MAKASSAR,BKM.COM–UPAYA pelestarian dan mengembangkan seni budaya di Sulawesi Selatan masih terus dilakukan. Tari Pepe’-pepeka ri Makka salah satunya. Warga yang bermukim di Kampung Paropo, Kelurahan Paropo, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar mempertahankan kesenian tersebut hingga saat ini.
LACAPILA dalam konten Carita To Riolo datang ke Kampung Paropo, Sabtu malam (2/3). Ia menemui pimpinan dan tim Sanggar Seni Remaja Paropo. Merekalah yang selama ini getol melestarikan seni budaya peninggalan leluhur.
Di sanggar ini bergabung orang-orang dengan usia yang berbeda. Ada yang usianya sudah tua, dewasa, serta remaja. Mereka ada yang menjadi pemain musim, sebagian lainnya bertindak sebagai penari.
Di bagian awal, tampak lima orang lelaki mengenakan baju khas Makassar berwarna merah dipadu sarung. Di kepala terpasang patonro, ikat kepala khas Makassar. Mereka membawakan tarian Ganrang Bulo I Lologading. Para pemain musik begitu ekspresif melantunkan syair dalam bahasa Makassar yang diselingi bahasa Arab.
Kemudian dilanjutkan dengan tari Ganrang Bulo yang mengisahkan penjajahan di tahun 42. Lima orang tampak memegang potongan bambu lalu berjalan berputar. Sesekali mereka memperlihatkan gerakan unik dan mengundang penonton tergelitik ketikla menyaksikannya.
Disusul kemudian Tari Siru, yang dalam bahasa Indonesia berarti sendok. Dibawakan oleh empat orang laki-laki. Dua membawa piring kecil di tangan kiri dan kanan. Sementara dua lainnya memegang sendok yang terbuat dari kayu. Sendok itulah yang dibunyikan selama tarian berlangsung.
Usai tarian Sendok, giliran Pepe’-pepeka ri Makka yang ditampilkan. Lima orang penari keluar. Satu diantaranya yang berada di tengah membawa obor di tangannya. Obor tersebut berukuran sedang. Kelimanya lalu duduk dan obor pun dibakar.
Setelah menyala sempurna, obor yang sudah menyala kemudian dibagikan. Satu orang mendapat dua obor. Beberapa saat kemudian tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Para penari yang sedari awal kemunculannya telah menggulung kedua lengan bajunya hingga di atas siku, langsung beraksi.
Mereka membakar lengannya dengan obor. Disusul kemudian sarung yang dikenakan. Ternyata, tak ada satu pun yang terbakar. Termasuk ketika Lacapila disulit api obor, juga tidak terbakar sedikit pun.
Usman selaku pimpinan Sanggar Seni Remaja Paropo menuturkan, Tari Pepe’-pepeka ri Makka menjadi bagian dari syiar Islam, yang mengingatkan pada peristiwa dialami Nabi Ibrahim. ”Obor itu kan filosofinya cahaya. Tarian ini mengingkatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim. Karena itu, doa yang dibaca pada saat itu, juga dibaca dalam tarian ini,” terang Usman.
Menurut Usman, ia bersama masyarakat Paropo terus memelihara tarian ini hingga sekarang. Dengan tari Pepe’-pepeka ri Makka ini, Paropor tidak hanya dikenal di Sulsel dan nasional. Tapi juga sampai di luar negeri.
”Untuk pertunjukan tarian ini saya sudah dua kali ke luar negeri, yaitu Malaysia dan Singapur,” ungkap Usman.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian seni budaya, Sanggar Seni Remaja Paropo intens melakukan regenerasi. Anak-anak di daerah ini dikenalkan dengan Tari Gandrang Bulo dan tarian lainnya. Usman berharap apa yang dilakukannya ini, setidaknya bisa menghindarkan seni budaya Paropo hilang dan tak lagi dikenal oleh generasi berikutnya. (*/rus)