pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

Fauziah Erwin, Ketua Komisi Informasi Provinsi Sulsel

Keterbukaan Masih Rendah, Baru Satu Kabupaten yang Informatif

BKM/MUH ANWAR KOMISI INFORMASI-Direktur Utama BKM Dr Mustawa Nur berdiskusi dengan Ketua KI Provinsi Sulsel Fauziah Erwin di ruang redaksi BKM, Rabu (23/4). Empat komisioner KI lainnya juga hadir dalam pertemuan yang membahas rencana kerja sama kedua lembaga.

MENJELANG peringatan Hari Keterbukaan Informasi Publik yang jatuh pada 30 April, Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Selatan (KI Sulsel) mengingatkan pentingnya implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang tahun ini memasuki usia ke-14. Momen ini menjadi refleksi atas capaian dan tantangan dalam mewujudkan keterbukaan informasi di tingkat daerah.

“PERTAMA-TAMA kita harus mengucapkan selamat dulu kepada Komisi Informasi karena di tanggal 30 (April) nanti adalah hari lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Jadi, keterbukaan informasi ini sudah masuk 14 tahun yang merupakan cikal bakal lahirnya Komisi Informasi di Indonesia,” ujar Ketua KI Provinsi Sulsel Fauziah Erwin dalam siniar untuk kanal BKM News, Rabu (23/4).
Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang dibentuk untuk menjamin hak masyarakat atas informasi.

Di tingkat provinsi, termasuk di Sulawesi Selatan, KI bertugas mengawasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik, menyelesaikan sengketa informasi antara masyarakat dan badan publik, melakukan edukasi, serta mendorong setiap badan publik membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Hanya saja, hingga kini implementasi keterbukaan informasi di Sulsel masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu yang paling disorot adalah rendahnya kesadaran lembaga publik dalam memenuhi kewajiban keterbukaan.

“Kabar baiknya adalah sudah ada jaminan bahwa setiap warga negara Indonesia pascalahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi ini, memiliki hak atas seluruh informasi yang ada di badan publik. Tetapi sedikit buruknya, untuk kita di Sulawesi Selatan, Komisi Informasi baru mencatat satu badan publik level kabupaten/kota yang informatif, yaitu di Luwu Timur,” ungkapnya.

Menurut data Komisi Informasi, sebagian besar kabupaten/kota di Sulsel belum memenuhi kriteria dasar dalam pengelolaan informasi publik, seperti penyediaan informasi berkala, pengelolaan website resmi, dan kesiapan dalam merespons permintaan informasi dari masyarakat. Kondisi ini diperburuk oleh minimnya kapasitas PPID serta kurangnya komitmen kepala daerah terhadap prinsip keterbukaan.

“Keterbukaan informasi di daerah kita ini menjadi barometer kemajuan Indonesia Timur, khususnya di Sulawesi Selatan. Sementara sejauh ini baru ada satu kabupaten/kota yang benar-benar informatif,” tambahnya.

Wanita yang karib disapa Uci ini menjelaskan bahwa lembaganya memiliki indikator yang sangat ketat dan berbasis hukum dalam menilai keterbukaan informasi badan publik. Indikator tersebut ditarik langsung dari pasal-pasal dalam UU No. 14 Tahun 2008.

“Indikator yang ditetapkan oleh Komisi Informasi ini sangat rigid. Tentu saja kami menarik itu dari pasal-pasal yang ada di Undang-Undang No 14 Tahun 2008, yaitu indikator jenis informasi apakah wajib diumumkan secara berkala atau tidak. Mulai dari perencanaan atau yang kita kenal Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dokumen pelaksanaan anggaran, hibah, dokumen pertanggungjawaban, hingga laporan hasil pemeriksaan BPK. Itu semua informasi umum yang wajib diumumkan secara berkala, minimal sekali dalam enam bulan,” jelasnya.

Salah satu aspek yang juga mendapat perhatian adalah keterbukaan informasi terkait pengadaan barang dan jasa, yang kerap menjadi sumber sengketa dan polemik publik.

“Pengadaan barang dan jasa yang hari ini banyak sekali menuai persoalan. Itu juga merupakan informasi publik yang wajib diumumkan oleh badan publik. Informasi itu bisa dan harus diakses oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali,” tegasnya.

Berdasarkan hasil monitoring Komisi Informasi sejak 2018 hingga 2024, masih banyak kabupaten/kota yang belum mampu mencapai status “informatif”. Salah satu akar persoalan yang ditemukan adalah masih lemahnya komitmen pimpinan daerah terhadap keterbukaan.

“Ada beberapa persoalan memang yang masih membelit kabupaten/kota untuk bisa berada pada posisi informatif. Pertama itu adalah mindset dari kepala daerahnya. Kalau pimpinan tidak memberi perintah atau teladan kepada badan publik di bawahnya, seperti dinas-dinas, maka keterbukaan sulit diwujudkan. Tapi jika kepala daerah memerintahkan, kepala dinas maupun kepala bagian pasti ikut terbuka,” terangnya.

Untuk itu, KI Sulsel menekankan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal komitmen moral dan politik. Untuk itu, lembaga ini terus mendorong badan publik agar menyusun sistem informasi yang transparan, termasuk pembentukan dan penguatan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Melalui kegiatan monitoring, edukasi, dan ajudikasi sengketa informasi, Komisi Informasi Sulsel berharap bisa mendorong terciptanya budaya pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif, dan akuntabel.

Ke depan, KI Sulsel menargetkan peningkatan kualitas layanan informasi publik melalui pendampingan teknis, evaluasi rutin, dan sosialisasi kepada seluruh badan publik. Harapannya, keterbukaan informasi tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi juga bagian dari pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
Sebagai bagian dari upaya itu, Komisi Informasi Sulsel menjajaki kerja sama dengan media. Salah satunya Berita Kota Makassar. Uci bersama empat komisioner lainnya, yakni Subhan, Herman, Nurhikmha, dan Abdul Kadir Patwa menggelar pertemuan dengan Direktur Utama BKM Dr Mustawa Nur, kemarin. Pertemuan membahas potensi untuk semakin mendorong lembaga publik agar lebih terbuka kepada masyarakat. (jar)




×


Fauziah Erwin, Ketua Komisi Informasi Provinsi Sulsel

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link