Site icon Berita Kota Makassar

Hindari Isu Patriarki

DENGAN akan dilaksanakannya kontestasi pilkada, kita selaku masyarakat harus senantiasa menjaga situasi agar tetap kondusif. Selain itu, juga mengedepankan narasi dan gagasan agar melahirkan pilkada yang berkualitas dan berintegritas.salah satu isu yang dapat merusak kualitas pilkada adalah penggunaan isu patriarki untuk memojokkan kandidat lainnya.
Isu patriarki sendiri merupakan pemahaman yang menempatkan laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Hal ini dapat merusak kualitas pilkada sebab tidak menutup kemungkinan terdapat paslon dari kalangan perempuan, sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya demokrasi senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan termasuk kesetaraan gender.

Secara harfiah, istilah ‘patriarki’ dimaknai sebagai “rule of the father” dan pada mulanya digunakan sebagai sebutan untuk keluarga yang segala peraturannya ditentukan dan didominasi oleh laki-laki. Dalam makna kontemporer, patriarki kini dapat diartikan sebagai dominasi laki-laki dalam berbagai aspek termasuk politik yang kemudian menempatkan perempuan dalam posisi subordinat atau lebih rendah.
Di Indonesia, patriarki kini sudah menjelma sebagai sebuah budaya yang diwariskan turun temurun antargenerasi. Dapat disebutkan bahwa adanya keberlanjutan dari tradisi budaya lokal atau adat (customs) yang mengandung nilai-nilai dominasi laki-laki turut menjadi salah satu faktor mengapa patriarki sulit untuk dihilangkan dari kehidupan masyarakat.

Patriarki dan segala stigma yang mengikuti di belakangnya menyebabkan adanya ketidaksetaraan gender dan banyak permasalahan terkait gender di Indonesia, seperti kekerasan terhadap perempuan, rendahnya partisipasi perempuan di beberapa industri pekerjaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyadari bagaimana patriarki mengambil banyak peran di kehidupan sehari-hari, khususnya dalam lingkup masyarakat Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, patriarki kini berkembang lebih lanjut menjadi sebuah sistem dan ideologi. Di mana dominasi laki-laki di kalangan masyarakat kini bukan lagi dipandang sebagai sebuah fenomena, tetapi normalitas yang memberikan pemikiran bahwa memang sudah seharusnya laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan, terkhususnya pada tatanan politik, dapat dikategorikan sebagai penindasan terhadap perempuan.

Patriarki kini dipandang sebagai sistem yang tidak hanya membahas tentang perseteruan dua gender, tetapi juga tentang bagaimana ketidaksetaraan di antara keduanya merambah ke segala aspek, seperti politik lantaran banyaknya opini liar yang menyebutkan bahwa perempuan tidak memiliki kemampuan dalam kepemimpinan. Tentu hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar, sebab dalam sejarah kemerdekaan Indonesia kita dapat mengetahui pentingnya peran kaum perempuan dalam melawan kolonialisme.

Isu patriarki ini juga diperparah dengan catatan paling mutakhir dari Komnas Perempuan dengan Catatan Tahunan (Catahu) 2022 yang menyebutkan jika angka kasus kekerasan gender terhadap perempuan sebesar 338.496 kasus pada tahun 2021. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar 49,7 persen dari angka 226.062 kasus pada tahun 2020.
Dilansir dari Voice of Indonesia (VOI) 2021, Komnas Perempuan juga mencatat sebanyak 36.356 kasus domestic violence terhadap perempuan selama lima tahun terakhir. Dalam pilkada ini kita harus mengedepankan aspek kesetaraan, termasuk kesetaraan gender. Sebab baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam kesempatan. Karena yang paling penting dalam kepemimpinan adalah narasi, gagasan serta visi dan misi yang dicanangkan oleh setiap pasangan calon. (yus)

Exit mobile version