pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Oknum Dosen Dapat Sanksi Berat

Diberhentikan Jadi Ketua Gugus, Dibebaskan dari Tugas Dosen Satu Setengah Tahun

MAKASSAR, BKM — Kasus pelecehan seksual mencuat dari kampus merah Universitas Hasanuddin (Unhas). Seorang oknum dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) berinisial FS diduga terlibat dalam aksi cabul itu. Ia memaksa seorang mahasiswinya untuk berhubungan badan, namun berhasil digagalkan oleh korban.
Pihak kampus langsung bergerak cepat merespons peristiwa tersebut. FS yang dinyatakan terbukti melakukan pelecehan seksual telah dijatuhi sanksi berat. Sanksi tersebut meliputi pemberhentian tetap sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi.
Ia juga dibebaskan sementara dari tugas pokok dan fungsinya sebagai dosen selama semester ini dan tambahan dua semester mendatang, yaitu semester akhir tahun akademik 2024/2025 dan semester awal tahun akademik 2025/2026.

Prof. Dr. Farida Patittingi,S.H.,M.Hum selaku Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, mengatakan bahwa sanksi yang diberikan telah melalui serangkaian prosedur investigasi yang dilakukan oleh Satuan. Dipastikan pula bahwa proses penyelidikan dilakukan secara objektif, transparan, dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“Sanksi yang kami berikan berat. Saat proses pemeriksaan langsung dinonaktifkan dari jabatan akademik yang diberikan, dan diberhentikan sementara untuk melaksanakan tugas tridarma mulai semester ini ditambah dua semester depan. Jadi secara keseluruhan, haknya sebagai dosen diberhentikan sementara hingga satu tahun setengah,” jelas Prof Farida, kemarin.

Menurutnya, keputusan ini merupakan wujud nyata dari komitmen universitas dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Unhas secara tegas tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran yang mencederai martabat universitas, termasuk kekerasan seksual. Langkah ini penting untuk memberikan efek jera sekaligus melindungi seluruh sivitas akademika.

Proses investigasi telah dilakukan secara menyeluruh mulai dari pengumpulan bukti, pendalaman keterangan dari pihak-pihak terkait, dan pemberian ruang bagi korban untuk menyampaikan kronologi kejadian secara aman. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa suara korban menjadi bagian penting dalam proses pengambilan keputusan.
Setelah adanya laporan, pihak universitas segera merespons dengan investigasi secara mendalam.

Pemberian sanksi ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh sivitas akademika untuk senantiasa menjaga integritas, profesionalitas, dan etika dalam menjalankan tugas.
Unhas menegaskan kembali bahwa komitmen ini tidak hanya untuk menyelesaikan kasus yang ada, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam membangun budaya kampus yang bebas dari kekerasan seksual.

Layanan Psikologi

Informasi yang diperoleh dari PPKS kalau korban dalam kasus ini juga telah mendapatkan pendampingan psikologi dari Unhas untuk mendapatkan layanan pemulihan kondisi traumatiknya. “Yang bersangkutan telah kami tangani selama dua kali untuk memulihkan rasa traumatiknya. Pada pertemuan terakhir yang bersangkutan sendiri menyampaikan kepada kami kalau dia (korban) telah merasa sudah pulih setelah mendapatkan layanan psikologi yang diberikan,” ungkap psikolog yang menangani korban dari Unit Layanan Psikologi Unhas.

Melati, nama samaran yang kami sematkan untuk korban dalam kejadian ini. Ia adalah mahasiswa FIB angkatan 2021. Diakuinya ada trauma mendalam yang dirasakannya pascakejadian.
Melati berkisah, peristiwa miris yang dialaminya berlangsung ada 25 September lalu. Ketika itu dirinya menemui FS untuk melakukan bimbingan mengenai rencana penelitian skripsinya.

Melati diminta untuk bertemu dengan FS dalam ruang kerjanya di FIB Unhas.

“Selama ini saya bimbingan layaknya dosen dan mahasiswa. Tapi pas hari itu (selesai bimbingan), waktu saya minta pulang langsung ditahanka,” tuturnya, Senin (18/11).

Waktu perkuliahan telah usai kala itu. Melati meminta izin pulang usai bimbingan hingga sore.
Ia bahkan memaksa untuk pulang. Namun, sang dosen juga memaksa agar anak bimbingannya itu tak meninggalkan ruangan.

“Jam 4 sore mulaika bimbingan. Terus karena kurasa sudah sore saya minta izin untuk pulang,” ungkap Melati.
Saat itulah dia mendapatkan perlakuan yang tak pernah disangkanya.

“Awalnya dia pegang tanganku tapi saya memberontak terus. Dia memaksa peluk tapi saya memberontak terus,” terangnya.

Aksi bejat FS disebutnya terus memaksa Melati berbuat tak senonoh di ruang kerjanya. Korban bercerita dirinya dipojokkan dengan perlakuan bejat FS yang terus memaksanya berbuat tak senonoh.

“Pokoknya saya berteriak terus minta pulang,” tandasnya.

Hingga akhirnya Melati dilepaskan. Namun kejadian tersebut membekas di benaknya. Trauma mendalam dirasakannya usai tragedi di sore itu.
Kurang lebih dua bulan Melati mencoba menenangkan diri. Ia merasa trauma untuk kembali menjalani kehidupan kampusnya.

Laporan kejadian yang dialami dilayangkan ke Satgas PPKS Unhas.
Hanya saja, ia sempat kecewa dengan penanganan kasus kekerasan seksual ini.
”Pemanggilan keduaku di Satgas saya disudutkan. Bahkan ada dosen bilangika halusinasi,” katanya.

Bunga mengaku kasusnya telah ditangani Satgas PPKS Unhas dengan tiga kali pemanggilan.

“Pas Satgas dapat CCTV di FIB di pemanggilan ketiga, saya ceritakan semua kronologi. Prof Farida (Ketua Satgas PPKS) bilang semua yang saya ungkapkan dari pemanggilan pertama sampai ketiga sesuai CCTV,” jelasnya. (rhm-jun)




×


Oknum Dosen Dapat Sanksi Berat

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link