pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken
pulsa.rovindo.com - Pusat Distributor Pulsa dan TOken

NA: Banyak yang Belum Tahu Omnibus Law

Temui Pendemo, Sebut Dirinya Ditugaskan Sosialisasi

MAKASSAR, BKM — Gelombang aksi demonstrasi menolak hingga meminta pencabutan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja terus berlanjut. Senin siang (12/10), ratusan orang yang terdiri dari mahasiswa, pekerja dan buruh menggelar unjuk rasa damai.
Di depan kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, massa dari berbagai kelompok organisasi memadati ruas jalan. Mereka mendesak agar Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah menerima aspirasi dan tuntutannya, yakni membatalkan UU Cipta Kerja.
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulsel Abdul Gafur, dalam orasinya mengatakan, aksi damai yang digelar ini menyikapi kebijakan dari pemerintah dan DPR yang telah mengesahkan UU Cipta Kerja. Aliansi yang terdiri dari Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah Sulsel, Unismuh Satu, dan BEM PTM se-Makassar menyatakan menolak undang-undang tersebut.
“Aksi yang kami lakukan hari ini (kemarin), merupakan rangkaian dari aksi yang telah lami lakukan beberapa hari lalu. Karena kami melihat tidak ada itikad baik dari pemerintah. Justru kami dianggap hoax. Untuk itu kami kembali turun ke jalan. Tuntutan masih sama, yaitu menolak UU Cipta Kerja,” tegas Gafur.
Dalam pengesahan beleid baru ini, mahasiswa menilai tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik. Terdapat beberapa aspek klaster yang tidak sesuai harapan masyarakat. Seperti pada aspek pendidikan dan ketenagakerjaan.
“Ada banyak aspek dalam Omnibus Law yang tidak tepat dan tidak dapat diterima masyarakat. Seperti soal perizinan yang sekarang ada, nantinya diurusi pusat,” terangnya.
Selain menolak pengesahan UU Ciptaker, massa juga mendesak untuk diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Mereka juga mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi, sekaligus mendesak pemberian sanksi tegas terhadap oknum pelakunya.
Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya, kali ini Gubernur HM Nurdin Abdullah bersedia menemui massa pendemo. Bersama Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika, gubernur keluar ke jalanan. Kepala BIN daerah (Kabinda) juga berada di lokasi. Dari atas sebuah mobil bak terbuka, ia memberikan penjelasan.
Di depan massa, Nurdin mengklaim bahwa masih banyak peserta aksi yang belum mengetahui persis apa itu Omnibus Law. Itu lantaran Omnibus Law adalah kebijakan yang baru.
“Saya yakin dan percaya, kalau ada yang saya tanya apa isi dari Omnibus Law itu, pasti banyak yang belum tahu. Karena ini (Omnibus Law) masih baru. Jadinya banyak versi macam-macam yang beredar,” kata NA.
Dia melanjutkan, Indonesia sampai saat ini masih terus-terusan menjadi negara pengimpor bahan baku industri. Alasannya, karena tidak adanya investor yang masuk. Hal itu disebabkan birokrasi pengurusan yang terlalu panjang.
“Siapa yang mau datang investasi kalau tidak ada kepastian. Ada banyak pasal-pasal yang menyusahkan investasi. Memang ada pasal yang memang perlu kita revisi. Jadi baik-baiknya kita ambil. Kemudian kalau ada yang sebut pesangon tidak dibayarkan dalam Omnibus Law, itu tidak benar,” tegasnya.
Nurdin mengatakan, dirinya merupakan bagian dari dunia pendidikan. Untuk itu tentu akan berdiri bersama dengan mahasiswa di bawah terik matahari.
Gubernur menjelaskan poin-poin penting dalam UU Cipta Kerja tersebut. Pertama, untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) akan mendapatkan izin secara gratis. Kedua, pendirian Perseroan Terbatas (PT) tidak diwajibkan lagi untuk menyetor sejumlah uang sebelum diberikan izin.
Ketiga, pendirian koperasi tidak diwajibkan untuk memiliki anggota banyak sebagai syarat untuk diberikan izin membangun koperasi.
“Apa sisi baiknya Omnibus Law ini? UMKM ini kita bisa buat digratiskan izin-izin. Kedua, membangun PT tidak lagi harus wajib menyetor Rp100 juta. Membuat koperasi, anggotanya juga tidak terlalu banyak,” terangnya.
Begitu juga untuk serikat pekerja, mendapatkan perlindungan secara khusus soal pesangon. Menurutnya, sebelum kehadiran Omnibus Law, bagi perusahaan yang tidak membayar pesangon pekerja hanya sanksi perdata. Sementara dengan aturan yang baru, langsung kena pidana.
“Harus teman-teman serikat tahu, kalau dulu pesangon tidak dibayarkan oleh perusahaan itu adalah undang-undang perdata. Tapi dengan Undang-Undang Omnibus Law ini, jika pesangon tidak dibayar itu pidana. Itu kan menguatkan,” tegasnya.
Meskipun pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), menurut Nurdin, ada pengurangan. Sebelumnya dibayar 32 kali gaji, di Omnibus Law dikurangi menjadi 25 kali gaji. Pengurangan jumlah pembayaran pesangon ini, menurut dia, untuk mengurangi beban perusahaan. Namun sisa pesangon yang tidak dibayarkan perusahaan akan ditanggung asuransi.
“Pesangon ini juga tentu harus kita pahami, bahwa yang tadinya di-PHK diberikan 32 kali gaji, terus turun menjadi 25, itu untuk meringankan beban pengusaha. Tetapi sisanya itu kewajiban negara untuk menambahkan lewat asuransi. Jadi ini sebenarnya kita ingin petik dari lahirnya Omnibus Law Cipta Kerja. Memang semuanya bisa kita akomodir,” tandasnya.

