MAKASSAR, BKM– Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto dan Sekretaris Kota (Sekkot) Makassar, H Ibrahim Saleh, mengaku, belum bisa mengambil sikap pascaputusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar yang mengabulkan gugatan mantan Asisten I Pemkot Makassar, Sittiara Kinang.
Lantaran, kata Ibe, sapaan akrab Ibrahim Saleh, Rabu (4/11), Pemkot Makassar sampai hari ini (kemarin) belum secara resmi menerima salinan putusan dari PTUN Makassar.
“Sittiara ji itu yang terlalu berambisi alias piti kana kanai (sembarang bicara), sedangkan keputusan dari PTUN masih belum jelas atau belum resmi kita terima. Kalau memang keputusan dari PTUN sudah terima pastinya akan dipelajari lagi sebelum melakukan banding. Jadi tidak usah mi dulu terlalu berambisi atau cakkania dudu,” tandas Ibe.
Mantan Asisten II Pemkot Makassar ini menambahkan, apa yang dibayangkan Sittiara untuk duduk kembali di jabatan semula tidak semudah itu. Pihaknya, ujar Ibe, akan melakukan perlawanan hukum.
“Kita siap banding. Pemkot tetap memegang teguh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 1 ayat 13 dalam undang-undang tersebut menjelaskan, pejabat pembina kepegawaian memiliki kewenangan untuk melakukan proses pemberhentian, pengangkatan, dan pemindahan,” katanya.
Ibe juga memberikan masukan ke Sittiara untuk membuat lelang jabatan sendiri lalu memasukkan SK nya ke PTUN dan meminta PTUN untuk melakukan pelantikan.
“Tanyami Sittiara untuk suruh bikin lelang jabatan sendiri baru SK nya suruh ajaukanki ke PTUN, biarmi PTUN yang lantikki. Dari pada dia buru-buru jabatan disini baru dia saja tidak jelas,” pungkasnya.
Sementara itu, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto tetap memilih untuk tidak berkomentar menanggapi gugatan Sittiara yang dikabulkan PTUN Makassar.”Kita akan lakukan banding, ke Sekda mi saja untuk informasi lebih lanjutnya,” singkat Danny sapaan akrabnya.
Terpisah, Sittiara yang dihubungi kemarin juga enggan menanggapi komentar Sekkot Makassar, Ibrahim Saleh.”Tidak apa-apaji kalau bicara seperti itu. Apa yang diputuskan PTUN adalah bentuk keadilan saja, dan kita patut mempertanyakan jika ada aturan yang kita nilai salah,” singkat Ira sapaan akrabnya.
Lebih jauh, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa, Prof Marwan Mas menegaskan, saat ini Sittiara berada dalam posisi pemenang kasus. Keputusan penggantian asisten I Sittiara oleh Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto tidak sah alias dibatalkan oleh PTUN.
Dan jika dalam waktu 14 hari Pemkot Makassar tidak mengajukan upaya hukum banding atau kasasi, berarti putusan PTUN yang memenangkan Sittiara adalah putusan tetap atau inkrah.
Namun, jika pemkot melakukan banding, proses hukum terus berlanjut hingga dikeluarkan putusan kasasi. Apapun putusan yang dikeluarkan nantinya, akan berstatus hukum tetap. Kecuali jika ada peninjauan kembali (PK).”Namun PK itu sangat susah dilalukan,” ungkap Marwan.
Dia melanjutkan, yang menjadi persoalan selama ini, kelemahan putusan PTUN karena tidak punya kekuatan eksekutori. Artinya, tidak ada kekuatan mengeksekusi keputusan yang ditetapkan. Berbeda dengan putusan pidana, ada jaksa yang mengeksekusi, perdata ada panitera yang menindaklanjuti keputusan itu.
“Kalau PTUN tidak ada eksekutornya. Sehingga sering saya katakan jika putusan PTUN itu putusan banci,” kata Marwan.
Dia memberi contoh, beberapa putusan PTUN yang tidak bergigi seperti kasus PSSI, Golkar, dan yang di Selayar, kasus mantan kepala BKD.
“Ujung-ujungnya, tergantung yang bersangkutan, ingin melaksanakan atau tidak,” tegasnya.
Yang bisa dilakukan PTUN hanya menyurati atasan bersangkutan agar putusan PTUN bisa dilaksanakan.
“Rumit itu putusan PTUN. Hanya kekuatan moral yang bisa mengeksekusi hasil putusan,” pungkas Marwan Mas. (rhm-arf/b)