SIDRAP, BKM — Dunia akademik Universitas Ichsan Sidenreng Rappang (Unisan) diguncang kabar mengejutkan. Seorang dosen perempuan dari Fakultas Ekonomi, berinisial LI melaporkan dugaan pemerkosaan yang dilakukan rekan sesama dosen berinisial MJ.
Laporan resmi telah masuk ke Polres Sidrap pada 11 April lalu dan kini kasus tersebut tengah dalam tahap penyelidikan. Menurut keterangan LI, insiden itu terjadi pada Jumat (21/2) lalu setelah dirinya pulang jogging dari Stadion Ganggawa. Tanpa disadari, MJ membuntuti hingga ke mess tempat tinggalnya. Ia mengaku dipeluk dari belakang, kemudian diseret paksa ke kamar, dan mengalami dugaan pemerkosaan.
“Saya sangat takut saat itu. Apalagi dua minggu setelah kejadian, pelaku sempat kembali mengancam,” ungkap LI saat ditemui BKM, Selasa (22/4).
“Tapi berkat dukungan keluarga, saya akhirnya berani melapor. Saya tidak sanggup terus hidup dalam ketakutan,” jelasnya.
Laporan tersebut tercatat dengan nomor LPB/202/IV/2025/SPKT/RES SIDRAP/POKDA SULSEL. LI menegaskan bahwa ia dan MJ adalah kolega di institusi yang sama. Meski berat, ia berharap proses hukum yang ditempuhnya bisa menjadi titik awal keadilan, serta membuka mata kampus terhadap pentingnya perlindungan korban kekerasan seksual.
Pihak kampus hingga kini belum memberikan keterangan resmi. Saat hendak dikonfirmasi BKM, Rabu (23/4), staf administrasi Unisan, Yadin menyatakan pihak pimpinan sedang berada dalam pertemuan.
Ironisnya, di tengah sorotan publik yang terus membesar, respons pihak kampus justru menuai kritik. Rektor Unisan, Dr Darnawati, menolak memberikan pernyataan saat ditemui awak media.
“Temui Pak Kurniawan,” ujarnya singkat sebelum masuk ke salah satu ruangan.
Namun, usaha untuk menemui Kurniawan pun nihil. Ia terlihat buru-buru meninggalkan area kampus sambil berkata, “Tunggu ya, saya keluar makan dulu.”
Sikap diam ini menimbulkan asumsi publik bahwa pihak kampus enggan mengambil tanggung jawab atau memberikan klarifikasi, meski laporan ini menyangkut nama baik institusi dan hak seorang dosen yang menjadi korban.
Kasus ini menyoroti kembali pentingnya penanganan yang serius terhadap kekerasan seksual di lingkungan akademik. Publik kini menunggu langkah konkret dari Unisan—sebuah institusi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai etika, keadilan, dan perlindungan terhadap seluruh civitas akademika. (ady/C)