Ditugaskan Sosialisasi

Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah, mengatakan bahwa seluruh gubernur se-Indonesia, termasuk dirinya diberikan amanah oleh Presiden Joko Widodo untuk mensosialisasikan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Hal tersebut disampaikan Nurdin di kantornya, Senin (12/10).
“Omnibus law perlu pemahaman baik dari serikat pekerja maupun adik-adik mahasiswa. Terjadinya penolakan ini karena memang kita belum melihat seutuhnya apa itu Omnibus Law dan bagaimana proses lahirnya. Ini belum tersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu, arahan Bapak Presiden supaya seluruh gubernur agar mensosialisasikan ini,” terang Nurdin.
Dikatakan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU Ciptaker. Pertama, Indonesia merupakan lahan investasi yang sangat baik. Karena memiliki sumber bahan baku industri. Sementara saat ini terjadi relokasi industri dari Cina, namun tak satupun singgah di Indonesia. Relokasi tersebut hanya masuk di Myanmar dan Vietnam.
“Kenapa Indonesia tidak satupun industri yang nyantol? Karena birokrasi kita sangat panjang dan mahal. Sementara kita bisa lihat angkatan kerja kita setiap tahun sekitar tiga juta yang harus disiapkan. Nah, kalau kita tidak membuat terobosan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah investasi, maka pengangguran terus bertambah sekitar tiga juta setiap tahun. Karena itu lahirlah gagasan untuk bagaimana menyederhanakan,” ucap Nurdin.
Alasan kedua lahirnya UU Ciptake, sambung Nurdin, yakni di Indonesia terdapat 79 undang-undang dengan jumlah pasal sebanyak 2.444. Dari UU tersebut, ada yang saling tumpang tindih. Olehnya itu, lahirnya UU ini untuk menyederhanakan UU tersebut agar mampu mempermudah masyarakat melakukan aktivitas usaha.
“Terjadinya penolakan karena banyak yang memplesetkan, seperti ada yang mengatakan UU Omnibus Law ini, investor nanti dalam melakukan usahanya tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal itu salah. AMDAL ini sudah menjadi peraturan dunia bahwa lingkungan kita harus dijaga,” jelas Nurdin.
Guna mengantisipasi terjadinya kembali penolakan UU Ciptaker, Nurdin menegaskan dirinya sudah menjelaskan seluruh pihak sambil mengkaji UU tersebut. Jika ada pasal-pasal yang merugikan, ia siap menyampaikan ke pemerintah pusat untuk dilakukan pengkajian secara mendalam, karena memang belum diundangkan.
“Semua pihak kita sudah jelaskan, sambil mengkaji. Kalau ada pasal-pasal yang merugikan, kita akan sampaikan secara baik kepada pemerintah, karena ini kan belum diundangkan. Masih butuh waktu untuk mengundangkan,” tutup Nurdin. (arf-nug)




×


NA: Banyak yang Belum Tahu Omnibus Law

Bagikan artikel ini melalui

atau copy link

Tinggalkan komentar