MAKASSAR, BKM — Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Farida Patittingi menyampaikan komitmen dari pihak kampus dalam menghadirkan ruang akademik yang terbebas dari segala bentuk tindak kekerasan seksual.
“Kami di Satgas sangat berkomitmen untuk memberikan ruang bagi para mahasiswa agar terbebas dari perilaku yang merujuk pada tindak kekerasan seksual,” ujarnya, Jumat (21/11).
Hal tersebut disampaikannya dalam dialog yang mengusung tema Pendampingan dan Penanganan Kasus Seksual di Lingkungan Kampus. Berlangsung di Aula Prof Mattulada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas.
Dalam pemaparannya, Prof Farida mengajak kepada seluruh mahasiswa untuk memahami kekerasan seksual guna mengantisipasi perilaku yang tidak bermoral tersebut. “Kami sampaikan kepada anak-anakku untuk memahami apa itu kekerasan seksual agar bisa mengantisipasinya. Bila ada yang mendapatkan tindakan seperti itu kami akan tindak dengan tegas,” tandasnya.
Ia lalu menceritakan pengalamannya dalam menangani kasus pelecehan seksual. Pada dasarnya, kata mantan Dekan Fakultas Hukum Unhas ini, mayoritas pelaku pelecehan seksual akan mengelak sehingga dan tidak mengakui perbuatannya. Karena itu dibutuhkan pendalaman lebih lanjut dalam penanganannya.
Dalam kasus terakhir yang terjadi di lingkungan FIB Unhas, rekaman kamera pemantau (CCTV) menjadi petunjuk. Atas dasar itu pula pelaku kini telah mendapatkan sanksi administratif berupa pembebasan tugas dari kegiatan tridharma perguruan tinggi.
Sebagai upaya untuk mengindari terulangnya praktik pelecehan seksual di kalangan mahasiswa, Prof Farida mengaku telah bersurat kepada pimpinan universitas guna menganjurkan duduk terpisah saat proses perkuliahan. “Kita akan terus lakukan upaya-upaya strategis sebagai bentuk penanganan dan penyuluhan,” terangnya.
Menurut Prof Farida, kekerasan seksual bukan sesuatu yang dapat dinormalisasi. Pihaknya menjamin jika para korban mendapatkan pendampingan psikologis atas kasus yang dialaminya.
Selain Prof Farida, diskusi juga menghadirkan Dekan FIB Unhas Prof Dr Akin Duli serta aktivis perempuan Aflina Mustafaina. Menurut Prof Akin Duli, pihaknya senantiasa menerima segala bentuk aspirasi.
Terkait berita berita yang beredar sebelumnya mengenai pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswa dengan pelaku seorang dosen, telah diberikan sanksi administratif berupa pembebasan tugas dari kegiatan yang ada di universitas terhadap sang dosen.
“Saya sudah sampaikan bahwa dia (pelaku) tidak boleh lagi masuk kantor. Saya sangat prihatin dengan peristiwa tersebut, karena saya juga punya anak perempuan,” tandasnya.
Mengenai tuntutan untuk memecat yang bersangkutan, Prof Akin Duli menyampaikan bahwa hal tersebut bukan kewenangan dari fakultas. Namun, ia menyampaikan komitmen untuk senantiasa melindungi hak-hak korban.
Sementara aktivis perempuan Aflina Mustafaina, menjelaskan bahwa secara infrastruktur negara belum memberikan keamanan bagi para perempuan dalam hal kekerasan seksual. Budaya patriarki kerap kali menjadi faktor utama dalam hal tindak kekerasan seksual. Karena itu ia mengajak para peserta diskusi untuk memahami definisi dari tindakan tersebut.
Di akhir pemaparannya Aflina mengajak agar orang-orang di sekitar agar memberikan rasa aman kepada korban, sehingga ada dampak psikologis yang positif guna memberikan kenyamanan bagi mereka untuk berani berbicara. ”Memberikan rasa aman ini merupakan faktor fundamental dalam berbagai penanganan tindak kekerasan seksual yang ada, khususnya dalam ruang lingkup pendidikan,” kata Aflina. (yus)