MAKASSAR, BKM — Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel akan membentuk posko pengaduan khusus untuk perusahaan yang tak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja.
Hal ini disampaikan oleh Kadisnakertrans Sulsel Ardiles Assegaf, Kamis (21/3).
“Kalau misalnya ada yang tidak dibayarkan silakan melapor, nanti akan kita bentuk posko pengaduan THR. Teman-teman pekerja bisa melapor ke posko yang kami bentuk,” ujarnya.
Rencananya posko ini akan dibentuk oleh Disnaker masing-masing kabupaten/kota di Sulsel.
“Seluruh Disnaker (di kabupaten/kota) untuk membentuk titik titik posko supaya menggampangkan teman-teman pekerja untuk melakukan pengaduan jika tidak diberikan hak,” imbuhnya.
Ardiles menekankan kepada perusahaan di Sulsel untuk tepat waktu dalam membayarkan THR kepada pekerja. Paling lambat H-7 sebelum Hari Raya Idul Fitri.
“Kepada seluruh perusahaan untuk memberikan THR paling lambat 7 hari sebelum idul Fitri,” tegasnya sembari menyampaikan sedang menggodok surat edaran kepada bupati wali kota untuk memonitor penyaluran THR perusahaan di daerah masing-masing.
Perhitungan THR, kata Ardiles, yakni satu bulan gaji yang didapatkan pekerja. Jika tak dibayarkan sampai batas waktu yang ditentukan, perusahaan dapat diberikan teguran hingga sanksi pidana.
“Jika misalnya tidak diberikan tentu ada sanksi. Nanti Disnaker melalui pengawas yang akan melakukan panggilan kepada perusahaan yang tidak menyelesaikan kewajiban. Tentu kita imbau dulu, tegur dulu,” terangnya.
Di sisi lain, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah menekankan bahwa pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.
”Sekali lagi saya pertegas kembali bahwa THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” ujar Ida dalam keterangannya.
Menaker mengatakan, THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Termasuk pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Terkait pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan bahwa bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sedangkan bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.
“Sedangkan untuk pekerja/buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah satu bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” imbuhnya. (jun)