibkan untuk patuh membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan para pekerjanya.
Apabila pemberi kerja terbukti tidak patuh, maka dapat dikenai sanksi. Sanksinya bisa secara administratif seperti teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Bahkan, bisa pula dikenai sanksi pidana berupa penjara maksimal delapan tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah.
Meski ada sanksi menanti terhadap pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan, tapi para pemberi kerja ini sepertinya abai.
Bagi pemberi kerja, ketika sudah mendaftarkan pekerjanya, berarti ada konsekuensi pengeluaran rutin yang harus dipersiapkan setiap bulannya. Dan itu tidak bisa lagi ditangguhkan pihak pemberi kerja. Sekalipun dalam kondisi kinerja keuangan perusahaan lagi turun.
Sementara ada biaya operasional yang sewaktu waktu naik. Seperti biaya listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kendaraan perusahaannya. Ada pula beban Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Belum lagi keharusan untuk menaikkan upah para pekerjanya setiap tahun. Juga pemberian Tunjangan Hari Raya (THR).

Dorong Partisipasi Pekerja Jadi Peserta Mandiri
Melihat masih banyaknya pekerja baik Penerima Upah (PU) maupun Bukan Penerima Upah (BPU) belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi BPJS Ketenagakerjaan.
Apalagi ditahun ini, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan peningkatan jumlah peserta mencapai 46 juta. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan angka tahun sebelumnya yang hanya 36 juta.
Asisten Deputi Bidang Hubungan Masyarakat BPJS Ketenagakerjaan, Budi Hananto, beberapa waktu sebelumnya, mengatakan, untuk mencapai target 46 juta peserta, pihaknya menggandeng berbagai pihak. Mulai dari pelibatan masyarakat hingga bekerja sama dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Menurut Budi Hananto, dari 36 juta pekerja sekarang, enam jutanya hanya BPU. Ini yang jadi sasaran ditahun ini hingga ke depan. Jika mengacu pada data yang ada, saat ini ada sekitar 90 juta pekerja di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen atau 54 juta pekerja masuk dalam kategori bukan penerima upah atau BPU.
Untuk makin memotivasi para pekerja baik penerima upah maupun bukan penerima upah agar mendaftarkan dirinya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, menurut Budi, pihaknya terus meningkatkan pelayanan. Mulai dari sistem digital untuk proses pencairan, kemudahan dalam mendaftar hingga pelayanan di kantor jadi lebih ramah dan efisien.
Bahkan, pada tahun ,2022 BPJS Ketenagakerjaan juga meluncurkan tagline kerja keras, bebas cemas sebagai jaminan perlindungan kepada masyarakat, baik pekerja upah maupun bukan pekerja upah.

Kerja Sama Lembaga Perbankan
Langkah lainnya yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan untuk makin meningkatkan jumlah pesertanya adalah dengan bekerja sama lembaga perbankan. Salah satunya dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Seperti diketahui, pada 17 Oktober 2023 lalu, telah dilakukan penandatanganan kerja sama antara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo dengan Direktur Utama BRI, Sunarso, untuk memberi perlindungan kepada pekerja/debitur KUR BRI.
Anggoro mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan akan menjadi jaring pengaman ekonomi dan sosial kepada seluruh pekerja, apa pun profesinya, ketika menghadapi risiko. Dengan begitu, kata dia, perlindungan jaminan sosial menjadi sesuatu yang penting untuk dimiliki.
Anggoro mengajak seluruh pekerja memastikan diri terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, terutama untuk debitur kredit usaha rakyat (KUR) yang mayoritas merupakan tulang punggung di keluarga.
”Jadi, kami harus jamin mereka dan keluarganya terhindar dari risiko ekonomi dan sosial akibat risiko kerja yang mungkin terjadi, seperti risiko akibat kecelakaan kerja dan meninggal dunia,” jelas Anggoro dalam siaran persnya.
Adapun kerja sama tersebut bertujuan mensinergikan fungsi dan saling mendukung optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi penerima KUR.
Sedangkan Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Palopo, Makmur, menyambut baik adanya kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan Bank BRI terkait perluasan kepesertaan.
Makmur mengatakan, Kerja sama yang ditandatangani Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo dan Direktur Utama BRI, Sunarso, merupakan hal positif bagi perlindungan pekerja. Khususnya para pekerja/debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar tetap tenang dalam menjalankan usahanya. Karena mereka sudah dilindungi BPJS Ketenagakerjaan.
Sekarang tinggal berpulang kepada masing-masing personal pekerjanya. Jika mereka ingin jauh dari rasa cemas dan tidak tenang saat bekerja, maka segeralah mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri dan tidak perlu menunggu dari pihak pemberi kerja, seperti yang dilakukan Iwan.
Jangan sampai keluarga menjalani kehidupan serba memprihatinkan seperti yang dialami ibu Maryam, karena keegoan suaminya tidak mau mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena selalu beranggapan kalau menjadi peserta jaminan sosial adalah tanggung jawab pemberi kerja. Bukan pekerjanya.
Perlu disadari, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan banyak memberi keuntungan kepada peserta dan juga keluarganya. Baik ketika mendapatkan risiko, juga saat memasuki masa usia pensiun nanti.
Menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan membuat perasaan senang, pikiran tenang, keluarga terjamin. (amiruddin nur)




×


Bekerja Tenang, Perasaan Senang, Masa Depan Keluarga Terjamin Bersama BPJS Ketenagakerjaan

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link