MAKASSAR,BKM.COM–SEORANG Duta Kampus Intelegencia memiliki peran penting dalam mengimplementasikan program Kampus Merdeka di perguruan tinggi, khususnya dalam hal sosialisasi, advokasi, dan kolaborasi. Hal itu dilakoni Ayu Andira. Siapa sangka, ada kisah menarik dari cewek berhijab ini untuk bisa sampai pada posisinya yang sekarang.
AYU, demikian sapaan akrabnya. Ia penyandang status Duta Kampus Intelegencia Unismuh Makassar 2024.
Hadir menjadi tamu siniar untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar, Ayu mengisahkan suka duka yang dihadapinya dalam meraih prestasi pada setiap jenjang pendidikannya. Saat ini Ayu tengah kuliah di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar dan Ilmu Komunikasi menjadi program studi pilihannya.
Selain kuliah, Ayu juga aktif berorganisasi. Selain sebagai Duta Kampus Intelegensia, ia juga merupakan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Menurut Ayui, menjadi seorang duta yang berperan sebagai role model dalam pengembangan intelektualitas, memberikannya inside baru dalam kehidupannya. Apalagi, ia tidak pernah menyangka dapat menjadi seorang duta. Karena di lingkungannya dahulu, Ayu dikenal sebagai sosok yang tidak feminin dan selalu insecure terhadap dirinya sendiri.
Ayu bercerita bahwa dahulu dirinya selalu dibanding-bandingkan dengan kerabat keluarganya dalam berbagai aspek, baik dari segi prestasi maupun penampilan. Hal ini membuat dirinya merasa kurang dianggap oleh lingkungannya ketika itu.
Pada saat di bangku Sekolah Dasar, Ayu bahkan pernah menjadi korban perundungan (bullying) yang dilakukan oleh teman-temannya. Mendapat perlakuan buruk tersebut membuat Ayu bertekad untuk membuktikan dirinya mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan prestasi.
Setamat SD, Ayu kemudian memutuskan ke Makassar guna melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP. Ia memiliki bersekolah di SMP Negeri 2 Pattalassang, Kabupaten Gowa. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah unggulan. Saat mendaftar Ayu menduduki peringkat dua terbaik. ”Waktu mendaftar saya datang seorang diri, karena orang tua sibuk bekerja,” ujarnya.
Mengurus diri sendiri memang sudah terbiasa bagi Ayu Andira. Sedari dulu ia diasuh oleh neneknya, lantaran orangtuanya harus bekerja. Ayu pun selalu dimotivasi oleh ayahnya yang senantiasa mengatakan bahwa anak perempuannya tersebut merupakan orang yang kuat.
Ketika duduk di bangku SMP, Ayu cukup aktif dalam proses pembelajaran. Ia begitu rajin mencatat serta mengerjakan tugas. Dinilai rajin oleh para guru, Ayu kemudian ditawari untuk mendapatkan beasiswa. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ia bertekad untuk membantu meringankan beban orangtuanya.
”Waktu SMP saya tidak dibiasakan untuk mendapatkan uang saku lebih. Hanya dikasih uang Rp3.000 sebagai pegangan,” tuturnya.
Hal tersebut bukan tanpa alasan. Itu merupakan gaya mendidik dari ayahanya. ”Katanya, kalau seorang akan diberikan uang jajan berlebih, hal itu berpotensi mengganggu konsentrasi anak,” imbuhnya.
Ayu yang tergabung dalam IPM kembali mendapatkan beasiswa saat duduk di bangku SMA. Hal itu merupakan apresiasi untuk kader terbaik IPM Sulsel, di kala dirinya telah mengabdi selama 10 tahun.
Adapun jenjang kader IPM yang sudah diikutinya, yakni PDKTM 1 (2014), PDKTM 2 (2015), dan PFP (2017). Tahun 2019 Ayu juga menjadi anggota Bidang Keilmuan IPM Kabupaten Gowa.
Ketika duduk di bangku SMA, Ayu juga berhasil meraih berbagai prestasi. Seperti peringkat lima lomba Olimpiade Dakwah se-Sulselbar, menjadi ketua OSIS dan mengikuti Remuna tingkat kabupaten.
Setamat SMA, sebenarnya Ayu dinyatakan lulus di Fakultas Kedokteran Unhas. Namun karena faktor ekonomi ia terpaksa tak bisa kuliah di fakultas yang diinginkan banyak orang itu. Sedih dan kecewa tentu dirasakannya.
Ia pun melanjutkan pendidikan ke Institut Parahikmah. Tapi, culture shock membuatnya berhenti di semester lima.
Di saat mengalami masa sulit seperti itu, Ayu kemudian ”mengasingkan” diri selama satu tahun. Bekerja sebagai barista sembari menulis buku adalah pilihannya.
Ketika itulah sebuah buku berjudul Aksara berhasil ditulisnya. Buku ini bercerita tentang kehidupannya.
Tak berhenti sampai di situ, Ayu melanjutkan hobinya menulis buku. Mendepak Luka adalah judul dari buku keduanya. Berkisah tentang keluar dari keputusasaan.
Setelah mengumpulkan uang dari bekerja, Ayu kemudian mendaftar untuk berkuliah di Ilmu Komunikasi Unismuh Makassar. Lagi-lagi beasiswa kembali didapatkannya.
Menurut Ayu, segala bentuk kesulitan pasti ada hikmah di dalamnya. Karena itu ia tidak pernah berputus asa dalam meraih prestasi di setiap proses yang dijalani.
Di akhir wawancara, Ayu berpesan agar semua yang dilewati tidak untuk disesali karena pasti akan datang hal yang jauh lebih baik lagi ke depannya. (yus)